Dongeng Anak Indonesia - Pada zaman dahulu hiduplah seorang yang kaya raya. Ia tinggal tidak jauh dari rumah seorang yang sangat miskin. Rumah orang kaya itu sangat besar dan indah.
Sebaliknya, rumah orang miskin itu kecil, sederhana, dan hanya terdiri dari bilik – bilik bambu.
Suatu sore lewatlah seorang kakek tua dari luar desa dan tidak beberapa lama kemudian malam pun tiba. Kakek itu datang ke rumah orang kaya hendak bermalam. Ia kemudian mengetuk pintu. Ketika kakek itu datang, Si Kaya langsung marah – marah. Dan kakek itupun merasa sakit hati karenanya. Ia lalu pergi ke tengah kegelapan malam.
Belum jauh berjalan, terdengar suara kaki orang yang berlari dari belakangnya.
“kakek, kakek berhentilah !!!” panggil Si miskin. Si Miskin mengajak kakek bermalam di rumahnya. Kakek pun merasa senang. Mereka pun berjalan berdua menuju rumah yang kecil dan sederhana itu. Setelah sampai di rumah, istri Si Miskin memasak, lalu mereka makan malam bersama – sama. Saat tiba waktu tidur, Si Miskin memberikan tempat tidur satu – satunya untuk kakek.
Pada saat fajar tiba, kakek terbangun. Setelah melaksanakan ibadah, mereka minum kopi dan sarapan pagi. Sebelum pergi, tidak lupa kakek mengucapkan terima kasih kepada Si MIskin. Bahkan, ia meminta Si Miskin untuk mengemukakan tiga keinginannya. Si Miskin meminta sehat, dapat makan dengan cukup, serta meminta rumah yang besar dan indah.
Ketika Si Miskin pulang dari ladang, ia tidak melihat rumahnya lagi. Kini tempat tinggalnya berubah menjadi rumah yang indah dan megah. Anak istrinya berpakaian bagus. Mereka mempunyai tempat tidur yang indah. Banyak pula makanan dan minuman.
Si Kaya melihat rumah Si Miskin yang sekarang. Ia menjadi iri Si Kaya datang ke rumah Si Miskin. Ia menanyakan apa yang terjadi. Si Miskin pun menceritakan semuanya dengan jujur. Dengan naik kuda Si Kaya mengejar kakek yang baru pergi dari rumah Si Miskin itu. Ia berpesan agar dalam perjalanan, Si Kaya menyebutkan apa yang jadi permohonannya. Dan tiba – tiba kudanya berlari dengan cepat.
“Diam, akan kupatahkan lehermu,!” bentak Si Kaya. Mendadak kuda itu jatuh dan kakinya patah. Si Kaya pun akhirnya pulang dengan hanya membawa pelananya saja.
Hidup Si Kaya tidak bahagia karena hatinya selalu diliputi rasa iri dan dendam. Si MIskin walaupun sudah kaya, tetap sederhana dan suka menolong tetangganya.
Oleh : Ilham Malik