Dongeng Anak Indonesia - Dahulu ada anjing yang memiliki tanduk emas yang sangat indah. Tak heran rusa rusa betina mengagumi sianjing karna tanduknya itu. Suatu sore rusa jantan menemui rusa betina yang berada di padang rumput,
“Hai rusa yang cantik maukah kau menjadi pendamping hidupku ?” Tanya rusa jantan.
“Tidak,aku tidak suka dengan mu” jawab rusa betina.
“Apa yang harus kulakukan agar kau menerima cintaiku ?” Tanya rusa jantan penuh dengan harapan. “Baiklah,aku suka anjing itu apabila kau dapat mempunyai tanduk emas seperti anjing’ syarat rusa betina.
Keesokan harinya “Hai temanku dapatkah kau membantuku ?” Tanya rusa jantan.
“Membantu apa kawanku ?” jawab anjing.
“Aku jatuh cinta pada rusa betina itu, tapi aku harus memiliki tanduk yang gagah sepertimu, sudikah kau meminjamkannya untuk ku ?” lanjut rusa jantan.
“Baiklah” sahut anjing kemudian anjing meminjamkan tanduk emasnya tanpa menyiayiakan waktu rusa jantan langsung menemui rusa betina akhirnya rusa betina pun menerima cinta rusa jantan dan merekapun menikah.
Seminggu kemudian anjing menemui rusa jantan.
“Hei…… kawan ,manakah janjimu ?” Tanya anjing.
“Maaf kawanku aku tidak bisa memberikannya padamu karna tanpa tanduk ini istriku tidak akan mencintaiku’ jawab rusa jantan.
“Oh…ternyata begitu baiklah lawan aku sekarang juga !” lanjut anjing kesal.
Merekapun berkelahi, si anjing kalah tiada daya karena ia dilawan rusa jantan menggunakan tanduknya. Sampai sekarang anjing tidak memiliki tanduk karena telah dimiliki oleh rusa jantan.
skip to main |
skip to sidebar
Semua Tentang Dongeng Anak Indonesia
Wednesday
Tuesday
Sang Pendekar Cilik
Dongeng Anak Indonesia - Pada suatu hari,di suatu desa hiduplah kakak beradik yang bernama Badai dan Galuh.Pada saat mereka menginjak usia 12 tahun,mereka suka menjelajahi tempat-tenpat yang terlarang.Kebetulan di desa itu ada hutan terlarang yang tidak boleh dimasuki oleh siapapun.
Menurut warga sekitar, di hutan itu terdapat sebuah harta karun yang dijaga oleh seekor naga dan ular raksasa. Kalau harta karun itu diambil, maka naga dan ular itu akan meneror dan menghancurkan desa itu sampai harta karun itu dikembalikan ke tempatnya dan tidak ada yang kurang.
Mendengar cerita dari warga tersebut membuat kakak beradik itu mempunyai niat untuk memasuki hutan terlarang dan memusnahkan naga dan ular raksasa itu. Maka mereka akan secepatnya menentukan waktu untuk melaksanakan niat mereka.
Pada malam hari mereka minta do’a restu kapada orang tuanya untuk melaksanakan niatnya, tapi orang tuanya tidak mengijinkan mereka untuk melakukannya, menurut orang tuanya perbuatan mereka sangat berbahaya. Tapi kakak beradik itu bersikeras untuk melakukannya. Oleh karena itu orang tuanya mengijinkan mereka pergi.
Saat pagi hari yang cerah, kakak beradik itu bersiap untuk pergi ke hutan terlarang. Saat di tengah perjalanan, mereka bertemu Pak Lurah yang kebetulan lewat dan mereka berbicara:
“Kalian mau pergi kemana?”Tanya Pak Lurah.
“kami mau pergi ke hutan terlarang!” Jawab kakak beradik itu.
“Kenapa kalian mau pergi kesana ?” Tanya Pak Lurah dengan raut wajah heran.
“Kami mau memusnahkan naga dan ular raksasa yang ada di sana,Pak!” Jawab mereka bersama –sama.
“Itu sangat berbahaya, tapi kalau kalian tetap pergi ya tidak apa-apa. Tapi jangan lupa minta pertolongan kepada Tuhan.”Pesan Pak Lurah kepada mereka. Akhirnya mereka kembali melanjutkan perjalanan.
Pada saat di depan hutan mereka bertemu dengan kakek-kakek yang berpesan kepada kakak beradik itu.”Kalau kalian ingin memusnahkan naga dan ular raksasa itu, kalian harus menemukan pedang yang ada di dalam harta karun itu. Pedang itu dapat kalian gunakan untuk melawan naga dan ular itu.” Pesan dari kakek kepada kakak beradik itu. Setelah diberi pesan, mereka segera masuk hutan dan mencari harta karun itu. Tidak lama kemudian mereka menemukan harta karun itu dan segera mengambil pedang. Setelah mengambil pedang itu,tidak lama kemudian datanglah naga dan ular raksasa.
Tidak pikir panjang, mereka langsung memenggal kepala naga dan ular. Akhirnya perjuangan mereka sudah berakhir dan naga beserta ular mati. Setelah itu, mereka segera membawa semua harta karun itu ke desa dan membagikan ke semua warga .Akhirnya perjuangan mereka selama ini tidak sia-sia
Cerita oleh Sony Dwi Kuncoro
Menurut warga sekitar, di hutan itu terdapat sebuah harta karun yang dijaga oleh seekor naga dan ular raksasa. Kalau harta karun itu diambil, maka naga dan ular itu akan meneror dan menghancurkan desa itu sampai harta karun itu dikembalikan ke tempatnya dan tidak ada yang kurang.
Mendengar cerita dari warga tersebut membuat kakak beradik itu mempunyai niat untuk memasuki hutan terlarang dan memusnahkan naga dan ular raksasa itu. Maka mereka akan secepatnya menentukan waktu untuk melaksanakan niat mereka.
Pada malam hari mereka minta do’a restu kapada orang tuanya untuk melaksanakan niatnya, tapi orang tuanya tidak mengijinkan mereka untuk melakukannya, menurut orang tuanya perbuatan mereka sangat berbahaya. Tapi kakak beradik itu bersikeras untuk melakukannya. Oleh karena itu orang tuanya mengijinkan mereka pergi.
Saat pagi hari yang cerah, kakak beradik itu bersiap untuk pergi ke hutan terlarang. Saat di tengah perjalanan, mereka bertemu Pak Lurah yang kebetulan lewat dan mereka berbicara:
“Kalian mau pergi kemana?”Tanya Pak Lurah.
“kami mau pergi ke hutan terlarang!” Jawab kakak beradik itu.
“Kenapa kalian mau pergi kesana ?” Tanya Pak Lurah dengan raut wajah heran.
“Kami mau memusnahkan naga dan ular raksasa yang ada di sana,Pak!” Jawab mereka bersama –sama.
“Itu sangat berbahaya, tapi kalau kalian tetap pergi ya tidak apa-apa. Tapi jangan lupa minta pertolongan kepada Tuhan.”Pesan Pak Lurah kepada mereka. Akhirnya mereka kembali melanjutkan perjalanan.
Pada saat di depan hutan mereka bertemu dengan kakek-kakek yang berpesan kepada kakak beradik itu.”Kalau kalian ingin memusnahkan naga dan ular raksasa itu, kalian harus menemukan pedang yang ada di dalam harta karun itu. Pedang itu dapat kalian gunakan untuk melawan naga dan ular itu.” Pesan dari kakek kepada kakak beradik itu. Setelah diberi pesan, mereka segera masuk hutan dan mencari harta karun itu. Tidak lama kemudian mereka menemukan harta karun itu dan segera mengambil pedang. Setelah mengambil pedang itu,tidak lama kemudian datanglah naga dan ular raksasa.
Tidak pikir panjang, mereka langsung memenggal kepala naga dan ular. Akhirnya perjuangan mereka sudah berakhir dan naga beserta ular mati. Setelah itu, mereka segera membawa semua harta karun itu ke desa dan membagikan ke semua warga .Akhirnya perjuangan mereka selama ini tidak sia-sia
Cerita oleh Sony Dwi Kuncoro
Kupu - Kupu
Dongeng Anak Indonesia - Pada suatu hari hiduplah seekor kupu-kupu yang cantik, ia baru mengalami meta morfosis yaitu rangkaian dari telur hingga menjadi kupu-kupu yang cantik dan bisa terbang kesana kemari dengan lihainya.
Kupu-kupu tersebut sangat senang berada di sebuah bunga yaitu bunga mawar. karena bunga mawar sangat menarik dan cantik seperti dirinya selain itu juga mengeluarkan bau yang harum semerbab, sehingga membuat kupu-kupu begitu betah saat bersamanya. Begitu pun dengan mawar, ia sangat senang ditemani dan dihinggapi kupu-kupu karena membantu penyerbukanbagi si mawar. Dan mereka pun sudah akrab.
Setiap hari kupu-kupu selalu berada di dekat mawar, tapi disuatu hari kupu-kupu tampaknya tidak terlihat batang hidungnya. dan maewar pun mulai resah dan gelisah.
” Mana sih kupu-kupu ku sayang… mengapa dia dari tadi tidak tampak , sekarang dia ada di mana?”.
Begitulah rasa kegelisahan si mawar yang tampak bingung sendiri. ternyata si kupu-kupu tersebut kesasar saat terbang-terbang jauh.
”Dimana aku … tempatku sebenarnya bukan disini, aku ingin bersama si mawar“. Kata kupu-kupu sambil kebingungan .
Disaat mawar mulai menyerah dia mengingat sesuatu, ia akan mengeluarkan bau harumnya agar si kupu-kupu bisa kembali bersamanya. Dan semua itu berhasil, kupu-kupu dan mawar bersama lagi.
Keduanya sangat kegirangan dan senang. Kupu-kupu pun terbang seperti menari-nari di atas dan di samping si mawar, dan si mawar pun senang melihanya. Sungguh kisah kasih seorang sahabat yang begitu bahagia.
Dongeng Oleh Yeni
Kupu-kupu tersebut sangat senang berada di sebuah bunga yaitu bunga mawar. karena bunga mawar sangat menarik dan cantik seperti dirinya selain itu juga mengeluarkan bau yang harum semerbab, sehingga membuat kupu-kupu begitu betah saat bersamanya. Begitu pun dengan mawar, ia sangat senang ditemani dan dihinggapi kupu-kupu karena membantu penyerbukanbagi si mawar. Dan mereka pun sudah akrab.
Setiap hari kupu-kupu selalu berada di dekat mawar, tapi disuatu hari kupu-kupu tampaknya tidak terlihat batang hidungnya. dan maewar pun mulai resah dan gelisah.
” Mana sih kupu-kupu ku sayang… mengapa dia dari tadi tidak tampak , sekarang dia ada di mana?”.
Begitulah rasa kegelisahan si mawar yang tampak bingung sendiri. ternyata si kupu-kupu tersebut kesasar saat terbang-terbang jauh.
”Dimana aku … tempatku sebenarnya bukan disini, aku ingin bersama si mawar“. Kata kupu-kupu sambil kebingungan .
Disaat mawar mulai menyerah dia mengingat sesuatu, ia akan mengeluarkan bau harumnya agar si kupu-kupu bisa kembali bersamanya. Dan semua itu berhasil, kupu-kupu dan mawar bersama lagi.
Keduanya sangat kegirangan dan senang. Kupu-kupu pun terbang seperti menari-nari di atas dan di samping si mawar, dan si mawar pun senang melihanya. Sungguh kisah kasih seorang sahabat yang begitu bahagia.
Dongeng Oleh Yeni
Monday
Kura dan Tupai
Dongeng Anak Indonesia - Panas terik di tengah hutan hidup persahabatan antara tupai dan kura . Mereka bertetangga kura memilki keluarga yang sederhana namun dalam tersirat kebahagiaan.
Sedangkan tupai hidup sebatangkara karena saat ibunya mencari makanan di hutan, jeratan manusia mengenai tubuh ibunya, dan sampai saat itu belum kembali, hidup tupai selalu meminta belas kasih warga hutan.
Terutama keluarga kura yang menganggapnya seperti saudara ,dan persahabatan di gunakannya sebagai alat untuk ia manfaatkan . Walau tak banyak yang kura lakukan untuknya namun setidaknya Kura bisa mengisi ketika perut Tupai kosong, padahal kura sangat menghargai persahabatan yang mereka jalin ,
Hingga suatu hari ada warga hutan baru, ia adalah Kancil, Kancil berpindah dari hutan sebrang ke hutan tersebut karena hutan sebrang telah hangus terbakar oleh tangan jail manusia , walau rumah Kancil terbakar namun benda-benda berharganya masih bisa di selamatkan dan sekarang ia tinggal di hutan dengan menyewa sebuah villa , namun kesepian yang di rasakan Kancil karena tak ada canda tawa permainan .
Ia pergi ke perkampungan hutan , di sana ada Tupai dan Kura yang sedang asyik bermain, kancil memperkenalkan siapa dirinya dan memamerkan apa saja yang ia punya. Sifat sombong di miliki Kancil, Tupai senang dengan kehadiran kancil, namun kura tidak terlalu menyukai kancil, berbeda dengan Tupai mencoba agar kedekatanya dengan Kancil bisa menguntungkan, Kancil juga lebih suka berteman dengan Tupai dari pada Kura, Saat mereka bertiga akan bermain, Kancil dan Kura berdebat tentang apa yang akan mereka mainkan, Tupai menginginkan permainan Kancil karena apabila bisa menyelesaikan permainan itu Kancil akan memberi hadiah ke Tupai, Kancil menginginkan permainan penjelajahan , padahal ia tidak tau sama sekali seluk beluk hutan tersebut, kura tidak setuju karena terlalu berbahaya , Kura meminta tupai untuk tidak mengikuti kancil.
”Pai, sebaiknya kamu jangan ikuti permainan itu , terlalu berbahaya, aku takut kamu kenapa-kenapa .” Saran Kura dengan nada cemas.
”Kamu takut ya kalau takut jangan ajak-ajak, aku ingin hadiah itu lagian aku dan kancil berangkat bersama-sama”. Ejek Tupai
“Tapi pai..?”Sebelum melanjutkan Tupai menyahut
“udah la Ra, urus aja urusanmu , sekarang aku berteman dengan Kancil dia lebih kaya dan pandai”.sentak Tupai mengusir.
Kura menitikkan airmata dan lari pulang ke rumahnya, ia kecewa dengan kata-kat Tupai. Sedangkan Tupai dan Kancil buru-buru berangkat , namun siapa sangka dugaan Kura benar, mereka berdua tersesat di hutan yang jauh dari tempat tinggalnya, sudah dua hari mereka berdua tida kembali ke perkampungan , dan pada malam ketika kancil pergi ada pencuri yang menyelinapmasuk dan mengambil barang-barangnya.
Kura meminta warga hutan untuk mencari nya setelah menemukan kancil dan tupai kura langsung mendekati dan meminta Kancil untuk tetap sabar karena barang-barangnya telah di curi, kini kancilpun menyadari kesalahannya.
*;~A”n”_D!_M!~*
Sedangkan tupai hidup sebatangkara karena saat ibunya mencari makanan di hutan, jeratan manusia mengenai tubuh ibunya, dan sampai saat itu belum kembali, hidup tupai selalu meminta belas kasih warga hutan.
Terutama keluarga kura yang menganggapnya seperti saudara ,dan persahabatan di gunakannya sebagai alat untuk ia manfaatkan . Walau tak banyak yang kura lakukan untuknya namun setidaknya Kura bisa mengisi ketika perut Tupai kosong, padahal kura sangat menghargai persahabatan yang mereka jalin ,
Hingga suatu hari ada warga hutan baru, ia adalah Kancil, Kancil berpindah dari hutan sebrang ke hutan tersebut karena hutan sebrang telah hangus terbakar oleh tangan jail manusia , walau rumah Kancil terbakar namun benda-benda berharganya masih bisa di selamatkan dan sekarang ia tinggal di hutan dengan menyewa sebuah villa , namun kesepian yang di rasakan Kancil karena tak ada canda tawa permainan .
Ia pergi ke perkampungan hutan , di sana ada Tupai dan Kura yang sedang asyik bermain, kancil memperkenalkan siapa dirinya dan memamerkan apa saja yang ia punya. Sifat sombong di miliki Kancil, Tupai senang dengan kehadiran kancil, namun kura tidak terlalu menyukai kancil, berbeda dengan Tupai mencoba agar kedekatanya dengan Kancil bisa menguntungkan, Kancil juga lebih suka berteman dengan Tupai dari pada Kura, Saat mereka bertiga akan bermain, Kancil dan Kura berdebat tentang apa yang akan mereka mainkan, Tupai menginginkan permainan Kancil karena apabila bisa menyelesaikan permainan itu Kancil akan memberi hadiah ke Tupai, Kancil menginginkan permainan penjelajahan , padahal ia tidak tau sama sekali seluk beluk hutan tersebut, kura tidak setuju karena terlalu berbahaya , Kura meminta tupai untuk tidak mengikuti kancil.
”Pai, sebaiknya kamu jangan ikuti permainan itu , terlalu berbahaya, aku takut kamu kenapa-kenapa .” Saran Kura dengan nada cemas.
”Kamu takut ya kalau takut jangan ajak-ajak, aku ingin hadiah itu lagian aku dan kancil berangkat bersama-sama”. Ejek Tupai
“Tapi pai..?”Sebelum melanjutkan Tupai menyahut
“udah la Ra, urus aja urusanmu , sekarang aku berteman dengan Kancil dia lebih kaya dan pandai”.sentak Tupai mengusir.
Kura menitikkan airmata dan lari pulang ke rumahnya, ia kecewa dengan kata-kat Tupai. Sedangkan Tupai dan Kancil buru-buru berangkat , namun siapa sangka dugaan Kura benar, mereka berdua tersesat di hutan yang jauh dari tempat tinggalnya, sudah dua hari mereka berdua tida kembali ke perkampungan , dan pada malam ketika kancil pergi ada pencuri yang menyelinapmasuk dan mengambil barang-barangnya.
Kura meminta warga hutan untuk mencari nya setelah menemukan kancil dan tupai kura langsung mendekati dan meminta Kancil untuk tetap sabar karena barang-barangnya telah di curi, kini kancilpun menyadari kesalahannya.
*;~A”n”_D!_M!~*
Friday
Cendrawasih Yang Sombong
Dongeng Anak Indonesia - Di suatu hutan terlihat seekor Burung Cendrawasih yang sedang asyik memanjakan diri. Taklama kemudian datang segerombolan Burung Nuri, yang sedang mencari makan lalu Burung Cendrawasih pun langsung mendatanginya dan berkata
“Hei Burung Nuri untuk apa kau datang kesini, apakah kau ingin melihat buluku yang cantik dan indah ini?” ucap dengan sombong
“Kami datang kesini hanya untuk mencari makan!” sahut Nuri
“Untuk apa kalian mencari makan disini, inikan daerah kekuasaanku”
“Tapi kami mencari makan hanya untuk persediaan bsok”
“Tak peduli, entah sekarang, besok, lusa, atau kapanpun jangan pernah datang kemari, pergi kalian!” ucap mengus
Lalu Burung-burung Nuri itu enggan pergi meninggalkan wilayah hutan itu. Pada suatu hari saat Burung Cendrawasih sedang asyik memanjakan bulu-bulunya yang cantik itu, tiba-tiba datang seekor Burung Elang yang berniat memangsa Burung Cendrawasih.
Mengetahui kedatanan Burung Elang, Burung Cendrawasih ketakutan & langsung terbang meninggalan hutan, saat terbang sayap Burung Cendrawasih terjepit dahan pohon yang amat besar, sayapnyapun patah & tidak dapat terbang. Padahal Burung Elang sudah semakin mendekat, Burung Cendrawasihpun segera memintatolong, taklama kemudian segerombolan Burung Nuri itu segera menolong Burung Cendrawasih & langsung mengobatinya, setelah lukanya diobati.
Burung Cendrawasih bertanya kepadaBurung Nuri “Kenapa kalian menolongku, padahal aku sudah jahat kepada kalian?” Tanya Cendrawasih
“Tidak selamanya kejahatan dibalas dengan kejahatan, lagi pula inikan sudah kewajiban kami untuk menolong satu sama lain” sahut Nuri
“sungguh mulia hati kalian, terimakasih ya”
“ sama-sama”
Akhirnya Burung Cendrawasih sadar akan apa yang dilakukan selama ini salah & dia berjanji akan berubah &tidak akan mengulanginnya.
Dongeng Oleh Ayu
“Hei Burung Nuri untuk apa kau datang kesini, apakah kau ingin melihat buluku yang cantik dan indah ini?” ucap dengan sombong
“Kami datang kesini hanya untuk mencari makan!” sahut Nuri
“Untuk apa kalian mencari makan disini, inikan daerah kekuasaanku”
“Tapi kami mencari makan hanya untuk persediaan bsok”
“Tak peduli, entah sekarang, besok, lusa, atau kapanpun jangan pernah datang kemari, pergi kalian!” ucap mengus
Lalu Burung-burung Nuri itu enggan pergi meninggalkan wilayah hutan itu. Pada suatu hari saat Burung Cendrawasih sedang asyik memanjakan bulu-bulunya yang cantik itu, tiba-tiba datang seekor Burung Elang yang berniat memangsa Burung Cendrawasih.
Mengetahui kedatanan Burung Elang, Burung Cendrawasih ketakutan & langsung terbang meninggalan hutan, saat terbang sayap Burung Cendrawasih terjepit dahan pohon yang amat besar, sayapnyapun patah & tidak dapat terbang. Padahal Burung Elang sudah semakin mendekat, Burung Cendrawasihpun segera memintatolong, taklama kemudian segerombolan Burung Nuri itu segera menolong Burung Cendrawasih & langsung mengobatinya, setelah lukanya diobati.
Burung Cendrawasih bertanya kepadaBurung Nuri “Kenapa kalian menolongku, padahal aku sudah jahat kepada kalian?” Tanya Cendrawasih
“Tidak selamanya kejahatan dibalas dengan kejahatan, lagi pula inikan sudah kewajiban kami untuk menolong satu sama lain” sahut Nuri
“sungguh mulia hati kalian, terimakasih ya”
“ sama-sama”
Akhirnya Burung Cendrawasih sadar akan apa yang dilakukan selama ini salah & dia berjanji akan berubah &tidak akan mengulanginnya.
Dongeng Oleh Ayu
Hilangnya Sayap Kasuari
Dongeng Anak Indonesia - Pada zaman dahulu di hutan irian jaya, hiduplah seekor burung kasuari, kasuari dapat terbang seperti burung – burung lain. Bahkan pada masa itu burung kasuari dikenal dengan raja rimba. Karena berkuasa burung kasuari menjadi sombong dan serakah. Burung tersebut sering menutupi pohon yang berbuah lebat dengan sayapnya yang lebar, agar burung – burung lain tidak menikmati buah itu.
Pada suatu hari kasuari menggoncang – goncang sebuah pohon sehingga buah – buahnya berjatuhan. Tetapi ketika burung – burung lain hendak memungutnya, kasuari segera mengusirnya. Burung – burung lainpun menjadi cemas. Apabila perbuatan kasuari dibiarkan pastilah burung – burung lain akan mati kelaparan.
Atas usul burung merpati hutan,semua burung mengadakan rapat.Pagi itu semua burung penghuni hutan berkumpul. Mereka mencari akal bagaimana cara memberi pelajaran pada kasuari. Dalam perundingan itu diputuskan bahwa burung merpati hutan yang akan menghadapi kasuari. Merpati hutan menantang kasuari untuk mengadu kemampuan terbang di udara. Akan tetapi sebelum pertandingan dimulai, kasuari dan merpati hutan diberi kesempatan untuk mematahkan sayap lawannya.
Kelinci bertugas mengantarkan surat tantangan untuk kasuari.Wajah kasuari merah ketika membaca surat itu.
“Baiklah aku akan datang. Jangan lupa umumkan kepada semua penonton siapapun yang menjadi lawanku. Akan ku remuk tulang – tulangnya.” Kata kasuari.
Beberapa hari kemudian,pertandingan di mulai.Banyak burung datang melihat pertandingan itu.Tak lama kemudian kasuari tampak melayang – layang sambil tertawa mengerikan.
“Hai, siapa penantangku? Ayo jangan bersembunyi. Muncullah dan tunjukkan muka.” Tantang kasuari.
Tiba – tiba seekor burung kecil melesat di udara.”Akulah lawanmu!” teriak merpati hutan.
“Hah…..Apakah tidak salah?” Kasuari heran.
“Tidak perlu heran,mari kita mulai sekarang!” ujar merpati hutan.
Mereka mulai bertanding.Kasuari memegang sayap merpati hutan lalu memutarnya kuat – kuat. Terdengar bunyi “kretek!”. Kasuari yakin sayap merpati hutan remuk.Padahal sebenarnya itu adalah bunyi ranting yang patah yang sengaja diselipkan di bawah sayap merpati hutan.
Giliran merpati hutan memutar sayap kasuari hingga patah. Kasuari menjerit kesakitan. Sayapnya menjadi lemah.
Kemudian tiba saatnya kedua burung berlomba terbang. Burung merpati hutan melesat bebas. Ternyata kasuari tidak dapat terbang.Kasuari mengaku kalah.Dia menyadari kini dia tidak hebat lagi.Dia tidak mampu terbang lagi.Dia tak dapat lagi menutupi pohon yang berbuah lebat dengan sayapnya.
Dengan langkah gontai,kasuari mencari makan.Burung – burung lain dapat menikmati buah – buah di atas pohon.Akan tetapi kini kasuari harus puas menikmati buah - buahan yang jatuh dari atas pohon tanpa memetiknya.
Sejak saat itu kasuari memiliki sayap yang kecil dan keturunannya pun bersayap kecil sehingga Tidak dapat terbang.
Dongeng Oleh Dita N
Pada suatu hari kasuari menggoncang – goncang sebuah pohon sehingga buah – buahnya berjatuhan. Tetapi ketika burung – burung lain hendak memungutnya, kasuari segera mengusirnya. Burung – burung lainpun menjadi cemas. Apabila perbuatan kasuari dibiarkan pastilah burung – burung lain akan mati kelaparan.
Atas usul burung merpati hutan,semua burung mengadakan rapat.Pagi itu semua burung penghuni hutan berkumpul. Mereka mencari akal bagaimana cara memberi pelajaran pada kasuari. Dalam perundingan itu diputuskan bahwa burung merpati hutan yang akan menghadapi kasuari. Merpati hutan menantang kasuari untuk mengadu kemampuan terbang di udara. Akan tetapi sebelum pertandingan dimulai, kasuari dan merpati hutan diberi kesempatan untuk mematahkan sayap lawannya.
Kelinci bertugas mengantarkan surat tantangan untuk kasuari.Wajah kasuari merah ketika membaca surat itu.
“Baiklah aku akan datang. Jangan lupa umumkan kepada semua penonton siapapun yang menjadi lawanku. Akan ku remuk tulang – tulangnya.” Kata kasuari.
Beberapa hari kemudian,pertandingan di mulai.Banyak burung datang melihat pertandingan itu.Tak lama kemudian kasuari tampak melayang – layang sambil tertawa mengerikan.
“Hai, siapa penantangku? Ayo jangan bersembunyi. Muncullah dan tunjukkan muka.” Tantang kasuari.
Tiba – tiba seekor burung kecil melesat di udara.”Akulah lawanmu!” teriak merpati hutan.
“Hah…..Apakah tidak salah?” Kasuari heran.
“Tidak perlu heran,mari kita mulai sekarang!” ujar merpati hutan.
Mereka mulai bertanding.Kasuari memegang sayap merpati hutan lalu memutarnya kuat – kuat. Terdengar bunyi “kretek!”. Kasuari yakin sayap merpati hutan remuk.Padahal sebenarnya itu adalah bunyi ranting yang patah yang sengaja diselipkan di bawah sayap merpati hutan.
Giliran merpati hutan memutar sayap kasuari hingga patah. Kasuari menjerit kesakitan. Sayapnya menjadi lemah.
Kemudian tiba saatnya kedua burung berlomba terbang. Burung merpati hutan melesat bebas. Ternyata kasuari tidak dapat terbang.Kasuari mengaku kalah.Dia menyadari kini dia tidak hebat lagi.Dia tidak mampu terbang lagi.Dia tak dapat lagi menutupi pohon yang berbuah lebat dengan sayapnya.
Dengan langkah gontai,kasuari mencari makan.Burung – burung lain dapat menikmati buah – buah di atas pohon.Akan tetapi kini kasuari harus puas menikmati buah - buahan yang jatuh dari atas pohon tanpa memetiknya.
Sejak saat itu kasuari memiliki sayap yang kecil dan keturunannya pun bersayap kecil sehingga Tidak dapat terbang.
Dongeng Oleh Dita N
Merak Yang Sombong
Dongeng Anak Indonesia - Merak tinggal di hutan lindung bersama banyak binatang lainya. Merak mempunyai kebiasaan sendiri yang tak dimiliki hewan-hewan lainya, Merak selalu jalan-jalan pada waktu pagi hari.Jika ia bertemu dengan penghuni hutan lainya dia selalu memamerkan keindahan bulu-bulunya yang berwarna hijau kebiru-biruan dan sangat mengkilap.
Pada suatu pagi dia berjalan-jalan sambil mencari makanan dan ia bertemu dengan itik.Seperti biasanya dia selalu memamerkan keindahan bulu-bulunya
“hai itik lihat buluku ini indah bukan”
“iya bulumu memang indah merak”
“tentunya buluku indah tidak seperti bulumu yang kotor dan bau itu….hahahaha”
“jangan suka mengejek kamu merak ,meskipun buluku jelek tetapi aku tidak sombong dan aku punya teman banyk tidak sepertimu”
“tapi kan memang benar bulumu itu kotor ,jelek dan bau…hahaha”
Tanpa berkata lagi itik itu pergi karena dia sudah jengkel dengan merak itu. Merak dari dahulu memang sifatnya tidak berubah dia tetap suka mengejek penghuni hutan lainya.Merak pun juga pergi dan dia jalan sambil berfikir apa yang dikatakan itik itu benar kalau dia itu suka mengejek dan sangat sombong.
Akhirnya merak pun menyadari semua perbuatanya itu salah dan dia minta maaf kepada semua penghuni hutan yang pernah diejek dan disakitinya. Semua penghuni hutan pun memaafkan merak dan mereka semua kini berteman dan tidak ada lagi yang saling mengejek diantara mereka.
Dongeng Oleh Dita N
Pada suatu pagi dia berjalan-jalan sambil mencari makanan dan ia bertemu dengan itik.Seperti biasanya dia selalu memamerkan keindahan bulu-bulunya
“hai itik lihat buluku ini indah bukan”
“iya bulumu memang indah merak”
“tentunya buluku indah tidak seperti bulumu yang kotor dan bau itu….hahahaha”
“jangan suka mengejek kamu merak ,meskipun buluku jelek tetapi aku tidak sombong dan aku punya teman banyk tidak sepertimu”
“tapi kan memang benar bulumu itu kotor ,jelek dan bau…hahaha”
Tanpa berkata lagi itik itu pergi karena dia sudah jengkel dengan merak itu. Merak dari dahulu memang sifatnya tidak berubah dia tetap suka mengejek penghuni hutan lainya.Merak pun juga pergi dan dia jalan sambil berfikir apa yang dikatakan itik itu benar kalau dia itu suka mengejek dan sangat sombong.
Akhirnya merak pun menyadari semua perbuatanya itu salah dan dia minta maaf kepada semua penghuni hutan yang pernah diejek dan disakitinya. Semua penghuni hutan pun memaafkan merak dan mereka semua kini berteman dan tidak ada lagi yang saling mengejek diantara mereka.
Dongeng Oleh Dita N
Thursday
Kera-Kera Yang Pandai
Indonesian Scouts Journey - Zaman dahulu kala ada sekelompok kera kera yang tinggal disebuah hutan pedalaman.Hutan itu merupakan tempat yang sangat indah dengan pohon buah-buahan yang banyak sekali. Mereka menyukainya dan menjadikan tempat itu sebagai tempat tinggalnya. Kera-kera itu hidup dengan bahagianya. Tetapi rajanya mudah khawatir.
Suatu hari ia memanggil kelompoknya untuk berkumpul.
“Hai semuanya,harap berkumpul kemari.” Teriak sang raja. Para kera tergesa-gesa menemui rajanya.
“Kalian harus waspada dalam hutan ini.ada beberapa batang pohon yang buahnya beracun. Jangan sekali-sekali dekat-dekat dengan pohon itu. Danau yang luas dalam hutan ini juga sangat angker. Di situ ada seorang raksasa yang tinggal di dalamnya. Jangan minum air dalam danau itu atau raksasa itu akan membunuhmu.” Kata raja sembari mengingatkan. Kera kera nampak ketakutan.mereka semua berjanji dan bubar pergi.
Pada suatu hari,kera kera itu berkeliaran mencari makanan. Mereka masuk ke dalam hutan. Suasananya ketika itu sangat panas dan mereka merasa haus.
“ Ada sebuah danau yang luas tapi tidak jauh dari sini. Ayo kita minum air disana.” Kata seekor kera coklat kecil.
“Tunggu!”Sergah seekor kera besar.”Jangan mendekat ke danau itu. Apakah kalian tidak ingat yang dikatakan raja kita? Seorang raksasa tinggal di dalamnya.
Akhirnya kera-kera yang kehausan itu segera menemui rajanya.”Wahai raja, apa yang harus kita lakukan sekarang? Kami sangat haus. Bolehkah kami minum air danau itu?” kata seekor kera yang lumayan besar.
“Tidak,tunggu sebentar. Biarkan aku berpikir dulu.” Kata raja. Ia berfikir keras.
Tiba-tiba air danau bergelombang, muncullah raksasa dari dalam danau. Sosok tubuhnya sebesar gunung.
“Apa maumu?!”Teriak raksasa dengan garangnya. Awalnya para kera itu ketakutan. Kemudian mereka berkata,
“Wahai raksasa, kami semua sangat kehausan. Mohon perbolehkan kami minum disini beberapa teguk saja.”
“Huahaahahahah........” Raksasaitu tertawa, ”mereka yang berani minum airku ini akan mati.” Ucap raksasa. Raja kera hanya tersenyum.
“Kami semua akan minum air danaumu ini dan kami tak ingin mati.”kata raja.
“Bagaimana kalian akan melakukannya?” Tanya si raksasa terkejut,”Karnaku akan memangsa siapapun yang memasuki danauku.”Tambah raksasa.
“Kami tak akan masuk dalam danaumu. Tunggu dan perhatikan sajalah.” Kata sang raja sambil berlalu. Ker-kera lain mengikutinya segera. Mereka sampai di rerimbunan pohon bambu.
“Ambil buluh-buluh bambu sebanyak-banyaknya !” Perintah raja.kera-kera itu mulai mengumpulkan buluh-buluh bambu. Raja mulai memilih batang-batang bambu yg lubangnya tembus. Ia menyambung buluh-buluh itu satu persatu hingga mendapatkan sebelah bambu panjang seperti sebatang pipa. Kemudian kera-kera itu membawanya ke danau. Rajanya mencelupkan salah satu ujungnya ke dalam air dan ujung satunya masih berada di daratan.
“Apa yang anda lakukan sekarang?”tanya kera-kera dengan heran.
“Aku akan menghisap air di ujung ini. Tunggu dan perhatikan saja.” Kata sang raja dengan tegas.
Ia menaruh ujung pipa itu ke dalam mulutnya,lalu mulai menghisapnya.
Setelah menghisap semakin kuat akhirnya air mengalir keluar dengan suara keras.’Jooooooooosssssssss!” Kera –kera itu melompat-lompat kegirangan. Air dari danau mengalir keluar dari pipa itu.
“Sekarang kita dapat minum air sebanyak-banyaknya dan sesuka kita!” Teriak para kera-kera sambil berlompat-lompat.bak anak kecil sedang menemukan sesuatu ajaib.
Tiba-tiba raksasa itu keluar dari dalam danau. Ia menyaksikan kera-kera itu minum air dengan rakusnya. Dipenuhi rasa marah, ia berteriak keras. Matanya yang bundar dan menonjol itu berubah merah. Ia membuka mulutnya lebar-lebar untuk memperlihatkan gigi-giginya yang putih besar itu.
Tapi kera-kera itu hanya tertawa saja. Mereka tidak merasa takut. Si raksasa tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka semuanya aman di luar danau. Mereka minum banyak air disiang hari itu dan akhirnya kembali pulang.
Dongeng oleh Dita F
Suatu hari ia memanggil kelompoknya untuk berkumpul.
“Hai semuanya,harap berkumpul kemari.” Teriak sang raja. Para kera tergesa-gesa menemui rajanya.
“Kalian harus waspada dalam hutan ini.ada beberapa batang pohon yang buahnya beracun. Jangan sekali-sekali dekat-dekat dengan pohon itu. Danau yang luas dalam hutan ini juga sangat angker. Di situ ada seorang raksasa yang tinggal di dalamnya. Jangan minum air dalam danau itu atau raksasa itu akan membunuhmu.” Kata raja sembari mengingatkan. Kera kera nampak ketakutan.mereka semua berjanji dan bubar pergi.
Pada suatu hari,kera kera itu berkeliaran mencari makanan. Mereka masuk ke dalam hutan. Suasananya ketika itu sangat panas dan mereka merasa haus.
“ Ada sebuah danau yang luas tapi tidak jauh dari sini. Ayo kita minum air disana.” Kata seekor kera coklat kecil.
“Tunggu!”Sergah seekor kera besar.”Jangan mendekat ke danau itu. Apakah kalian tidak ingat yang dikatakan raja kita? Seorang raksasa tinggal di dalamnya.
Akhirnya kera-kera yang kehausan itu segera menemui rajanya.”Wahai raja, apa yang harus kita lakukan sekarang? Kami sangat haus. Bolehkah kami minum air danau itu?” kata seekor kera yang lumayan besar.
“Tidak,tunggu sebentar. Biarkan aku berpikir dulu.” Kata raja. Ia berfikir keras.
Tiba-tiba air danau bergelombang, muncullah raksasa dari dalam danau. Sosok tubuhnya sebesar gunung.
“Apa maumu?!”Teriak raksasa dengan garangnya. Awalnya para kera itu ketakutan. Kemudian mereka berkata,
“Wahai raksasa, kami semua sangat kehausan. Mohon perbolehkan kami minum disini beberapa teguk saja.”
“Huahaahahahah........” Raksasaitu tertawa, ”mereka yang berani minum airku ini akan mati.” Ucap raksasa. Raja kera hanya tersenyum.
“Kami semua akan minum air danaumu ini dan kami tak ingin mati.”kata raja.
“Bagaimana kalian akan melakukannya?” Tanya si raksasa terkejut,”Karnaku akan memangsa siapapun yang memasuki danauku.”Tambah raksasa.
“Kami tak akan masuk dalam danaumu. Tunggu dan perhatikan sajalah.” Kata sang raja sambil berlalu. Ker-kera lain mengikutinya segera. Mereka sampai di rerimbunan pohon bambu.
“Ambil buluh-buluh bambu sebanyak-banyaknya !” Perintah raja.kera-kera itu mulai mengumpulkan buluh-buluh bambu. Raja mulai memilih batang-batang bambu yg lubangnya tembus. Ia menyambung buluh-buluh itu satu persatu hingga mendapatkan sebelah bambu panjang seperti sebatang pipa. Kemudian kera-kera itu membawanya ke danau. Rajanya mencelupkan salah satu ujungnya ke dalam air dan ujung satunya masih berada di daratan.
“Apa yang anda lakukan sekarang?”tanya kera-kera dengan heran.
“Aku akan menghisap air di ujung ini. Tunggu dan perhatikan saja.” Kata sang raja dengan tegas.
Ia menaruh ujung pipa itu ke dalam mulutnya,lalu mulai menghisapnya.
Setelah menghisap semakin kuat akhirnya air mengalir keluar dengan suara keras.’Jooooooooosssssssss!” Kera –kera itu melompat-lompat kegirangan. Air dari danau mengalir keluar dari pipa itu.
“Sekarang kita dapat minum air sebanyak-banyaknya dan sesuka kita!” Teriak para kera-kera sambil berlompat-lompat.bak anak kecil sedang menemukan sesuatu ajaib.
Tiba-tiba raksasa itu keluar dari dalam danau. Ia menyaksikan kera-kera itu minum air dengan rakusnya. Dipenuhi rasa marah, ia berteriak keras. Matanya yang bundar dan menonjol itu berubah merah. Ia membuka mulutnya lebar-lebar untuk memperlihatkan gigi-giginya yang putih besar itu.
Tapi kera-kera itu hanya tertawa saja. Mereka tidak merasa takut. Si raksasa tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka semuanya aman di luar danau. Mereka minum banyak air disiang hari itu dan akhirnya kembali pulang.
Dongeng oleh Dita F
Wednesday
Istana Hantu
Dongeng Anak Inodnesia - Zaman, ketika peri-peri dan tukang sihir masih berkeliaran memamerkan kesaktiannya. Ketika perang masih berkecamuk dimana-mana, ketika alam menjadi liar tanpa hawa, hiduplah dua kakak beradik, laki-laki dan perempuan. Mereka tinggal dalam istana yang indah. Bunga-bunga dan pohon buah-buahan tumbuh subur di kebun istana. Tangan-tangan tak terlihat mengatur semua itu. Hidup mereka sehari-hari, bagi kakak beradik itu sendiri merupakan misteri.
Di dalam perpustakaan istana, buku-buku membuka dan bersuara membaca sendiri. Mereka mengajarkan aneka pengetahuan kepada kedua bersaudara itu. Kedua anak itu tidak takut, karena sejauh mereka bisa mengingat, sejak dulu memang begitu keadaan istana mereka.
Ketika kedua kakak b eradik itu dewasa, mereka sering berdiri di menara istana dan memandang ke arah pedusunan. Apa yang mereka lihat membuat mereka tak ingin meninggalkan istana. Di sana selalu nampak ada perang. Pasukan-pasukan prajurit berderap merampas sawah ladang. Kadang-kadang mereka berperang sesama dan membakar rumah-rumah.
Ketika kedua anak itu masih kecil, gelombang pasukan itu sering kali berbelok ke arah istana. Mereka berfikir dalam istana indah itu pasti tersembunyi harta yang sangat berharga. Prajurit-prajurit itu benar. Istana itu di lengkapi dengan perabot-perabot yang mahal. Pakaian kedua penghuninya indah dan mewah. Peti perhiasan tergeletak begitu saja di meja hias si gadis. Peti-peti sarat dengan muatan emas ada dimana-mana.
Namun belum pernah ada seorang prajurit pun yang berhasil mencuri sesuatu dari istana tersebut. Istana itu seperti di kelilingi dinding yang tak terliat. Jika ada yang mencoba mendekat, udara di sekeliling dinding istana seolah-olah menebal dan menggulung mereka. Rasanya seperti berjalan di atas lumpur hidup, meski di sekitarnya yang nampak hanya pemandangan pedusunan yang aman dan damai. Sehingga orang-orang mengatakan bahwa istana itu di huni hantu. Mereka tak seorang pun berani mencoba berani mendekati istana tersebut.
Shihira, nama gadis itu, yang tak mengerti kehidupan lain di luar dinding istana. Dia sudah terbiasa di layani oleh pelayan-pelayan yang tak terlihat oleh mata. Seiryo, kakaknya, masih bisa mengingat ibunya yang cantik jelita serta ayahnya, seorang bangsawan tampan penguasa istana itu. Sering kali Seiryo berdiri memandangi sebuah patung di taman istana. Patung itu nampak cantik sekali. Mungkin dulu ada seorang wanita anggun yang sedang berjalan-jalan, yang kemudian tiba-tiba membeku menjadi batu.
“Ibu..., ibu...!” bisik Seiryo. “Mengapa ibu diam membeku? Aku yakin, kamu adalah ibuku. Mengapa aku dan Shihira tinggal dalam istana angker ini?” kata Seiryo sekali lagi. Ia menatap lekat wajah patung itu. Beberapa detik kemudian tanpa ia sadari, air mata membasahi pipinya yang tampan itu. Ia terisak pelan.
Pada suatu hari di musim panas, ketika Seiryo bersama adiknya sedang memandangi pedusunan dari puncak menara istana, mereka melihat ada perubahan. Tak ada lagi prajurit-prajurit yang berperang di sana. Penduduk keluar dari persembunyian mereka di gunung dan membangun kembali desa mereka yang porak-poranda. Kakak beradik itu tersenyum melihatnya dan merasa senang. Tiba-tiba mereka terkejut ketika muncul seorang penunggang kuda mendekati gerbang istana. Tak ada lagi dinding ajaib yang menghalanginya. Penunggang kuda itu masuk istana yang megah tersebut dan memanggil mereka.
“Perang telah usai! Majikanku, Panglima Janggut Merah, telah mengalahkan dan mengusir musuh. Negeri kita sudah aman. Dia adalah panglima yang pandai dan bijaksana. Tetapi sayang, dia tak bisa memecahkan rahasia Burung Biru. Para penasihatnya mengatakan, hanya mereka yang tinggal di istana angker ini yang dapat memecahkan rahasia itu. Di utusnya aku mengundang kalian untuk menghadapnya dan memecahkan misteri ini!” katanya menjelaskan panjang lebar. Seiryo dan Shihira sangat gembira mendengar penjelasan prajurit itu. Mereka juga merasa lega karena perang telah usai dan dinding ajaib yang mengililingi istana mereka tampaknya sudah hilang.
Sekarang Seiryo dan Shihira sudah bisa pergi ke desa sekitar, berkenalan dengan pemuda-pemudi yang sebaya dengan mereka serta hidup wajar seperti orang-orang lainnya. Tetapi Seiryo dan Shihira tidak tau apa-apa tentang Burung Biru. Apa yang harus di lakukan ? mereka juga tak ingin membuat Panglima Jamggut Merah marah. Tiba-tiba mereka mendengar suara merdu yang memanggil-manggil mereka. Terlihat patung wanita anggun itu tiba-tiba hidup kembali. Ia melangkah menghampiri mereka.
“Ibu!” serentak kedua kakak beradik memanggil wanita itu. Mereka berpelukan erat, seolah-olah seperti baru pertama kali bertemu. Pelan-pelan Shihira terisak.
“Perang sudah usai, begitu pula sihir yang melingkupi istana ini,” kata wanita itu sambil tersenyum.
“Bertahun-tahun yang lalu, ayah kalian pergi berperang bersama pasukannya. Kudengar dia gugur, lalu kesedihanku membuatku beku jadi batu. Kalian berdua tinggal sendiri, tapi Dewa Gunung merasa iba. Di sihirnya istana ini supaya kalian selamat sampai perang selesai. Kemudian dia mencari ayah kalian dan menemukannya dalam keadaan luka parah. Di sihirnya ayah kalian menjadi Burung Biru yang tinggal dalam sangkar emas. Dia berjanji, ayah kalian akan hidup bahagia di sanngkarnya sampai perang selesai.” Wanita itu menarik nafas panjang.
“Siapa pun yang berani mencoba menyentuh burung itu sebelum perang usai mereka akan berubah menjadi batu,” lanjut wanita cantik itu. Seiryo dan Shihira saling berpandangan serta menyimak kata-kata sang bunda.
“Tetapi jika salah satu dari kalian ke sana, dan berteriak ‘AYAH’, maka patung-patung itu kembali ke wujudnya semula. Sekaligus Burung Biru itu akan berubah menjadi sosok ayah kalian.” Kata wanita itu dengan gembira. Seiryo merasa sangat senang dengan apa yang di katakan sang bunda. Shihira mengusap air matanya dengan perasaan gembira pula. Ia mengikuti prajurit yang menunjukkan jalan ke tempat Burung Biru di lereng pegunungan.
“Ayah!” seru Shihira ketika sampai di tempat Burung Biru yang berada dalam sangkarnya. Ia menyentuh sangkar tersebut. Tiba-tiba berdiri di hadapan Shihira, seorang laki-laki yang di yakini sebagai ayahnya. Ia memeluk sang ayah erat. Seiryo dan wanita cantik itu pun berlari menyusul Shihira. Mereka semua menangis haru dengan pertemuan itu. Semua berpelukan erat dengan tangis bercampur bahagia. Permulaan kisah-kisah, serta keluarga baru yang begitu bahagianya kan menghiasi awal dari segalanya dan patung-patung di sekitarnya juga berubah kembali menjadi manusia. Semua selamat berkat kesaktian Dewa Gunung.
Dongeng Oleh Dita F
Dongeng Oleh Dita F
Tuesday
Buah Kejujuran
Dongeng Anak Indonesia - Di tepi pantai selatan hiduplah seorang nelayan miskin. Ia tinggal bersama dengan istrinya. Orang – orang biasa memanggilnya Mbah Lurus karena ia selalu memakai kail yang lurus sewaktu memancing di laut. Setiap mengail Mbah Lurus tidak pernah mendapat ikan. “Mengapa” ???
Ternyata karena ia selalu memakai kail yang lurus sehingga tidak dapat mengaitkan mulut ikan pada mata kailnya.
Tidak lama kemudian Raja Ikan mengetahui hal itu. Ia lalu mengumpulkan rakyat ikan. Raja ikan menyuruh rakyat ikan untuk mengucapkan terima kasih.
Raja ikan memerintahkan seekor ikan besar menelan berlian. Dan ikan itupun berhasil di pancing oleh Pak Lurus. Ia sangat senang, namun sesampainya di rumah, ikan itu tidak boleh di masak. Oleh pak Lurus ikan itu diberikan kepada Raja Seberang.
Dengan menumpang perahu yang besar, Pak Lurus mnyerahkan ikan itu kepada Raja di seberang. Raja sangat berterima kasih. Ia memberikan hadiah kepada pak Lurus. Ketika ikan itu di belah, muncul sebutir berlian yang sangat besar dari perutnya.
Pak Lurus pun di beri tambahan hadiah oleh Raja. Ia pulang dengan membawa tujuh peti. Peti itu berisi beras, pakaian, uang, dan sebagainya. Pak Lurus sangat senang karena ia kini menjadi kaya. Uang tersebut di gunakan untuk membli sawah, ladang, ternak dan lain-lain. Sejak saat itu,
Pak Lurus menjadi orang yang kaya raya. Tetapi ia tidak sombong. Ia tetap menjadi orang yang dermawan.
Setelah sekian lama, Raja pun menjadi iri hati karena kekayaan yang dimiliki Pak Lurus semakin hari semakin bertambah banyak. Baginda memerintahkan untuk memeanggil Pak Lurus. Pak Lurus di beri sayembara.
Suatu ketika Pak Lurus diminta untuk menemukan seratus ribu jarum yang tenggelam di laut. Kalau Pak Lurus tidak dapat menemukannya, ia akan mendapat hukuman. Akhirnya dengan pertolongan seekor ikan, jarum itu berhasil di temukan.
Namun, Raja belum puas juga. Ia masih menyuruh Pak Lurus untuk mencari pedang biru. Pedang biru itu di simpan oleh Buaya Putih. Pedang biru hanya dapat di ambil sendiri oleh sang Raja. Pada hari yang ditentukan, sang Raja pergi ke tepi sungai. Ketika akan melangkahkan kaki ke air,
Buaya Putih langsung menyambar lalu membawanya ke dasar sungai. Semua rakyat merasa senang karena ia adalah Raja yang tamak dan gila harta.
Atas persetujuan rakyat, Pak Lurus di jadikan sebagi Raja baru menggantikan Raja tamak tersebut. Ia menjadi Raja yang dermawan dan penuh kebijaksanaan. Kini negeri itu menjadi tenteram, aman dan damai.
Oleh : Ilham Malik
Ternyata karena ia selalu memakai kail yang lurus sehingga tidak dapat mengaitkan mulut ikan pada mata kailnya.
Tidak lama kemudian Raja Ikan mengetahui hal itu. Ia lalu mengumpulkan rakyat ikan. Raja ikan menyuruh rakyat ikan untuk mengucapkan terima kasih.
Raja ikan memerintahkan seekor ikan besar menelan berlian. Dan ikan itupun berhasil di pancing oleh Pak Lurus. Ia sangat senang, namun sesampainya di rumah, ikan itu tidak boleh di masak. Oleh pak Lurus ikan itu diberikan kepada Raja Seberang.
Dengan menumpang perahu yang besar, Pak Lurus mnyerahkan ikan itu kepada Raja di seberang. Raja sangat berterima kasih. Ia memberikan hadiah kepada pak Lurus. Ketika ikan itu di belah, muncul sebutir berlian yang sangat besar dari perutnya.
Pak Lurus pun di beri tambahan hadiah oleh Raja. Ia pulang dengan membawa tujuh peti. Peti itu berisi beras, pakaian, uang, dan sebagainya. Pak Lurus sangat senang karena ia kini menjadi kaya. Uang tersebut di gunakan untuk membli sawah, ladang, ternak dan lain-lain. Sejak saat itu,
Pak Lurus menjadi orang yang kaya raya. Tetapi ia tidak sombong. Ia tetap menjadi orang yang dermawan.
Setelah sekian lama, Raja pun menjadi iri hati karena kekayaan yang dimiliki Pak Lurus semakin hari semakin bertambah banyak. Baginda memerintahkan untuk memeanggil Pak Lurus. Pak Lurus di beri sayembara.
Suatu ketika Pak Lurus diminta untuk menemukan seratus ribu jarum yang tenggelam di laut. Kalau Pak Lurus tidak dapat menemukannya, ia akan mendapat hukuman. Akhirnya dengan pertolongan seekor ikan, jarum itu berhasil di temukan.
Namun, Raja belum puas juga. Ia masih menyuruh Pak Lurus untuk mencari pedang biru. Pedang biru itu di simpan oleh Buaya Putih. Pedang biru hanya dapat di ambil sendiri oleh sang Raja. Pada hari yang ditentukan, sang Raja pergi ke tepi sungai. Ketika akan melangkahkan kaki ke air,
Buaya Putih langsung menyambar lalu membawanya ke dasar sungai. Semua rakyat merasa senang karena ia adalah Raja yang tamak dan gila harta.
Atas persetujuan rakyat, Pak Lurus di jadikan sebagi Raja baru menggantikan Raja tamak tersebut. Ia menjadi Raja yang dermawan dan penuh kebijaksanaan. Kini negeri itu menjadi tenteram, aman dan damai.
Oleh : Ilham Malik
Si Kaya dan Si Miskin
Dongeng Anak Indonesia - Pada zaman dahulu hiduplah seorang yang kaya raya. Ia tinggal tidak jauh dari rumah seorang yang sangat miskin. Rumah orang kaya itu sangat besar dan indah.
Sebaliknya, rumah orang miskin itu kecil, sederhana, dan hanya terdiri dari bilik – bilik bambu.
Suatu sore lewatlah seorang kakek tua dari luar desa dan tidak beberapa lama kemudian malam pun tiba. Kakek itu datang ke rumah orang kaya hendak bermalam. Ia kemudian mengetuk pintu. Ketika kakek itu datang, Si Kaya langsung marah – marah. Dan kakek itupun merasa sakit hati karenanya. Ia lalu pergi ke tengah kegelapan malam.
Belum jauh berjalan, terdengar suara kaki orang yang berlari dari belakangnya.
“kakek, kakek berhentilah !!!” panggil Si miskin. Si Miskin mengajak kakek bermalam di rumahnya. Kakek pun merasa senang. Mereka pun berjalan berdua menuju rumah yang kecil dan sederhana itu. Setelah sampai di rumah, istri Si Miskin memasak, lalu mereka makan malam bersama – sama. Saat tiba waktu tidur, Si Miskin memberikan tempat tidur satu – satunya untuk kakek.
Pada saat fajar tiba, kakek terbangun. Setelah melaksanakan ibadah, mereka minum kopi dan sarapan pagi. Sebelum pergi, tidak lupa kakek mengucapkan terima kasih kepada Si MIskin. Bahkan, ia meminta Si Miskin untuk mengemukakan tiga keinginannya. Si Miskin meminta sehat, dapat makan dengan cukup, serta meminta rumah yang besar dan indah.
Ketika Si Miskin pulang dari ladang, ia tidak melihat rumahnya lagi. Kini tempat tinggalnya berubah menjadi rumah yang indah dan megah. Anak istrinya berpakaian bagus. Mereka mempunyai tempat tidur yang indah. Banyak pula makanan dan minuman.
Si Kaya melihat rumah Si Miskin yang sekarang. Ia menjadi iri Si Kaya datang ke rumah Si Miskin. Ia menanyakan apa yang terjadi. Si Miskin pun menceritakan semuanya dengan jujur. Dengan naik kuda Si Kaya mengejar kakek yang baru pergi dari rumah Si Miskin itu. Ia berpesan agar dalam perjalanan, Si Kaya menyebutkan apa yang jadi permohonannya. Dan tiba – tiba kudanya berlari dengan cepat.
“Diam, akan kupatahkan lehermu,!” bentak Si Kaya. Mendadak kuda itu jatuh dan kakinya patah. Si Kaya pun akhirnya pulang dengan hanya membawa pelananya saja.
Hidup Si Kaya tidak bahagia karena hatinya selalu diliputi rasa iri dan dendam. Si MIskin walaupun sudah kaya, tetap sederhana dan suka menolong tetangganya.
Oleh : Ilham Malik
Sebaliknya, rumah orang miskin itu kecil, sederhana, dan hanya terdiri dari bilik – bilik bambu.
Suatu sore lewatlah seorang kakek tua dari luar desa dan tidak beberapa lama kemudian malam pun tiba. Kakek itu datang ke rumah orang kaya hendak bermalam. Ia kemudian mengetuk pintu. Ketika kakek itu datang, Si Kaya langsung marah – marah. Dan kakek itupun merasa sakit hati karenanya. Ia lalu pergi ke tengah kegelapan malam.
Belum jauh berjalan, terdengar suara kaki orang yang berlari dari belakangnya.
“kakek, kakek berhentilah !!!” panggil Si miskin. Si Miskin mengajak kakek bermalam di rumahnya. Kakek pun merasa senang. Mereka pun berjalan berdua menuju rumah yang kecil dan sederhana itu. Setelah sampai di rumah, istri Si Miskin memasak, lalu mereka makan malam bersama – sama. Saat tiba waktu tidur, Si Miskin memberikan tempat tidur satu – satunya untuk kakek.
Pada saat fajar tiba, kakek terbangun. Setelah melaksanakan ibadah, mereka minum kopi dan sarapan pagi. Sebelum pergi, tidak lupa kakek mengucapkan terima kasih kepada Si MIskin. Bahkan, ia meminta Si Miskin untuk mengemukakan tiga keinginannya. Si Miskin meminta sehat, dapat makan dengan cukup, serta meminta rumah yang besar dan indah.
Ketika Si Miskin pulang dari ladang, ia tidak melihat rumahnya lagi. Kini tempat tinggalnya berubah menjadi rumah yang indah dan megah. Anak istrinya berpakaian bagus. Mereka mempunyai tempat tidur yang indah. Banyak pula makanan dan minuman.
Si Kaya melihat rumah Si Miskin yang sekarang. Ia menjadi iri Si Kaya datang ke rumah Si Miskin. Ia menanyakan apa yang terjadi. Si Miskin pun menceritakan semuanya dengan jujur. Dengan naik kuda Si Kaya mengejar kakek yang baru pergi dari rumah Si Miskin itu. Ia berpesan agar dalam perjalanan, Si Kaya menyebutkan apa yang jadi permohonannya. Dan tiba – tiba kudanya berlari dengan cepat.
“Diam, akan kupatahkan lehermu,!” bentak Si Kaya. Mendadak kuda itu jatuh dan kakinya patah. Si Kaya pun akhirnya pulang dengan hanya membawa pelananya saja.
Hidup Si Kaya tidak bahagia karena hatinya selalu diliputi rasa iri dan dendam. Si MIskin walaupun sudah kaya, tetap sederhana dan suka menolong tetangganya.
Oleh : Ilham Malik
Monday
Persahabatan Kancil dan Singa
Dongeng Anak Indonesia - Pada suatu hari ada seekor anak kancil yang tersesat di hutan sewaktu ia diajak ibunya mencari makanan. Pada saat itu hari sudah mulai gelap anak kancil itu diajak pulang oleh ibunya tapi dia menolak karena dia masih ingin bermain di hutan itu.
”Nak, ayo kita pulang hari sudah mulai gelap, nanti kita bisa dimakan singa kalau terlalu malam di hutan” Ajak ibunya
“Iya sebentar bu aku masih mau main disini” Jawabnya. Tapi ibunya tetap memaksa pulang, tetapi dia tidak mau pulang.
“Ayo nak kita pulang” Paksa ibu kancil itu.
“Iya bu ,ibu jalan dulu saja nanti aku menyusulnya” Jawab anak kancil itu
“Iya sudah kalau begitu, tapi kamu cepat menyusul ibu ya” Kata ibu kancil lagi.
Setelah selesai bermain di hutan, dia langsung pergi menyusul ibunya tetapi ibunya sudah tidak ada . Anak kancil itu terus memanggil-manggil ibunya tapi tidak ada jawaban dari ibunya. Akhirny dia berjalan menyusuri hutan dan dia bertemu dengan anak singa, dia pun sangat ketakutan sekali.
“Jangan makan aku ,aku mohon“ Rengek anak kancil itu
“Jangan takut, aku tidak akan memakanmu” Jawab anak singa.
“Apa kamu serius??” Kata anak kancil lagi.
“Iya, aku serius. Tapi kenapa kamu menangis, dan kamu ini masih kecil kenapa kamu tidak bersama ibumu” Tanya anak singa penasaran
“Aku tadi bersama ibuku tetapi ibuku aku suruh pulang dahulu dan aku akan menyusulnya tetapi waktu aku menyusul ibuku, ibu sudah tidak ada dan akhirnya aku berjalan kesini”jelasnya
“Jadi begitu ceritanya, kamu ikut aku pulang saja ya kancil, Aku kasihan padamu karena ini sudah malam lebih baik kau pulang kerumahku saja” Ajak anak singa
“Baiklah aku ikut denganmu saja” Jawabnya .
Mereka berduapun berjalan ke rumah singa ,dan anak kancil itu sudah tidak takut lagi. sesampainya dirumah anak singa, diapun ditanya oleh Sang Raja Hutan, ayah anak Singa.
“Siapa temanmu ini, mengapa dia kamu bawa kesini kalau ibunya mencari bagaimana??”
Singa kecil itu menceritakan semuanya pada ayahnya dan anak kancil itu kini tinggal dirumah singa itu ,mereka berteman hingga mereka dewasa kemana-manapun selalu berdua .
Oleh Dita N.
”Nak, ayo kita pulang hari sudah mulai gelap, nanti kita bisa dimakan singa kalau terlalu malam di hutan” Ajak ibunya
“Iya sebentar bu aku masih mau main disini” Jawabnya. Tapi ibunya tetap memaksa pulang, tetapi dia tidak mau pulang.
“Ayo nak kita pulang” Paksa ibu kancil itu.
“Iya bu ,ibu jalan dulu saja nanti aku menyusulnya” Jawab anak kancil itu
“Iya sudah kalau begitu, tapi kamu cepat menyusul ibu ya” Kata ibu kancil lagi.
Setelah selesai bermain di hutan, dia langsung pergi menyusul ibunya tetapi ibunya sudah tidak ada . Anak kancil itu terus memanggil-manggil ibunya tapi tidak ada jawaban dari ibunya. Akhirny dia berjalan menyusuri hutan dan dia bertemu dengan anak singa, dia pun sangat ketakutan sekali.
“Jangan makan aku ,aku mohon“ Rengek anak kancil itu
“Jangan takut, aku tidak akan memakanmu” Jawab anak singa.
“Apa kamu serius??” Kata anak kancil lagi.
“Iya, aku serius. Tapi kenapa kamu menangis, dan kamu ini masih kecil kenapa kamu tidak bersama ibumu” Tanya anak singa penasaran
“Aku tadi bersama ibuku tetapi ibuku aku suruh pulang dahulu dan aku akan menyusulnya tetapi waktu aku menyusul ibuku, ibu sudah tidak ada dan akhirnya aku berjalan kesini”jelasnya
“Jadi begitu ceritanya, kamu ikut aku pulang saja ya kancil, Aku kasihan padamu karena ini sudah malam lebih baik kau pulang kerumahku saja” Ajak anak singa
“Baiklah aku ikut denganmu saja” Jawabnya .
Mereka berduapun berjalan ke rumah singa ,dan anak kancil itu sudah tidak takut lagi. sesampainya dirumah anak singa, diapun ditanya oleh Sang Raja Hutan, ayah anak Singa.
“Siapa temanmu ini, mengapa dia kamu bawa kesini kalau ibunya mencari bagaimana??”
Singa kecil itu menceritakan semuanya pada ayahnya dan anak kancil itu kini tinggal dirumah singa itu ,mereka berteman hingga mereka dewasa kemana-manapun selalu berdua .
Oleh Dita N.
Penyesalan Kenari
Dongeng Anak Indonesia - Kumpulan sinar mentari menyinari embun embun dedaunan angin menggetarkan pohon yang diam terpaku, hutan rimba terasa sejuk menyegarkan . Terdapat sangkar sederhana yang menghiasi salah satu pohon di situlah hidup seekor burung yang tidak mempunyai anak, Mepati namanya. Dia hidup sendiri tanpa ada yang menemani.
Saat matahari turun dan memanggil bulan hujan membasahi bumi dan petirpun menggelagar menyertai. Saat itu Merpati sedang membenahi rumahnya yang sedikit rusak akibat angin kencang.
”Cit..cit..cit..” suara aneh terdengar Merpati ,ia mencari asal suara tersebut ,ia yakin itu suara burung yang sama dengannya, walau kilat membahana Merpati tetap mencari . Ternyata suara anak burung yang baru berusia dua hari tanpa tanpa seekor induk ia dapat.
”Oh,mungilnya dirimu ,ikutlah bersamaku ”.dengan senyum ia menyelamatkan bayi burung dari dinginnya hujan malam itu.dan malam itu juga merpati berniat untuk merawatnya hingga dewasa dan memberinya nama Kenari. Merpatipun menjadi ibu
Keesokan harinya saat mentari menembus celah celah sangkar ibu merpati suara tangis burung kecil terdengar. Hari hari Merpati lebih berwarna dengan hadirnya Kenari. Merpati mencoba mengajari apa yang ia ketahuinya kesederhanaannya, kemurahan hatinya .
Tahun demi tahun berlalu ,Kenaripun menjadi burung dewasa ketika itu Merpatipun telah tua renta. Kenari bosan hidup sederhana, ia selalu menyalahkan Merpati yang tak bisa memenuhi keinginananya.
Kenari berubah akibat lingkungan yang mempengaruhinya. Kenari lupa bahwa Merpatilah yang manyelamatkannya dari badai ketika ia masih kecil. Merpati hanya bisa bersedih dada karena Merpati memang tidak bisa memenuhi keinginan anaknya. Hingga suatu hari karena kesal menyelimuti hati, Kenari bertekat untuk pergi entah kemana hingga tersesat di pemukiman warga.
Suara tembak melasat di kiri telinganya. Ia terjatuh dan tak sadarkan diri. Kini Kenaripun menyesal talah meninggalkan Merpati yang rela merawatnya hingga dewasa meski tak dapat memenuhi keinginannnya
*;~A”n”_D!_M!~*
Saat matahari turun dan memanggil bulan hujan membasahi bumi dan petirpun menggelagar menyertai. Saat itu Merpati sedang membenahi rumahnya yang sedikit rusak akibat angin kencang.
”Cit..cit..cit..” suara aneh terdengar Merpati ,ia mencari asal suara tersebut ,ia yakin itu suara burung yang sama dengannya, walau kilat membahana Merpati tetap mencari . Ternyata suara anak burung yang baru berusia dua hari tanpa tanpa seekor induk ia dapat.
”Oh,mungilnya dirimu ,ikutlah bersamaku ”.dengan senyum ia menyelamatkan bayi burung dari dinginnya hujan malam itu.dan malam itu juga merpati berniat untuk merawatnya hingga dewasa dan memberinya nama Kenari. Merpatipun menjadi ibu
Keesokan harinya saat mentari menembus celah celah sangkar ibu merpati suara tangis burung kecil terdengar. Hari hari Merpati lebih berwarna dengan hadirnya Kenari. Merpati mencoba mengajari apa yang ia ketahuinya kesederhanaannya, kemurahan hatinya .
Tahun demi tahun berlalu ,Kenaripun menjadi burung dewasa ketika itu Merpatipun telah tua renta. Kenari bosan hidup sederhana, ia selalu menyalahkan Merpati yang tak bisa memenuhi keinginananya.
Kenari berubah akibat lingkungan yang mempengaruhinya. Kenari lupa bahwa Merpatilah yang manyelamatkannya dari badai ketika ia masih kecil. Merpati hanya bisa bersedih dada karena Merpati memang tidak bisa memenuhi keinginan anaknya. Hingga suatu hari karena kesal menyelimuti hati, Kenari bertekat untuk pergi entah kemana hingga tersesat di pemukiman warga.
Suara tembak melasat di kiri telinganya. Ia terjatuh dan tak sadarkan diri. Kini Kenaripun menyesal talah meninggalkan Merpati yang rela merawatnya hingga dewasa meski tak dapat memenuhi keinginannnya
*;~A”n”_D!_M!~*
Saturday
Asal Mula Pohon Aren
Dongeng Anak Indonesia - Vina dan Asma adalah anak yatim piatu. Emak dan ayahnya meninggal dalam waktu yang berdekatan. Mereka tidak punya siapa-siapa lagi kecuali dengan bibi Midah, bibi mereka. Tapi keadaan bibi Midah sangat pas-pasan.
Vina yang tidak sanggup hidup dalam kemiskinan memutuskan untuk ke kota mencari uang dan bersenang-senang. Tentu saja bibi dan Asma menangis sedih. Mereka melepas Vina yang akan mencari pekerjaan.Di tengah jalan, ia bertemu dengan seorang kakek tua yang kaya. Ia pun berniat mencuri uang emas si kakek namun Vina malah terjebak dan harus menolong si kakek dari gigitan ular. Si kakek memberikan uang emas dan juga burung beo yang pandai dengan syarat burung itu tidak boleh dijual. Namun Vina silau akan harta, beo itu dijual dan ia pun kemudian dihukum oleh si kakek ke bukit kalajengking yang dijaga oleh kalajengking raksasa.
Asma yang sudah tidak bisa menahan kerinduan pada kakaknya, akhirnya memutuskan untuk mencari kakaknya. Mulailah Asma berjalan menyusuri hutan. Sepanjang jalan ia bertanya apakah tahu Vina kakaknya? Warga memberi tahu Vina saat ini hilang setelah adu ayam kalah. Hingga suatu ketika Asma bertemu dengan sang kakek dan kakek berkata, ia memang sedang menghukum Vina untuk dipasung di bukit kalajengking. Asma minta pada kakek agar ia bisa menemui dan menjemput sang kakak. Kakek akhirnya kasihan setelah melihat kesungguhan Asma yang menangis karena sangat rindu pada kakak satu-satunya.
Kakek akhirnya berkata, Asma bisa menemui kakaknya tapi harus siap dengan banyak rintangan. Sebelum menemukan kakaknya yang ada di bukit kalajengking, Asma harus melewati 3 tahap. Ia harus bisa melewati sungai kepiting. Di sana ada kawanan kepiting raksasa yang bisa mencapit Asma. Kedua, setelah turun dari pantai, Asma akan melewati daerah semut merah. Semut-semut itu juga akan menyerang Asma andai melewatinya daerah yang menjadi pintu bukit kalajengking. Asma sedih dengan apa ia bisa melawan semua itu. Kakek tersenyum. Ia memberikan bekal pada Asma tali ajaib dan minyak tanah ajaib untuk Asma.
Sementara itu Vina yang merasa rindu pada Asma diam-diam berhasil meloloskan diri dari bukit Kalajengking. Vina berlari dan berlari. Sementara itu Asma mulai berjalan mencari kakaknya. Benar juga begitu sampai di tepi sungai, Asma merasakan tanahnya bergetar. Segerombolan kepiting raksasa menyerangnya. Dengan penuh keberanian, Asma berusaha melempar tali yang diberi oleh kakek. Tiap tali yang dilempar Asma mengenai kepala sang kepiting raksasa, kepiting tak lama kemudian berubah menjadi mengecil. Berkali-kali Asma lakukan itu hingga kepiting raksasa habis.
Asma sangat lelah ia melihat ada sebuah getek, ia lalu menaiki. Angin bertiup sangat kencang. Asma nyaris tenggelam (animasi). Tapi akhirnya ia sampai di tepi sungai. Dan begitu sampai di tepi sungai Asma langsung disambut oleh kawanan semut merah raksasa. Mereka siap menyerang Asma dengan pasukannya. Asma tak takut. Ia melempar dengan cepat minyak tanah yang kakek berikan. Tiap lemparan minyak tanah, membuat semut mengecil dan mati.
Asma yakin ia sudah sampai di bukit kalajengking. Asma memanggil kakaknya dengan sedih. Kalajengking raksasa marah, lalu mendatangi Asma dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Sambil menangis Asma minta maaf pada kalajengking raksasa ia tidak akan mengganggu apapun. Ia hanya rindu pada kakaknya. Karena kasihan, kalajengking pun membebaskan Vina. Namun ternyata Vina tidak berubah sehingga ia berbuat jahat lagi pada Asma. Kakek sakti pun datang dan marah pada Vina. Ia akan menghukum Vina namun Asma melarangnya dan merelakan dirinya Akhirnya, Asma mengangkat kedua tangannya dan berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa.
“Ya, Tuhan! Tolonglah hambamu ini. Aku bersedia melakukan apapun dan mengorbankan apapun yang kumiliki agar aku bisa bertemu dengan kakak yang kusayangi dan sebagai tanda permintaan maaf atas sikap kakakku. Asma akan merelakan air mata, rambut dan seluruh anggota tubuh Asma untuk dimanfaatkan untuk kepentingan semua orang sebagai tanda maaf kami….”
Baru saja kalimat permohonan itu lepas dari mulut Asma, tiba-tiba angin bertiup kencang, langit menjadi mendung, hujan deras pun turun dengan lebatnya diikuti suara guntur yang menggelegar. Sesaat kemudian, tubuh Asma tiba-tiba menjelma menjadi pohon enau. Air matanya menjelma menjadi tuak atau nira yang berguna sebagai minuman. Rambutnya menjelma menjadi ijuk yang dapat dimanfaatkan untuk atap rumah. Tubuhnya menjelma menjadi pohon enau yang dapat menghasilkan buah kolang-kaling untuk dimanfaatkan sebagai bahan makanan atau minuman.
Sumber : MNCTV.COM
Vina yang tidak sanggup hidup dalam kemiskinan memutuskan untuk ke kota mencari uang dan bersenang-senang. Tentu saja bibi dan Asma menangis sedih. Mereka melepas Vina yang akan mencari pekerjaan.Di tengah jalan, ia bertemu dengan seorang kakek tua yang kaya. Ia pun berniat mencuri uang emas si kakek namun Vina malah terjebak dan harus menolong si kakek dari gigitan ular. Si kakek memberikan uang emas dan juga burung beo yang pandai dengan syarat burung itu tidak boleh dijual. Namun Vina silau akan harta, beo itu dijual dan ia pun kemudian dihukum oleh si kakek ke bukit kalajengking yang dijaga oleh kalajengking raksasa.
Asma yang sudah tidak bisa menahan kerinduan pada kakaknya, akhirnya memutuskan untuk mencari kakaknya. Mulailah Asma berjalan menyusuri hutan. Sepanjang jalan ia bertanya apakah tahu Vina kakaknya? Warga memberi tahu Vina saat ini hilang setelah adu ayam kalah. Hingga suatu ketika Asma bertemu dengan sang kakek dan kakek berkata, ia memang sedang menghukum Vina untuk dipasung di bukit kalajengking. Asma minta pada kakek agar ia bisa menemui dan menjemput sang kakak. Kakek akhirnya kasihan setelah melihat kesungguhan Asma yang menangis karena sangat rindu pada kakak satu-satunya.
Kakek akhirnya berkata, Asma bisa menemui kakaknya tapi harus siap dengan banyak rintangan. Sebelum menemukan kakaknya yang ada di bukit kalajengking, Asma harus melewati 3 tahap. Ia harus bisa melewati sungai kepiting. Di sana ada kawanan kepiting raksasa yang bisa mencapit Asma. Kedua, setelah turun dari pantai, Asma akan melewati daerah semut merah. Semut-semut itu juga akan menyerang Asma andai melewatinya daerah yang menjadi pintu bukit kalajengking. Asma sedih dengan apa ia bisa melawan semua itu. Kakek tersenyum. Ia memberikan bekal pada Asma tali ajaib dan minyak tanah ajaib untuk Asma.
Sementara itu Vina yang merasa rindu pada Asma diam-diam berhasil meloloskan diri dari bukit Kalajengking. Vina berlari dan berlari. Sementara itu Asma mulai berjalan mencari kakaknya. Benar juga begitu sampai di tepi sungai, Asma merasakan tanahnya bergetar. Segerombolan kepiting raksasa menyerangnya. Dengan penuh keberanian, Asma berusaha melempar tali yang diberi oleh kakek. Tiap tali yang dilempar Asma mengenai kepala sang kepiting raksasa, kepiting tak lama kemudian berubah menjadi mengecil. Berkali-kali Asma lakukan itu hingga kepiting raksasa habis.
Asma sangat lelah ia melihat ada sebuah getek, ia lalu menaiki. Angin bertiup sangat kencang. Asma nyaris tenggelam (animasi). Tapi akhirnya ia sampai di tepi sungai. Dan begitu sampai di tepi sungai Asma langsung disambut oleh kawanan semut merah raksasa. Mereka siap menyerang Asma dengan pasukannya. Asma tak takut. Ia melempar dengan cepat minyak tanah yang kakek berikan. Tiap lemparan minyak tanah, membuat semut mengecil dan mati.
Asma yakin ia sudah sampai di bukit kalajengking. Asma memanggil kakaknya dengan sedih. Kalajengking raksasa marah, lalu mendatangi Asma dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Sambil menangis Asma minta maaf pada kalajengking raksasa ia tidak akan mengganggu apapun. Ia hanya rindu pada kakaknya. Karena kasihan, kalajengking pun membebaskan Vina. Namun ternyata Vina tidak berubah sehingga ia berbuat jahat lagi pada Asma. Kakek sakti pun datang dan marah pada Vina. Ia akan menghukum Vina namun Asma melarangnya dan merelakan dirinya Akhirnya, Asma mengangkat kedua tangannya dan berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa.
“Ya, Tuhan! Tolonglah hambamu ini. Aku bersedia melakukan apapun dan mengorbankan apapun yang kumiliki agar aku bisa bertemu dengan kakak yang kusayangi dan sebagai tanda permintaan maaf atas sikap kakakku. Asma akan merelakan air mata, rambut dan seluruh anggota tubuh Asma untuk dimanfaatkan untuk kepentingan semua orang sebagai tanda maaf kami….”
Baru saja kalimat permohonan itu lepas dari mulut Asma, tiba-tiba angin bertiup kencang, langit menjadi mendung, hujan deras pun turun dengan lebatnya diikuti suara guntur yang menggelegar. Sesaat kemudian, tubuh Asma tiba-tiba menjelma menjadi pohon enau. Air matanya menjelma menjadi tuak atau nira yang berguna sebagai minuman. Rambutnya menjelma menjadi ijuk yang dapat dimanfaatkan untuk atap rumah. Tubuhnya menjelma menjadi pohon enau yang dapat menghasilkan buah kolang-kaling untuk dimanfaatkan sebagai bahan makanan atau minuman.
Sumber : MNCTV.COM
Harta Karun Raja Hayam Wuruk
Dongeng Anak Indonesia - NANDA gadis cilik dan sahabatnya Raka sedang piknik ke hutan, tiba-tiba muncul harimau dan langsung menyerang mereka. Nanda dan Raka langsung berlari dikejar harimau, mereka tersesat di dalam hutan. Malam yang dingin dan gelap membuat mereka mencari tempat teduh di dalam sebuah gua. Raka yang pandai bahan-bahan kimia, berhasil membuat api dari batu, caranya dihantamkan ke daun kering yang sudah dikumpulkan. Raka juga membuat tenda dari daun kelapa. Nanda memuji kehebatan Raka. Raka dan Nanda ketakutan karena ada bunyi-bunyi yang berasal dari sekitar mereka. Ternyata seorang kakek yg sedang mengumpulkan kayu bakar keluar dari semak2. Mereka mengajak kakek tersebut menghangatkan diri dan memberikan sebagian dari bekal mereka. Raka dan Nanda menawarkan kakek untuk istirahat. Mereka sudah mempersiapkan tempat untuk tidur yang beralas daun pohon kelapa. Ketika mereka merapikan tempat tersebut, tubuh kakek bersinar dan hilang. Mereka tidak mengetahui hal tersebut. Mereka kaget dan takut. Tapi lalu mereka melihat tabung bercahaya yang tertinggal di tempat duduk kakek. Lalu ada suara kakek yang berkata karena mereka telah baik, mereka mendapatkan hadiah berupa peta harta karun.
Raka yang ingin mencari harta karun tersebut esok hari. padahal Nanda ingin mereka kembali ke teman-temannya. Raka mengatakan bahwa letak harta karun tersebut dekat dengan mereka karena hanya beberapa kilo dari goa ke candi borobudur (gambar goa tertera di peta sehingga bisa jadi acuan Raka dan Nanda). Raka berjanji kalau sudah ketemu harta karun, mereka akan mncari teman temannya. Nanda setuju. Mereka tidur, asap merah menyelimuti tempat Raka dan Nanda tidur. Raka dan Nanda bangun. Raka segera menutup hidung dan mulutnya. Nanda dengar suara kuda. Dia tertarik karena kudanya bagus dengan asesoris kuda, tidak ada penunggangnya. Raka melarang Nanda untuk menghampiri kuda. Tapi Nanda seolah terhipnotis. Di luar sudah menunggu Pria Bermata satu yang menyeramkan. Naik kuda, dengan tanduk bersinar. Jubah pria mata satu juga bersinar. Pria Mata Satu ini menaiki kuda yang bertanduk dan matanya mengeluarkan api, dan hendak merebut benda pusaka Nanda. Di tangan Pria ini terdapat pecut yang dapat mengeluarkan listrik. Pria Mata Satu langsung menyerang Nanda dan Raka tanpa basa basi.
Nanda dililit oleh pecutan lalu ditarik dan duduk di atas punggung kuda. Nanda dibawa Pria mata satu naik kuda terbang. Raka berteriak dan mencoba mengejar sebelum kuda tersebut terbang. Lalu tiba-tiba ada kuda putih terbang ada tanduknya juga, penunggangnya pria berbaju tipis seba putih, pakai asesoris berwarna emas, mendarat dan mendekati Raka. Raka diajak naik ke punggung kuda dan mengejar kuda hitam tersebut. Terjadi kejara-kejaran, penunggang kuda putih menembakkan sinar dari tanduknya dan berhasil membuat kuda tersebut bergoyang dan menjatuhkan Nanda. Penunggang putih berhasil menangkap Nanda, dan mendaratkan Nanda dan Raka. Lalu penunggang kuda putih mengejar kuda hitam, terjadi pertarungan di angkasa dan di daratan, antara penunggang putih dan hitam. Penunggang hitam kalah lalu kabur dg kudanya. Penunggang kuda putih bercerita pada Raka dan Nanda, bahwa ternyata Pria Mata Satu adalah orang yang dicarinya selama ini karena Pria Mata Satu adalah pencuri harta karun bangsanya.Pria putih berencana menangkap Pria Mata Satu dan membawanya untuk bertanggung jawab. Pria Putih juga bilang, bahwa Pria Mata Satu mengincar peta di tangan Raka Nanda. Pria Kuda putih langsung bergegas lagi dan sebelumnya Pria Kuda Putih mengatakan, bahwa gua yang dicari Nanda Raka ada di depan mereka. Nanda hendak mengucapkan terima kasih tapi Penunggang Kuda Putih langsung terbang. Ternyata diam-diam, Pria Mata Satu mengikuti Nanda dan Raka.
Raka sadar, ternyata mereka di depan gua yang sesuai dengan gambar di peta. Nanda dan Raka langsung menyusuri gua mengikuti petunjuk di peta, namun tiba tiba mereka terperosok ke dalam lorong yang licin. Nanda dan Raka langsung merosot turun dan akhirnya terjatuh di sebuah sungai yang penuh dengan lumpur, dan sungai tersebut menyedot tubuh mereka. Nanda dan Raka tidak bisa bergerak, namun Raka dengan sigap, langsung melepaskan tali pinggangnya dan menyambungkannya dengan akar di atasnya. Raka berhasil keluar dari sungai lumpur. Raka dan Nanda lalu menemukan sebuah batu bersinar, dan di peta dituliskan jika mendapatkan batu bersinar, maka mereka harus mencari sungai di bawah tanah. Raka dan Nanda bingung untuk mencari sungai di bawah tanah. Nanda putus asa. Nanda meminta Raka untuk segera pulang dan tidak usah mencari harta karun lagi, tapi Raka tidak mau. Nanda akhirnya memutuskan meninggalkan Raka yang hendak mengikuti petunjuk di peta. Baru saja Nanda melangkah, tiba-tiba Nanda menginjak sebuah batu dan tiba-tiba lantai di bawahnya langsung terbuka, Nanda terjatuh ke dalamnya. Raka hendak menolong, tapi Nanda keburu terperosok. Raka akhirnya masuk ke dalam lubang menyusul Nanda. Lorong tampak jauh sekali masuk ke dalam tanah, Nanda dan Raka terus melesat ke dalam tanah. Sesampai Raka di dasar lubang yang dalam, tiba-tiba mereka tercebur di dalam sungai yang bening sekali. Mereka berdua berada di dalam sebuah ruangan gua yang besar sekali, dan di dalam ruangan gua tersebut terdapat sungai yang bening sekali airnya. Raka senang, karena menemukan sungai di bawah tanah, Raka membaca petunjuk peta, bahwa mereka juga harus menemukan intan merah di dasar sungai. Namun Raka sadar ternyata Nanda tidak ada di sampingnya. Ternyata Nanda di sisi lain berteriak minta tolong.
Nanda tampak tenggelam karena ternyata tidak bisa berenang. Raka langsung menolong Nanda, namun tiba-tiba muncul ikan bersirip mengejar Nanda. Raka langsung menarik Nanda untuk berenang menjauh, namun ikan bersayap langsung menyerang Nanda. Raka langsung memengang sirip ikan dan Raka dan Nanda langsung terbawa terbang ke atas. Ikan bersayap terbang dan berontak, namun Raka berhasil menjinakkan ikan bersayap, Raka pun bersuit dan tampak ikan terbang menurut perintah suitan Raka. Raka dan Nanda, tampak berenang ke dalam air dan menemukan intan merah. Raka langsung menyimpan intan merah. Mereka langsung keluar dari lorong dan terbang ke atas. Saat mereka keluar, Nanda merasa mereka tidak berada di dunia mereka lagi. Tampak di luar, matahari menjadi 2 dan juga tampak bulan secara bersamaan. Nanda melihat peta, dan menyuruh ikan terbang mendarat di danau yang disilang di gambar peta. Raka dan Nanda langsung menghampiri sebuah gerbang yang tampak bersinar. Di pintu terbang tertulis, bahwa dibalik pintu ini terdapat harta karun Hayam Wuruk. Raka merasa ada jebakan di petunjuk di depan mereka. Namun Nanda menyuruh Raka percaya pada petunjuk yang sudah mereka ikuti selama ini.
Nanda memasukkan kunci ke dalam gerbang, tiba-tiba pintu terbuka dan tampak lorong yang panjang dan gelap sekali. Nanda dan Raka ragu untuk masuk, namun di meja samping lorong, terdapat 2 buah cawan minuman, yang satu cawan dari emas dan yang satunya lagi terbuat dari tanah liat. Terdapat tulisan untuk meminum salah satu cawan agar dapat menemukan harta. Nanda mengambil cawan emas dan hendak meminumnya, namun tiba-tiba Pria Mata Satu muncul dan langsung mengambil cawan emas. Pria Seram langsung minum, dan yakin ia akan memiliki harta Raja Hayam Wuruk yang terpendam selama ini. Tiba-tiba Pria Mata Satu merasakan kesakitan, dan langsung pingsan. Nanda pun akhirnya minum dari cawan satunya lagi. Saat Nanda minum tiba-tiba matanya bersinar, dan bisa melihat isi lorong bersinar dan tampak di ujung lorong, sebuah ruangan di depan mereka. Nanda kaget melihat pemandangan di depan mereka. Nanda dan Raka akhirnya menyusuri lorong, namun tiba-tiba lorong berputar-putar, Nanda dan Raka hampir saja terjatuh, namun mereka berhasil berpegangan. Di ujung lorong, tampak celah semakin mengecil. Nanda dan Raka berlari agar bisa segera keluar dari lorong. Nanda dan Raka langsung loncat persis celah lorong menyempit. Namun Pria Mata Satu tiba-tiba muncul dan ikutan loncat melalui celah. Nanda dan Raka kaget melihat Pria Mata Satu ternyata masih sadar. Pria Mata Satu langsung berlari menuju ke ruangan emas mengikuti Nanda. Nanda dan Raka berlari, hendak menyusul Pria Seram. Raka pun langsung menyuitkan dan tampak ikan terbang Muncul.
Raka dan Nanda langsung naik ikan terbang dan tiba ruangan yang penuh dengan emas, tampak ada bangku rasa penuh dengan emas, di atas bangku ada mahkota Raja Hayam Wuruk. Raka dan Nanda senang dan mengambi mahkota emas bertabur batu berlian dan batu berharga lainnya. Pria Mata Satu muncul lagi dan dengan serakah, mengambil emas, tiba-tiba tanpa sengaja Pria Mata Satu menekan tuas rahasia. Tiba-tiba tanah tempatnya berpijak berguncang keras. Seluruh ruangan tampak runtuh. Nanda dan Raka lari keluar. Di saat terakhir, Pria Mata Satu sadar ruangan akan runtuh tapi ia terus mengambil emas hingga akhirnya, Pria mata Satu terkubur bersama keserakahannya mengambil emas. Raka dan Nanda keluar dan bertemu dengan Penunggang Kuda Putih yang ternyata sudah menunggunya. Raka dan Nanda naik kuda terbang Putih dan diantar pulang sambil membawa mahkota Hayam Wuruk. Ternyata intan merah yang disimpan Raka adalah Intan di mahkota Hayam Wuruk. Raka dan Nanda meletakkan intan tersebut di mahkota Hayam Wuruk.
Sumber : MNCTV.COM
Raka yang ingin mencari harta karun tersebut esok hari. padahal Nanda ingin mereka kembali ke teman-temannya. Raka mengatakan bahwa letak harta karun tersebut dekat dengan mereka karena hanya beberapa kilo dari goa ke candi borobudur (gambar goa tertera di peta sehingga bisa jadi acuan Raka dan Nanda). Raka berjanji kalau sudah ketemu harta karun, mereka akan mncari teman temannya. Nanda setuju. Mereka tidur, asap merah menyelimuti tempat Raka dan Nanda tidur. Raka dan Nanda bangun. Raka segera menutup hidung dan mulutnya. Nanda dengar suara kuda. Dia tertarik karena kudanya bagus dengan asesoris kuda, tidak ada penunggangnya. Raka melarang Nanda untuk menghampiri kuda. Tapi Nanda seolah terhipnotis. Di luar sudah menunggu Pria Bermata satu yang menyeramkan. Naik kuda, dengan tanduk bersinar. Jubah pria mata satu juga bersinar. Pria Mata Satu ini menaiki kuda yang bertanduk dan matanya mengeluarkan api, dan hendak merebut benda pusaka Nanda. Di tangan Pria ini terdapat pecut yang dapat mengeluarkan listrik. Pria Mata Satu langsung menyerang Nanda dan Raka tanpa basa basi.
Nanda dililit oleh pecutan lalu ditarik dan duduk di atas punggung kuda. Nanda dibawa Pria mata satu naik kuda terbang. Raka berteriak dan mencoba mengejar sebelum kuda tersebut terbang. Lalu tiba-tiba ada kuda putih terbang ada tanduknya juga, penunggangnya pria berbaju tipis seba putih, pakai asesoris berwarna emas, mendarat dan mendekati Raka. Raka diajak naik ke punggung kuda dan mengejar kuda hitam tersebut. Terjadi kejara-kejaran, penunggang kuda putih menembakkan sinar dari tanduknya dan berhasil membuat kuda tersebut bergoyang dan menjatuhkan Nanda. Penunggang putih berhasil menangkap Nanda, dan mendaratkan Nanda dan Raka. Lalu penunggang kuda putih mengejar kuda hitam, terjadi pertarungan di angkasa dan di daratan, antara penunggang putih dan hitam. Penunggang hitam kalah lalu kabur dg kudanya. Penunggang kuda putih bercerita pada Raka dan Nanda, bahwa ternyata Pria Mata Satu adalah orang yang dicarinya selama ini karena Pria Mata Satu adalah pencuri harta karun bangsanya.Pria putih berencana menangkap Pria Mata Satu dan membawanya untuk bertanggung jawab. Pria Putih juga bilang, bahwa Pria Mata Satu mengincar peta di tangan Raka Nanda. Pria Kuda putih langsung bergegas lagi dan sebelumnya Pria Kuda Putih mengatakan, bahwa gua yang dicari Nanda Raka ada di depan mereka. Nanda hendak mengucapkan terima kasih tapi Penunggang Kuda Putih langsung terbang. Ternyata diam-diam, Pria Mata Satu mengikuti Nanda dan Raka.
Raka sadar, ternyata mereka di depan gua yang sesuai dengan gambar di peta. Nanda dan Raka langsung menyusuri gua mengikuti petunjuk di peta, namun tiba tiba mereka terperosok ke dalam lorong yang licin. Nanda dan Raka langsung merosot turun dan akhirnya terjatuh di sebuah sungai yang penuh dengan lumpur, dan sungai tersebut menyedot tubuh mereka. Nanda dan Raka tidak bisa bergerak, namun Raka dengan sigap, langsung melepaskan tali pinggangnya dan menyambungkannya dengan akar di atasnya. Raka berhasil keluar dari sungai lumpur. Raka dan Nanda lalu menemukan sebuah batu bersinar, dan di peta dituliskan jika mendapatkan batu bersinar, maka mereka harus mencari sungai di bawah tanah. Raka dan Nanda bingung untuk mencari sungai di bawah tanah. Nanda putus asa. Nanda meminta Raka untuk segera pulang dan tidak usah mencari harta karun lagi, tapi Raka tidak mau. Nanda akhirnya memutuskan meninggalkan Raka yang hendak mengikuti petunjuk di peta. Baru saja Nanda melangkah, tiba-tiba Nanda menginjak sebuah batu dan tiba-tiba lantai di bawahnya langsung terbuka, Nanda terjatuh ke dalamnya. Raka hendak menolong, tapi Nanda keburu terperosok. Raka akhirnya masuk ke dalam lubang menyusul Nanda. Lorong tampak jauh sekali masuk ke dalam tanah, Nanda dan Raka terus melesat ke dalam tanah. Sesampai Raka di dasar lubang yang dalam, tiba-tiba mereka tercebur di dalam sungai yang bening sekali. Mereka berdua berada di dalam sebuah ruangan gua yang besar sekali, dan di dalam ruangan gua tersebut terdapat sungai yang bening sekali airnya. Raka senang, karena menemukan sungai di bawah tanah, Raka membaca petunjuk peta, bahwa mereka juga harus menemukan intan merah di dasar sungai. Namun Raka sadar ternyata Nanda tidak ada di sampingnya. Ternyata Nanda di sisi lain berteriak minta tolong.
Nanda tampak tenggelam karena ternyata tidak bisa berenang. Raka langsung menolong Nanda, namun tiba-tiba muncul ikan bersirip mengejar Nanda. Raka langsung menarik Nanda untuk berenang menjauh, namun ikan bersayap langsung menyerang Nanda. Raka langsung memengang sirip ikan dan Raka dan Nanda langsung terbawa terbang ke atas. Ikan bersayap terbang dan berontak, namun Raka berhasil menjinakkan ikan bersayap, Raka pun bersuit dan tampak ikan terbang menurut perintah suitan Raka. Raka dan Nanda, tampak berenang ke dalam air dan menemukan intan merah. Raka langsung menyimpan intan merah. Mereka langsung keluar dari lorong dan terbang ke atas. Saat mereka keluar, Nanda merasa mereka tidak berada di dunia mereka lagi. Tampak di luar, matahari menjadi 2 dan juga tampak bulan secara bersamaan. Nanda melihat peta, dan menyuruh ikan terbang mendarat di danau yang disilang di gambar peta. Raka dan Nanda langsung menghampiri sebuah gerbang yang tampak bersinar. Di pintu terbang tertulis, bahwa dibalik pintu ini terdapat harta karun Hayam Wuruk. Raka merasa ada jebakan di petunjuk di depan mereka. Namun Nanda menyuruh Raka percaya pada petunjuk yang sudah mereka ikuti selama ini.
Nanda memasukkan kunci ke dalam gerbang, tiba-tiba pintu terbuka dan tampak lorong yang panjang dan gelap sekali. Nanda dan Raka ragu untuk masuk, namun di meja samping lorong, terdapat 2 buah cawan minuman, yang satu cawan dari emas dan yang satunya lagi terbuat dari tanah liat. Terdapat tulisan untuk meminum salah satu cawan agar dapat menemukan harta. Nanda mengambil cawan emas dan hendak meminumnya, namun tiba-tiba Pria Mata Satu muncul dan langsung mengambil cawan emas. Pria Seram langsung minum, dan yakin ia akan memiliki harta Raja Hayam Wuruk yang terpendam selama ini. Tiba-tiba Pria Mata Satu merasakan kesakitan, dan langsung pingsan. Nanda pun akhirnya minum dari cawan satunya lagi. Saat Nanda minum tiba-tiba matanya bersinar, dan bisa melihat isi lorong bersinar dan tampak di ujung lorong, sebuah ruangan di depan mereka. Nanda kaget melihat pemandangan di depan mereka. Nanda dan Raka akhirnya menyusuri lorong, namun tiba-tiba lorong berputar-putar, Nanda dan Raka hampir saja terjatuh, namun mereka berhasil berpegangan. Di ujung lorong, tampak celah semakin mengecil. Nanda dan Raka berlari agar bisa segera keluar dari lorong. Nanda dan Raka langsung loncat persis celah lorong menyempit. Namun Pria Mata Satu tiba-tiba muncul dan ikutan loncat melalui celah. Nanda dan Raka kaget melihat Pria Mata Satu ternyata masih sadar. Pria Mata Satu langsung berlari menuju ke ruangan emas mengikuti Nanda. Nanda dan Raka berlari, hendak menyusul Pria Seram. Raka pun langsung menyuitkan dan tampak ikan terbang Muncul.
Raka dan Nanda langsung naik ikan terbang dan tiba ruangan yang penuh dengan emas, tampak ada bangku rasa penuh dengan emas, di atas bangku ada mahkota Raja Hayam Wuruk. Raka dan Nanda senang dan mengambi mahkota emas bertabur batu berlian dan batu berharga lainnya. Pria Mata Satu muncul lagi dan dengan serakah, mengambil emas, tiba-tiba tanpa sengaja Pria Mata Satu menekan tuas rahasia. Tiba-tiba tanah tempatnya berpijak berguncang keras. Seluruh ruangan tampak runtuh. Nanda dan Raka lari keluar. Di saat terakhir, Pria Mata Satu sadar ruangan akan runtuh tapi ia terus mengambil emas hingga akhirnya, Pria mata Satu terkubur bersama keserakahannya mengambil emas. Raka dan Nanda keluar dan bertemu dengan Penunggang Kuda Putih yang ternyata sudah menunggunya. Raka dan Nanda naik kuda terbang Putih dan diantar pulang sambil membawa mahkota Hayam Wuruk. Ternyata intan merah yang disimpan Raka adalah Intan di mahkota Hayam Wuruk. Raka dan Nanda meletakkan intan tersebut di mahkota Hayam Wuruk.
Sumber : MNCTV.COM
Thursday
Ikan Mas
Dongeng Anak Indonesia - Liburan kali ini Wiwit tak pergi ke mana-mana. Ayah Wiwit sudah lama wafat dan ibunya bekerja sebagai tukang cuci di rumah tetangga mereka yang kaya raya, Bu Subangun.
Karena ingin meringankan beban ibunya, Wiwit lalu ikut ibunya ke rumah Bu Subangun, mau membantu ibu mencuci baju di sana. Ibu merasa terharu, liburan begini Wiwit tak bisa bersenang-senang malahan ikut bekerja dengannya, tapi Wiwit bilang ia gembira jika bisa membantu ibunya.
Sampai di rumah Bu Subangun, Wiwit lalu sibuk mencuci sementara ibu menyetrika. Bu Subangun punya seorang anak laki-laki sebaya Wiwit, Beno namanya. Beno sangat nakal dan usil. Hari itu Beno jengkel karena keinginannya pergi ke pantai ditolak ayah dan ibunya. Bu Subangun hari itu ada undangan penting jadi tak bisa mengantar Beno ke pantai. Karena jengkel Beno lalu menendang mangkok aquarium kecil berisi tujuh ekor ikan maskoki hingga pecah.
Mendengar suara pecah, Wiwit lari mendatangi, ia segera menolong ikan mas koki yang menggelepar di lantai, memasukkannya ke dalam gayung. Ketika Bu Subangun muncul dan marah-marah, Beno berusaha menyalahkan orang lain. Ia lalu menunjuk Wiwit yang sedang menyelamatkan ikan-ikan mas koki dari lantai ke dalam gayung yang dibawanya. Beno bilang, Wiwitlah yang kesandung dan memecahkan mangkok ikan. Sia-sia Wiwit berusaha membela diri, ibunya yang hendak membela Wiwit malah diancam akan dipecat. Akhirnya Wiwit merelakan dirinya kena hukum oleh Bu Subangun.
Wiwit dihukum menyapu halaman rumah Bu Subangun yang luas. Beno yang nakal lalu mengajak kawan-kawannya yang juga nakal, Oki dan Loli, untuk mengerjai Wiwit yang sedang sibuk menyapu. Setiap kali daun-daun kering yang disapu Wiwit sudah terkumpul, tiga anak nakal itu muncul untuk mengacak-acaknya. Wiwit nampak sangat lelah tapi tak berdaya.
Melihat Wiwit tidak juga menangis, Beno punya akal yang lebih jahat, ia lalu ke ruang cuci dan mengambil gayung berisi ikan mas koki yang tadi diselamatkan Wiwit. Dengan jahat, Beno lalu membawa gayung berisi ikan emas itu lalu membuangnya ke tumpukan daun yang habis disapu oleh Wiwit. Beno terbahak-bahak melihat ikan-ikan itu menggelepar-gelepar. Wiwit kaget dan berusaha mencegah tapi ia tak berdaya. Air mata Wiwit menetes melihat ikan-ikan itu hampir mati, Beno dan kawan-kawannya terbahak-bahak melihat Wiwit akhirnya menangis dan mereka meninggalkan tempat itu.
Dengan susah payah Wiwit berusaha menyelamatkan ikan-ikan tadi, ia mencari mereka di antara dedaunan. Sayang, salah satu ikan kecil tadi nampaknya sudah telanjur mati, ia tak bergerak ketika berhasil ditemukan Wiwit. Air mata Wiwit menetes, jatuh ke tubuh ikan tersebut. Ajaib, seketika itu ada cahaya putih menyilaukan dan ikan itu kembali bergerak. Lebih ajaib lagi, sinar putih tadi memancar ke langit, dan berubah menjadi petir yang segera bersabung di atas awan lalu sedetik kemudian hujan pun turun ke bumi. Tetes-tetes air itu segera membasahi ikan-ikan yang nyaris mati itu. Mereka pun selamat semuanya.
Dengan gembira Wiwit mencarikan tempat buat ikannya, ia lalu melihat sebuah botol air mineral yang masih sedikit terisi di antara tumpukan sampah. Wiwit memasukkan ikan-ikan itu ke dalamnya. Ikan-ikan itu bergerak kembali, berenang dengan lincah. Wiwit sangat gembira. Ia lalu menyembunyikan botol air mineral itu di bawah semak. Ia berbisik pada ikan-ikan itu bahwa nanti ia akan membawa pulang ikan-ikan itu.
Siang harinya ibu selesai menyetrika dan mengajak Wiwit pulang. Wiwit tak lupa mengambil botol air mineral yang ia sembunyikan tadi. Untunglah Beno dan kawan-kawan sedang asyik rebutan kue dan makan dengan rakusnya sehingga tak memergoki Wiwit membawa pulang ikan tadi.
Sampai di rumah Wiwit lalu menyimpan ikan-ikan itu ke toples besar yang kosong. Ibu mengijinkan Wiwit memakai toples kaca itu dengan senyum kecut. Kata ibu, daripada stoples itu kosong tak ada kue yang menjadi isinya, lebih baik dimanfaatkan menjadi tempat ikan. Wiwit membesarkan semangat ibunya, ia bilang kalau ia besar nanti ia akan bekerja keras sehingga di rumah mereka tak akan kekurangan kue-kue dan makanan untuk ibu dan adik-adiknya. Ibu tersenyum dan membelai Wiwit, ibu mendoakan Wiwit kelak hidup bahagia.
Malam sudah muncul tapi adik Wiwit yang paling kecil tak mau tidur, ia terus merengek karena lapar. Ibu menjadi sedih ia memang masih punya sedikit beras yang cukup untuk dibuatkan bubur untuk mereka semua tapi minyak tanah di kompor tuanya itu sudah habis dan ibu tak punya uang lagi untuk membelinya. Kompor gas pemberian pak RT sudah lama dijual ibu untuk membayar sekolah Wiwit. Ibu juga tak bisa menyuruh Wiwit mencari kayu bakar untuk memasak karena selain sudah malam, juga turun hujan lebat di luar sana.
Tanpa sepengetahuan Wiwit sekeluarga, salah seekor ikan itu mengeluarkan kilau warna kemerahan yang cemerlang. Kilau merah itu memancar lurus ke arah kompor. Ajaib, seketika itu api kompor bisa menyala. Wiwit kaget mendengar suara api yang mendesis. Melihat kompornya menyala, ibu kaget sekaligus senang, ia buru-buru membuatkan bubur untuk adik Wiwit. Alangkah senangnya Wiwit sekeluarga, mereka kini bisa tidur dengan perut kenyang.
Sebelum tidur, Wiwit memberi makan ikannya dengan beberapa butir nasi yang masih tersisa di bakul tadi siang. Wiwit minta maaf karena tak punya uang untuk membelikan makanan ikan yang dijual di toko. Ketika Wiwit sudah tidur, salah seekor ikan itu lalu memancarkan kilau keemasan yang gemerlapan.
Pagi harinya, Wiwit kaget melihat stoples yang berkilau-kilau menyilaukan matanya. Ketika didekati, ternyata di dasar stoples itu penuh dengan telur ikan kecil yang gemerlap keemasan berkilauan. Wiwit berseru-seru memanggil ibunya. Alangkah kagetnya ibu melihat isi toples itu, di antara tujuh ikan emas yang dibawa Wiwit, ada banyak ikan kecil dari emas, tak bergerak di dasar stoples. Wiwit dan ibunya terpana, menatap bengong ke arah ikan-ikan kecil yang terbuat dari emas di dasar stoples.
Tiba-tiba pintu rumah diketuk dengan kasar. Seorang tetangga datang untuk menagih utang. Tetangga itu menghina ibunya Wiwit karena tak juga bisa membayar hutang. Ibunya Wiwit lalu bertanya dengan sopan, apakah tetangga itu mau menerima emas sebagai bayaran. Tetangga itu tertawa, ia tak percaya ibunya Wiwit punya emas. Ibunya Wiwit lalu mengambil ikan kecil di dasar stoples yang terbuat dari emas. Tetangga itu masih menghina, menganggap ikan itu pasti dari kuningan dan bukan emas. Ia lalu menggigitnya utk membuktikan bahwa itu bukan dari emas. Wiwit dan ibunya nampak tegang. Tapi alangkah kagetnya tetangga itu mengetahui bahwa ikan kecil itu memang terbuat dari emas murni.
Ibu lalu mengambil ikan kecil dari dasar stoples. Ibu lalu menjual ikan-ikanan dari emas itu ke pasar dan pulang dengan uang yang banyak. Malamnya Wiwit berdoa bersama ibu dan adik-adiknya mereka mensyukuri rejeki yang diterima hari ini. Wiwit lalu kembali memberi makan pada ikan-ikannya, kali ini ia sudah memberi makan dengan makanan ikan yang dijual di toko, tidak lagi berupa nasi seperti sebelumnya. Stoples tempat ikan juga sudah berubah jadi aquarium yang rapi. Setelah memberi makan ikannya, Wiwit lalu pergi tidur. Keajaiban kembali terjadi, kali ini sinar kekuningan yang muncul dari salah seekor ikan itu.
Di halaman rumah Wiwit malam itu mengendap-endap sepasang pencuri. Mereka kasak-kusuk, meyakinkan diri bahwa rumah itu layak mereka sambangi karena pemilik rumah itu baru saja menjual emas ke pasar dalam jumlah besar. Kedua pencuri tertawa gembira lalu bergegas mencongkel jendela dan masuk ke rumah Wiwit. Dua pencuri itu tak menyadari adanya sinar kuning yang menyala dari tubuh salah satu ikan di aquarium, sinar itu lalu memancar keluar melalui jendela dan memantul ke tiang lampu di pinggir jalan. Sinar kuning itu membuat lampu jalan itu bersinar luar biasa terang sehingga sangat menyilaukan.
Bapak-bapak yang sedang main kartu di pos ronda terkena kilau lampu yang menyilauan itu, mereka menoleh dan kaget melihat kilau itu di kejauhan. Bapak-bapak itu khawatir lampu itu korslet dan mereka pun bergegas lari, mau membangunkan pemilik rumah agar tak sampai terjadi kebakaran. Lampu jalan itu ternyata berada di halaman rumah Wiwit. Para bapak dari pos ronda datang dengan suara berisik, membawa kentongan pula, berusaha membangunkan Wiwit sekeluarga. Dua maling yang sedang beraksi kaget mendengar suara berisik itu, mereka bergegas kabur secepat mungkin. Tapi alangkah kagetnya mereka di halaman mereka bertemu dengan para bapak dari posronda. Seketika itu dengan mudah dua maling itu ditangkap warga. Ajaib, lampu di pinggir jalan yang tadi menyala super terang kini sudah kembali jadi lampu biasa, tak ada korsleting dan tak ada kebakaran. Wiwit sekeluarga lega, dua maling itu tak sempat mengambil apa-apa dari rumah mereka.
Kabar mengenai ikan emas berlian itu segera menyebar ke segenap penjuru desa. Bu Subangun kaget mengetahui kabar itu. Beno juga langsung merasa iri. Apalagi waktu Bu Subangun tahu ikan-ikan ajaib itu adalah ikan yang dibuang Beno, maka Bu Subangun bergegas ke rumah Wiwit.
Bu Subangun kaget melihat rumah Wiwit sekarang sudah berubah bagus. Wiwit sekeluarga juga sudah berkecukupan dari hasil penjualan ikan emas berlian itu. Bu Subangun yang datang bersama Beno lalu marah-marah, menuduh Wiwit mencuri ikan-ikan maskoki itu dari rumahnya. Dengan berat hati, Wiwit lalu terpaksa mengembalikan ikan-ikan maskoki itu pada Beno.
Bu Subangun sangat gembira. Ia tak sabar punya ikan emas berlian. Beno sudah berkhayal akan menggunakan ikan-ikan emas berlian itu untuk membeli seluruh permen dan coklat yang dijual di seluruh dunia. Bu Subangun malah sudah lebih dahulu memborong baju-baju super mahal karena besok pagi ia akan jadi super jutawan. Mereka lalu tidur mendengkur, tak menyadari sinar hitam memancar dari salah seekor ikan-ikan itu.
Pagi hari, dengan tak sabar, Beno dan Bu Subangun memeriksa aquarium. Tapi tak ada anak-anak ikan yang terbuat dari emas dan berlian. Mereka hanya menemukan banyak sekali garis-garis lengkung hitam kecil seperti cacing. Beno mengambil satu lengkungan itu dan menjerit ketika tahu itu adalah kotoran ikan. Bu Subangun jadi marah besar, dan kembali mendatangi rumah Wiwit sambil membawa ikan-ikan itu.
Wiwit dan ibunya kaget dituduh menipu oleh Bu Subangun dan Beno. Wiwit lalu bertanya ikan-ikan itu diberi makan apa kemarin sehingga mengeluarkan banyak kotoran. Bu Subangun semakin marah karena ia dan Beno tidak memberi makan apa-apa pada ikan-ikan itu. Wiwit dan ibunya kaget, mereka iba ikan itu belum diberi makan. Dengan penuh kasih sayang, Wiwit lalu memberi ikan itu makanan. Tapi Bu Subangun tetap marah dan bilang ia tak mau ditipu lagi oleh Wiwit dan ibunya. Bu Subangun tetap menuduh bahwa Wiwit menyembunyikan ikan ajaibnya dan memberikan padanya ikan yang bukan ikan ajaib. Maka malam itu Bu Subangun dan Beno memutuskan tinggal di rumah Wiwit untuk membuktikan bahwa ikan-ikan itu adalah betul ikan ajaib.
Mereka semua tidur di lantai beralas karpet di ruang tamu rumah Wiwit yang sekarang sudah berubah bagus itu. Bu Subangun dan Beno mengorok, mereka tak melihat ada kilau sinar perak yang berpendar dari salah seekor ikan itu.
Ketika pagi datang, Bu Subangun kaget melihat aquarium sudah penuh dengan telur ikan berwarna perak yang berkilauan. Bu Subangun buru-buru membangunkan Beno. Mereka melirik dan melihat Wiwit sedang sholat subuh dengan ibunya di kamar. Bu Subangun tak mau pamit, ia langsung saja membawa aquarium berisi ikan ajaib dan telur perak itu bersama Beno, pulang ke rumah.
Bu Subangun dan Beno senang sekali, mereka mengambili permata biru itu dari aquarium lalu memberi makan ikan-ikan itu dengan jumlah sangat banyak. Bu Subangun bilang kalau diberi makan yang banyak, maka ikan-ikan itu pasti akan memberikan ikan emas berlian yang juga banyak. Beno dan Bu Subangun tak sabar menunggu malam tiba. Ikan-ikan itu nampaknya stres di rumah bu Subangun, mereka berenang dengan sangat cepat dan saling tabrakan satu sama lain. Air aquarium jadi keruh dan kecoklatan. Aneh, air coklat keruh itu juga menampakkan kilau yang menyilaukan.
Esok paginya, Beno dan Bu Subangun kaget sekali melihat aquarium itu airnya jadi keruh dan sangat kotor. Bu Subangun dan Beno geram dan marah-marah, apalagi tak ada lagi telur emas atau perak, maupun intan berlian di dalam aquarium. Padahal telur perak kemarin sudah habis dipakai foya-foya pula. Bu Subangun memaki-maki ikan-ikan itu sebagai makhluk tak berguna. Beno kumat sikap jahatnya, ia lalu membuang aquarium itu ke luar jendela. Beno terbahak-bahak melihat ikan-ikan emas itu menggelepar-gelepar di tanah. Tapi tiba-tiba dari salah seekor ikan itu muncul sinar coklat kemilau dan alangkah kagetnya Beno melihat ada seekor buaya besar yang merayap, hendak mendekatinya. Bu Subangun dan Beno yang lari tunggang langgang dikejar buaya.
Sumber : MNCTV.COM
Karena ingin meringankan beban ibunya, Wiwit lalu ikut ibunya ke rumah Bu Subangun, mau membantu ibu mencuci baju di sana. Ibu merasa terharu, liburan begini Wiwit tak bisa bersenang-senang malahan ikut bekerja dengannya, tapi Wiwit bilang ia gembira jika bisa membantu ibunya.
Sampai di rumah Bu Subangun, Wiwit lalu sibuk mencuci sementara ibu menyetrika. Bu Subangun punya seorang anak laki-laki sebaya Wiwit, Beno namanya. Beno sangat nakal dan usil. Hari itu Beno jengkel karena keinginannya pergi ke pantai ditolak ayah dan ibunya. Bu Subangun hari itu ada undangan penting jadi tak bisa mengantar Beno ke pantai. Karena jengkel Beno lalu menendang mangkok aquarium kecil berisi tujuh ekor ikan maskoki hingga pecah.
Mendengar suara pecah, Wiwit lari mendatangi, ia segera menolong ikan mas koki yang menggelepar di lantai, memasukkannya ke dalam gayung. Ketika Bu Subangun muncul dan marah-marah, Beno berusaha menyalahkan orang lain. Ia lalu menunjuk Wiwit yang sedang menyelamatkan ikan-ikan mas koki dari lantai ke dalam gayung yang dibawanya. Beno bilang, Wiwitlah yang kesandung dan memecahkan mangkok ikan. Sia-sia Wiwit berusaha membela diri, ibunya yang hendak membela Wiwit malah diancam akan dipecat. Akhirnya Wiwit merelakan dirinya kena hukum oleh Bu Subangun.
Wiwit dihukum menyapu halaman rumah Bu Subangun yang luas. Beno yang nakal lalu mengajak kawan-kawannya yang juga nakal, Oki dan Loli, untuk mengerjai Wiwit yang sedang sibuk menyapu. Setiap kali daun-daun kering yang disapu Wiwit sudah terkumpul, tiga anak nakal itu muncul untuk mengacak-acaknya. Wiwit nampak sangat lelah tapi tak berdaya.
Melihat Wiwit tidak juga menangis, Beno punya akal yang lebih jahat, ia lalu ke ruang cuci dan mengambil gayung berisi ikan mas koki yang tadi diselamatkan Wiwit. Dengan jahat, Beno lalu membawa gayung berisi ikan emas itu lalu membuangnya ke tumpukan daun yang habis disapu oleh Wiwit. Beno terbahak-bahak melihat ikan-ikan itu menggelepar-gelepar. Wiwit kaget dan berusaha mencegah tapi ia tak berdaya. Air mata Wiwit menetes melihat ikan-ikan itu hampir mati, Beno dan kawan-kawannya terbahak-bahak melihat Wiwit akhirnya menangis dan mereka meninggalkan tempat itu.
Dengan susah payah Wiwit berusaha menyelamatkan ikan-ikan tadi, ia mencari mereka di antara dedaunan. Sayang, salah satu ikan kecil tadi nampaknya sudah telanjur mati, ia tak bergerak ketika berhasil ditemukan Wiwit. Air mata Wiwit menetes, jatuh ke tubuh ikan tersebut. Ajaib, seketika itu ada cahaya putih menyilaukan dan ikan itu kembali bergerak. Lebih ajaib lagi, sinar putih tadi memancar ke langit, dan berubah menjadi petir yang segera bersabung di atas awan lalu sedetik kemudian hujan pun turun ke bumi. Tetes-tetes air itu segera membasahi ikan-ikan yang nyaris mati itu. Mereka pun selamat semuanya.
Dengan gembira Wiwit mencarikan tempat buat ikannya, ia lalu melihat sebuah botol air mineral yang masih sedikit terisi di antara tumpukan sampah. Wiwit memasukkan ikan-ikan itu ke dalamnya. Ikan-ikan itu bergerak kembali, berenang dengan lincah. Wiwit sangat gembira. Ia lalu menyembunyikan botol air mineral itu di bawah semak. Ia berbisik pada ikan-ikan itu bahwa nanti ia akan membawa pulang ikan-ikan itu.
Siang harinya ibu selesai menyetrika dan mengajak Wiwit pulang. Wiwit tak lupa mengambil botol air mineral yang ia sembunyikan tadi. Untunglah Beno dan kawan-kawan sedang asyik rebutan kue dan makan dengan rakusnya sehingga tak memergoki Wiwit membawa pulang ikan tadi.
Sampai di rumah Wiwit lalu menyimpan ikan-ikan itu ke toples besar yang kosong. Ibu mengijinkan Wiwit memakai toples kaca itu dengan senyum kecut. Kata ibu, daripada stoples itu kosong tak ada kue yang menjadi isinya, lebih baik dimanfaatkan menjadi tempat ikan. Wiwit membesarkan semangat ibunya, ia bilang kalau ia besar nanti ia akan bekerja keras sehingga di rumah mereka tak akan kekurangan kue-kue dan makanan untuk ibu dan adik-adiknya. Ibu tersenyum dan membelai Wiwit, ibu mendoakan Wiwit kelak hidup bahagia.
Malam sudah muncul tapi adik Wiwit yang paling kecil tak mau tidur, ia terus merengek karena lapar. Ibu menjadi sedih ia memang masih punya sedikit beras yang cukup untuk dibuatkan bubur untuk mereka semua tapi minyak tanah di kompor tuanya itu sudah habis dan ibu tak punya uang lagi untuk membelinya. Kompor gas pemberian pak RT sudah lama dijual ibu untuk membayar sekolah Wiwit. Ibu juga tak bisa menyuruh Wiwit mencari kayu bakar untuk memasak karena selain sudah malam, juga turun hujan lebat di luar sana.
Tanpa sepengetahuan Wiwit sekeluarga, salah seekor ikan itu mengeluarkan kilau warna kemerahan yang cemerlang. Kilau merah itu memancar lurus ke arah kompor. Ajaib, seketika itu api kompor bisa menyala. Wiwit kaget mendengar suara api yang mendesis. Melihat kompornya menyala, ibu kaget sekaligus senang, ia buru-buru membuatkan bubur untuk adik Wiwit. Alangkah senangnya Wiwit sekeluarga, mereka kini bisa tidur dengan perut kenyang.
Sebelum tidur, Wiwit memberi makan ikannya dengan beberapa butir nasi yang masih tersisa di bakul tadi siang. Wiwit minta maaf karena tak punya uang untuk membelikan makanan ikan yang dijual di toko. Ketika Wiwit sudah tidur, salah seekor ikan itu lalu memancarkan kilau keemasan yang gemerlapan.
Pagi harinya, Wiwit kaget melihat stoples yang berkilau-kilau menyilaukan matanya. Ketika didekati, ternyata di dasar stoples itu penuh dengan telur ikan kecil yang gemerlap keemasan berkilauan. Wiwit berseru-seru memanggil ibunya. Alangkah kagetnya ibu melihat isi toples itu, di antara tujuh ikan emas yang dibawa Wiwit, ada banyak ikan kecil dari emas, tak bergerak di dasar stoples. Wiwit dan ibunya terpana, menatap bengong ke arah ikan-ikan kecil yang terbuat dari emas di dasar stoples.
Tiba-tiba pintu rumah diketuk dengan kasar. Seorang tetangga datang untuk menagih utang. Tetangga itu menghina ibunya Wiwit karena tak juga bisa membayar hutang. Ibunya Wiwit lalu bertanya dengan sopan, apakah tetangga itu mau menerima emas sebagai bayaran. Tetangga itu tertawa, ia tak percaya ibunya Wiwit punya emas. Ibunya Wiwit lalu mengambil ikan kecil di dasar stoples yang terbuat dari emas. Tetangga itu masih menghina, menganggap ikan itu pasti dari kuningan dan bukan emas. Ia lalu menggigitnya utk membuktikan bahwa itu bukan dari emas. Wiwit dan ibunya nampak tegang. Tapi alangkah kagetnya tetangga itu mengetahui bahwa ikan kecil itu memang terbuat dari emas murni.
Ibu lalu mengambil ikan kecil dari dasar stoples. Ibu lalu menjual ikan-ikanan dari emas itu ke pasar dan pulang dengan uang yang banyak. Malamnya Wiwit berdoa bersama ibu dan adik-adiknya mereka mensyukuri rejeki yang diterima hari ini. Wiwit lalu kembali memberi makan pada ikan-ikannya, kali ini ia sudah memberi makan dengan makanan ikan yang dijual di toko, tidak lagi berupa nasi seperti sebelumnya. Stoples tempat ikan juga sudah berubah jadi aquarium yang rapi. Setelah memberi makan ikannya, Wiwit lalu pergi tidur. Keajaiban kembali terjadi, kali ini sinar kekuningan yang muncul dari salah seekor ikan itu.
Di halaman rumah Wiwit malam itu mengendap-endap sepasang pencuri. Mereka kasak-kusuk, meyakinkan diri bahwa rumah itu layak mereka sambangi karena pemilik rumah itu baru saja menjual emas ke pasar dalam jumlah besar. Kedua pencuri tertawa gembira lalu bergegas mencongkel jendela dan masuk ke rumah Wiwit. Dua pencuri itu tak menyadari adanya sinar kuning yang menyala dari tubuh salah satu ikan di aquarium, sinar itu lalu memancar keluar melalui jendela dan memantul ke tiang lampu di pinggir jalan. Sinar kuning itu membuat lampu jalan itu bersinar luar biasa terang sehingga sangat menyilaukan.
Bapak-bapak yang sedang main kartu di pos ronda terkena kilau lampu yang menyilauan itu, mereka menoleh dan kaget melihat kilau itu di kejauhan. Bapak-bapak itu khawatir lampu itu korslet dan mereka pun bergegas lari, mau membangunkan pemilik rumah agar tak sampai terjadi kebakaran. Lampu jalan itu ternyata berada di halaman rumah Wiwit. Para bapak dari pos ronda datang dengan suara berisik, membawa kentongan pula, berusaha membangunkan Wiwit sekeluarga. Dua maling yang sedang beraksi kaget mendengar suara berisik itu, mereka bergegas kabur secepat mungkin. Tapi alangkah kagetnya mereka di halaman mereka bertemu dengan para bapak dari posronda. Seketika itu dengan mudah dua maling itu ditangkap warga. Ajaib, lampu di pinggir jalan yang tadi menyala super terang kini sudah kembali jadi lampu biasa, tak ada korsleting dan tak ada kebakaran. Wiwit sekeluarga lega, dua maling itu tak sempat mengambil apa-apa dari rumah mereka.
Kabar mengenai ikan emas berlian itu segera menyebar ke segenap penjuru desa. Bu Subangun kaget mengetahui kabar itu. Beno juga langsung merasa iri. Apalagi waktu Bu Subangun tahu ikan-ikan ajaib itu adalah ikan yang dibuang Beno, maka Bu Subangun bergegas ke rumah Wiwit.
Bu Subangun kaget melihat rumah Wiwit sekarang sudah berubah bagus. Wiwit sekeluarga juga sudah berkecukupan dari hasil penjualan ikan emas berlian itu. Bu Subangun yang datang bersama Beno lalu marah-marah, menuduh Wiwit mencuri ikan-ikan maskoki itu dari rumahnya. Dengan berat hati, Wiwit lalu terpaksa mengembalikan ikan-ikan maskoki itu pada Beno.
Bu Subangun sangat gembira. Ia tak sabar punya ikan emas berlian. Beno sudah berkhayal akan menggunakan ikan-ikan emas berlian itu untuk membeli seluruh permen dan coklat yang dijual di seluruh dunia. Bu Subangun malah sudah lebih dahulu memborong baju-baju super mahal karena besok pagi ia akan jadi super jutawan. Mereka lalu tidur mendengkur, tak menyadari sinar hitam memancar dari salah seekor ikan-ikan itu.
Pagi hari, dengan tak sabar, Beno dan Bu Subangun memeriksa aquarium. Tapi tak ada anak-anak ikan yang terbuat dari emas dan berlian. Mereka hanya menemukan banyak sekali garis-garis lengkung hitam kecil seperti cacing. Beno mengambil satu lengkungan itu dan menjerit ketika tahu itu adalah kotoran ikan. Bu Subangun jadi marah besar, dan kembali mendatangi rumah Wiwit sambil membawa ikan-ikan itu.
Wiwit dan ibunya kaget dituduh menipu oleh Bu Subangun dan Beno. Wiwit lalu bertanya ikan-ikan itu diberi makan apa kemarin sehingga mengeluarkan banyak kotoran. Bu Subangun semakin marah karena ia dan Beno tidak memberi makan apa-apa pada ikan-ikan itu. Wiwit dan ibunya kaget, mereka iba ikan itu belum diberi makan. Dengan penuh kasih sayang, Wiwit lalu memberi ikan itu makanan. Tapi Bu Subangun tetap marah dan bilang ia tak mau ditipu lagi oleh Wiwit dan ibunya. Bu Subangun tetap menuduh bahwa Wiwit menyembunyikan ikan ajaibnya dan memberikan padanya ikan yang bukan ikan ajaib. Maka malam itu Bu Subangun dan Beno memutuskan tinggal di rumah Wiwit untuk membuktikan bahwa ikan-ikan itu adalah betul ikan ajaib.
Mereka semua tidur di lantai beralas karpet di ruang tamu rumah Wiwit yang sekarang sudah berubah bagus itu. Bu Subangun dan Beno mengorok, mereka tak melihat ada kilau sinar perak yang berpendar dari salah seekor ikan itu.
Ketika pagi datang, Bu Subangun kaget melihat aquarium sudah penuh dengan telur ikan berwarna perak yang berkilauan. Bu Subangun buru-buru membangunkan Beno. Mereka melirik dan melihat Wiwit sedang sholat subuh dengan ibunya di kamar. Bu Subangun tak mau pamit, ia langsung saja membawa aquarium berisi ikan ajaib dan telur perak itu bersama Beno, pulang ke rumah.
Bu Subangun dan Beno senang sekali, mereka mengambili permata biru itu dari aquarium lalu memberi makan ikan-ikan itu dengan jumlah sangat banyak. Bu Subangun bilang kalau diberi makan yang banyak, maka ikan-ikan itu pasti akan memberikan ikan emas berlian yang juga banyak. Beno dan Bu Subangun tak sabar menunggu malam tiba. Ikan-ikan itu nampaknya stres di rumah bu Subangun, mereka berenang dengan sangat cepat dan saling tabrakan satu sama lain. Air aquarium jadi keruh dan kecoklatan. Aneh, air coklat keruh itu juga menampakkan kilau yang menyilaukan.
Esok paginya, Beno dan Bu Subangun kaget sekali melihat aquarium itu airnya jadi keruh dan sangat kotor. Bu Subangun dan Beno geram dan marah-marah, apalagi tak ada lagi telur emas atau perak, maupun intan berlian di dalam aquarium. Padahal telur perak kemarin sudah habis dipakai foya-foya pula. Bu Subangun memaki-maki ikan-ikan itu sebagai makhluk tak berguna. Beno kumat sikap jahatnya, ia lalu membuang aquarium itu ke luar jendela. Beno terbahak-bahak melihat ikan-ikan emas itu menggelepar-gelepar di tanah. Tapi tiba-tiba dari salah seekor ikan itu muncul sinar coklat kemilau dan alangkah kagetnya Beno melihat ada seekor buaya besar yang merayap, hendak mendekatinya. Bu Subangun dan Beno yang lari tunggang langgang dikejar buaya.
Sumber : MNCTV.COM
Bawang Putih Bawang Merah
Jaman dahulu kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan seorang gadis remaja yang cantik bernama bawang putih. Mereka adalah keluarga yang bahagia. Meski ayah bawang putih hanya pedagang biasa, namun mereka hidup rukun dan damai. Namun suatu hari ibu bawang putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang putih sangat berduka demikian pula ayahnya.
Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang Merah. Semenjak ibu Bawang putih meninggal, ibu Bawang merah sering berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering membawakan makanan, membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang putih berpikir bahwa mungkin lebih baik kalau ia menikah saja dengan ibu Bawang merah, supaya Bawang putih tidak kesepian lagi.
Dengan pertimbangan dari bawang putih, maka ayah Bawang putih menikah dengan ibu bawang merah. Awalnya ibu bawang merah dan bawang merah sangat baik kepada bawang putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka mulai kelihatan. Mereka kerap memarahi bawang putih dan memberinya pekerjaan berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang merah dan ibunya hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang putih tidak mengetahuinya, karena Bawang putih tidak pernah menceritakannya.
Suatu hari ayah Bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu Bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang putih. Bawang putih hampir tidak pernah beristirahat. Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi Bawang merah dan ibunya. Kemudian dia harus memberi makan ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu dia masih harus menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya. Namun Bawang putih selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.
Pagi ini seperti biasa Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang akan dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat cerah. Bawang putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya. Saking terlalu asyiknya, Bawang putih tidak menyadari bahwasalah satu baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju ibu tirinya telah hanyut terlalu jauh. Bawang putih mencoba menyusuri sungai untuk mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya.
“Dasar ceroboh!” bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum menemukannya. Mengerti?”
Bawang putih terpaksa menuruti keinginan ibun tirinya. Dia segera menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi. Mataharisudah mulai meninggi, namun Bawang putih belum juga menemukan baju ibunya. Dia memasang matanya, dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu baju ibunya tersangkut disana. Setelah jauh melangkah dan matahari sudah condong ke barat, Bawang putih melihat seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya. Maka Bawang putih bertanya: “Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang.” “Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata paman itu.
“Baiklah paman, terima kasih!” kata Bawang putih dan segera berlari kembali menyusuri. Hari sudah mulai gelap, Bawang putih sudah mulai putus asa. Sebentar lagi malam akan tiba, dan Bawang putih. Dari kejauhan tampak cahaya lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera menghampiri rumah itu dan mengetuknya.
“Permisi…!” kata Bawang putih. Seorang perempuan tua membuka pintu.
“Siapa kamu nak?” tanya nenek itu.
“Saya Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut. Dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini?” tanya Bawang putih.
“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek.
“Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.
“Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu,” kata nenek. “Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau harus menemaniku dulu disini selama seminggu. Sudah lama aku tidak mengobrol dengan siapapun, bagaimana?” pinta nenek.Bawang putih berpikir sejenak. Nenek itu kelihatan kesepian. Bawang putih pun merasa iba. “Baiklah nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak bosan saja denganku,” kata Bawang putih dengan tersenyum.
Selama seminggu Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari Bawang putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu, nenek pun memanggil bawang putih.
“Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek.
Mulanya Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya. Akhirnya Bawang putih memilih labu yang paling kecil. “Saya takut tidak kuat membawa yang besar,” katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang putih hingga depan rumah.
Sesampainya di rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya sementara dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata berisi emas permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking gembiranya dan memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang merah yang dengan serakah langsun merebut emas dan permata tersebut. Mereka memaksa bawang putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan hadiah tersebut. Bawang putih pun menceritakan dengan sejujurnya.
Mendengar cerita bawang putih, bawang merah dan ibunya berencana untuk melakukan hal yang sama tapi kali ini bawang merah yang akan melakukannya. Singkat kata akhirnya bawang merah sampai di rumah nenek tua di pinggir sungai tersebut. Seperti bawang putih, bawang merah pun diminta untuk menemaninya selama seminggu. Tidak seperti bawang putih yang rajin, selama seminggu itu bawang merah hanya bermalas-malasan. Kalaupun ada yang dikerjakan maka hasilnya tidak pernah bagus karena selalu dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya setelah seminggu nenek itu membolehkan bawang merah untuk pergi. “Bukankah seharusnya nenek memberiku labu sebagai hadiah karena menemanimu selama seminggu?” tanya bawang merah. Nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah memilih salah satu dari dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil labu yang besar dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi.
Sesampainya di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan dengan gembira memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut bawang putih akan meminta bagian, mereka menyuruh bawang putih untuk pergi ke sungai. Lalu dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata bukan emas permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain. Binatang-binatang itu langsung menyerang bawang merah dan ibunya hingga tewas. Itulah balasan bagi orang yang serakah.
Sumber : Ceritaanak.org
Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang Merah. Semenjak ibu Bawang putih meninggal, ibu Bawang merah sering berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering membawakan makanan, membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang putih berpikir bahwa mungkin lebih baik kalau ia menikah saja dengan ibu Bawang merah, supaya Bawang putih tidak kesepian lagi.
Dengan pertimbangan dari bawang putih, maka ayah Bawang putih menikah dengan ibu bawang merah. Awalnya ibu bawang merah dan bawang merah sangat baik kepada bawang putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka mulai kelihatan. Mereka kerap memarahi bawang putih dan memberinya pekerjaan berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang merah dan ibunya hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang putih tidak mengetahuinya, karena Bawang putih tidak pernah menceritakannya.
Suatu hari ayah Bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu Bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang putih. Bawang putih hampir tidak pernah beristirahat. Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi Bawang merah dan ibunya. Kemudian dia harus memberi makan ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu dia masih harus menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya. Namun Bawang putih selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.
Pagi ini seperti biasa Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang akan dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat cerah. Bawang putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya. Saking terlalu asyiknya, Bawang putih tidak menyadari bahwasalah satu baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju ibu tirinya telah hanyut terlalu jauh. Bawang putih mencoba menyusuri sungai untuk mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya.
“Dasar ceroboh!” bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum menemukannya. Mengerti?”
Bawang putih terpaksa menuruti keinginan ibun tirinya. Dia segera menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi. Mataharisudah mulai meninggi, namun Bawang putih belum juga menemukan baju ibunya. Dia memasang matanya, dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu baju ibunya tersangkut disana. Setelah jauh melangkah dan matahari sudah condong ke barat, Bawang putih melihat seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya. Maka Bawang putih bertanya: “Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang.” “Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata paman itu.
“Baiklah paman, terima kasih!” kata Bawang putih dan segera berlari kembali menyusuri. Hari sudah mulai gelap, Bawang putih sudah mulai putus asa. Sebentar lagi malam akan tiba, dan Bawang putih. Dari kejauhan tampak cahaya lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera menghampiri rumah itu dan mengetuknya.
“Permisi…!” kata Bawang putih. Seorang perempuan tua membuka pintu.
“Siapa kamu nak?” tanya nenek itu.
“Saya Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut. Dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini?” tanya Bawang putih.
“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek.
“Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.
“Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu,” kata nenek. “Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau harus menemaniku dulu disini selama seminggu. Sudah lama aku tidak mengobrol dengan siapapun, bagaimana?” pinta nenek.Bawang putih berpikir sejenak. Nenek itu kelihatan kesepian. Bawang putih pun merasa iba. “Baiklah nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak bosan saja denganku,” kata Bawang putih dengan tersenyum.
Selama seminggu Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari Bawang putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu, nenek pun memanggil bawang putih.
“Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek.
Mulanya Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya. Akhirnya Bawang putih memilih labu yang paling kecil. “Saya takut tidak kuat membawa yang besar,” katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang putih hingga depan rumah.
Sesampainya di rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya sementara dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata berisi emas permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking gembiranya dan memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang merah yang dengan serakah langsun merebut emas dan permata tersebut. Mereka memaksa bawang putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan hadiah tersebut. Bawang putih pun menceritakan dengan sejujurnya.
Mendengar cerita bawang putih, bawang merah dan ibunya berencana untuk melakukan hal yang sama tapi kali ini bawang merah yang akan melakukannya. Singkat kata akhirnya bawang merah sampai di rumah nenek tua di pinggir sungai tersebut. Seperti bawang putih, bawang merah pun diminta untuk menemaninya selama seminggu. Tidak seperti bawang putih yang rajin, selama seminggu itu bawang merah hanya bermalas-malasan. Kalaupun ada yang dikerjakan maka hasilnya tidak pernah bagus karena selalu dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya setelah seminggu nenek itu membolehkan bawang merah untuk pergi. “Bukankah seharusnya nenek memberiku labu sebagai hadiah karena menemanimu selama seminggu?” tanya bawang merah. Nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah memilih salah satu dari dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil labu yang besar dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi.
Sesampainya di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan dengan gembira memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut bawang putih akan meminta bagian, mereka menyuruh bawang putih untuk pergi ke sungai. Lalu dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata bukan emas permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain. Binatang-binatang itu langsung menyerang bawang merah dan ibunya hingga tewas. Itulah balasan bagi orang yang serakah.
Sumber : Ceritaanak.org
Tuesday
Legenda Rawa Pening
Dongeng Anak Indonesia - Baru Klinting adalah seorang anak sakti yang hidup di sekitar Ambarawa. Karena kesaktiannya, ia dikutuk oleh seorang penyihir jahat. Kutukan yang ia derita membuatnya memiliki luka dan borok yang tak pernah sembuh-sembuh di sekujur tubuhnya. Luka yang berbau amis tersebut segera basah dan mengeluarkan bau anyir lagi begitu akan mengering. Akibat lukanya, ia dikucilkan oleh masyarakat sekitar.
Seperti layaknya bocah, Baru Klinting juga gemar bermain. Ketika sedang berjalan-jalan, ia bertemu dengan segerombolan anak-anak yang sedang bermain. Ketika ia menawarkan diri untuk ikut permainan, anak-anak tersebut tidak mengijinkannya lantaran baunya yang luar biasa amis. Tak hanya itu, anak-anak tersebut mengata-ngatai dan menyumpahinya. Baru Klinting sangat sedih dan pergi menjauh dari anak-anak tersebut. Dalam perjalanannya, Baru Klinting merasa lapar. Ia bermaksud meminta makanan kepada salah seorang penduduk desa. Satu persatu rumah penduduk desa yang makmur tersebut ia ketuknya, namun tiada hasil. Bukan makanan yang ia dapatkan melainkan sumpah serapah dan pengusiran. Semua rumah penduduk tersebut tidak ada yang memberinya makanan.
Dalam keadaan lapar dan letih, akhirnya sampailah ia ke rumah Nyai. Nyai adalah seorang yang baik hati dan tidak sombong. Ia iba dengan keadaan Baru Klinting yang lapar dan penuh luka tersebut. Baru Klinting pun diberi makan oleh Nyai. Seusai makan, Baru Klinting merasa sangat berterima kasih kepada Nyai. Akhir kata, ia berpamitan kepada Nyai. Namun sebelum berpamitan, ia berpesan kepada Nyai bahwa jika mendengar bunyi kentungan, harus segera naik ke atas perahu atau lesung. Nyai mengiyakan pesan tersebut dan Baru Klinting pun pergi meninggalkan rumah Nyai.
Dalam perjalanannya lagi, Baru Klinting kembali bertemu anak-anak yang sedang bermain. Kembali, Baru Klinting ingin ikut serta dalam permainan. Namun, kembali pula, Baru Klinting ditolak dan diusir. Tidak hanya itu, sumpah serapah, hinaan, makian, dan ejekan serta caci maki tak lepas dari mulut anak-anak tersebut. Anak-anak tersebut merasa jijik akan tubuh Baru Klinting yang kotor, penuh luka basah dan berbau amis tersebut.
Kali ini, Baru Klinting sangat marah. Tidak, dia murka. Dalam kemurkaannya, ia menancapkan sebatang lidi ke tanah dengan kekuatannya. Ia bersumpah, bahwa tiada seorang pun yang akan sanggup mencabut batang lidi tersebut selain dirinya. Penasaran akan perkataannya tersebut, anak-anak pun berlomba-lomba mencabut lidi tersebut.
Satu persatu anak-anak tersebut mencoba namun tiada seorang pun yang berhasil mencabut lidi tersebut. Ketika anak-anak tersebut menyerah, giliran orang dewasa yang mencoba. Banyak orang dewasa yang bertubuh besar dan kuat mencoba mencabut lidi tersebut. Namun, tetap lidi tersebut bergeming. Lidi tersebut tidak bisa dicabut sama sekali.
Dalam keputusasannya, orang-orang tersebut menantang Baru Klinting untuk mencabut lidi tersebut. Seperti mematahkan sebatang lidi, Baru Klinting dapat dengan mudah mencabut lidi tersebut. Namun, dari bekas lubang tancapan lidi tersebut, keluarlah air yang pertama-tama kecil namun lama kelamaan menjadi besar dan deras. Penduduk pun panik dan berlarian menyelamatkan diri.
Kentungan pun dibunyikan sebagai tanda datangnya bahaya. Nyai yang saat itu sedang menumbuk padi di atas lesung mendengar bunyi kentungan. Nyai pun segera naik ke atas lesung. Air bah tersebut segera merendam Desa Rawa Pening dan penduduknya yang sombong.
Tiada yang selamat selain Nyai dari desa tersebut. Nyai yang selamat meneruskan kisah Baru Klinting kepada kenalan dan sanak saudaranya agar mereka tetap menghormati Baru Klinting sebagai penjaga Rawa Pening. Baru Klinting pun segera berubah menjadi ular dan hidup di dasar Danau Rawa Pening untuk menjaga kawasan tersebut.
Seperti layaknya bocah, Baru Klinting juga gemar bermain. Ketika sedang berjalan-jalan, ia bertemu dengan segerombolan anak-anak yang sedang bermain. Ketika ia menawarkan diri untuk ikut permainan, anak-anak tersebut tidak mengijinkannya lantaran baunya yang luar biasa amis. Tak hanya itu, anak-anak tersebut mengata-ngatai dan menyumpahinya. Baru Klinting sangat sedih dan pergi menjauh dari anak-anak tersebut. Dalam perjalanannya, Baru Klinting merasa lapar. Ia bermaksud meminta makanan kepada salah seorang penduduk desa. Satu persatu rumah penduduk desa yang makmur tersebut ia ketuknya, namun tiada hasil. Bukan makanan yang ia dapatkan melainkan sumpah serapah dan pengusiran. Semua rumah penduduk tersebut tidak ada yang memberinya makanan.
Dalam keadaan lapar dan letih, akhirnya sampailah ia ke rumah Nyai. Nyai adalah seorang yang baik hati dan tidak sombong. Ia iba dengan keadaan Baru Klinting yang lapar dan penuh luka tersebut. Baru Klinting pun diberi makan oleh Nyai. Seusai makan, Baru Klinting merasa sangat berterima kasih kepada Nyai. Akhir kata, ia berpamitan kepada Nyai. Namun sebelum berpamitan, ia berpesan kepada Nyai bahwa jika mendengar bunyi kentungan, harus segera naik ke atas perahu atau lesung. Nyai mengiyakan pesan tersebut dan Baru Klinting pun pergi meninggalkan rumah Nyai.
Dalam perjalanannya lagi, Baru Klinting kembali bertemu anak-anak yang sedang bermain. Kembali, Baru Klinting ingin ikut serta dalam permainan. Namun, kembali pula, Baru Klinting ditolak dan diusir. Tidak hanya itu, sumpah serapah, hinaan, makian, dan ejekan serta caci maki tak lepas dari mulut anak-anak tersebut. Anak-anak tersebut merasa jijik akan tubuh Baru Klinting yang kotor, penuh luka basah dan berbau amis tersebut.
Kali ini, Baru Klinting sangat marah. Tidak, dia murka. Dalam kemurkaannya, ia menancapkan sebatang lidi ke tanah dengan kekuatannya. Ia bersumpah, bahwa tiada seorang pun yang akan sanggup mencabut batang lidi tersebut selain dirinya. Penasaran akan perkataannya tersebut, anak-anak pun berlomba-lomba mencabut lidi tersebut.
Satu persatu anak-anak tersebut mencoba namun tiada seorang pun yang berhasil mencabut lidi tersebut. Ketika anak-anak tersebut menyerah, giliran orang dewasa yang mencoba. Banyak orang dewasa yang bertubuh besar dan kuat mencoba mencabut lidi tersebut. Namun, tetap lidi tersebut bergeming. Lidi tersebut tidak bisa dicabut sama sekali.
Dalam keputusasannya, orang-orang tersebut menantang Baru Klinting untuk mencabut lidi tersebut. Seperti mematahkan sebatang lidi, Baru Klinting dapat dengan mudah mencabut lidi tersebut. Namun, dari bekas lubang tancapan lidi tersebut, keluarlah air yang pertama-tama kecil namun lama kelamaan menjadi besar dan deras. Penduduk pun panik dan berlarian menyelamatkan diri.
Kentungan pun dibunyikan sebagai tanda datangnya bahaya. Nyai yang saat itu sedang menumbuk padi di atas lesung mendengar bunyi kentungan. Nyai pun segera naik ke atas lesung. Air bah tersebut segera merendam Desa Rawa Pening dan penduduknya yang sombong.
Tiada yang selamat selain Nyai dari desa tersebut. Nyai yang selamat meneruskan kisah Baru Klinting kepada kenalan dan sanak saudaranya agar mereka tetap menghormati Baru Klinting sebagai penjaga Rawa Pening. Baru Klinting pun segera berubah menjadi ular dan hidup di dasar Danau Rawa Pening untuk menjaga kawasan tersebut.
Monday
Joko Kendil
Indonesian Scouts JourneyAda seorang anak lelaki bernama Joko Kendil. Bentuk tubuhnya tidak seperti anak lainnya, tetapi berbentuk kendil atau periuk nasi. Walau demikian, ibunya sangat sayang kepadanya.
Waktu kecil anak itu sangat nakal. Ia sering mengganggu orang-orang yang sedang bekerja. Bentuknya yang seperti periuk, membuat banyak orang terkecoh. Orang-orang itu memasukkan kue atau buah-buahan ke dalam periuk itu. Kemudian periuk itu meloncat-loncat menjauh. Tentu saja orang itu kehilangan barang yang dimasukkannya tadi.
Pada suatu hari Joko Kendil melihat arak-arakan tiga orang putri raja. Melihat kecantikan putri bersaudara itu, ia seketika jatuh dinta. Kepada ibunya ia mendesak, agar mempersunting salah seorang putri cantik itu. Tentu saja ibunya menolak, karena kecantikan putri itu tidak sepadan dengan Joko Kendil yang berwajah buruk. Namun karena desakan yang bertubi-tubi, akhirnya sang ibu mau juga melamar putri raja itu ke istana.
Dalam hati, sang raja menolak lamaran itu. Namun raja yang bijaksana itu tidak mau menyakiti ibu Joko Kendil.
''Siapa pun boleh melamar putriku, tetapi harus memenuhi sejumlah syarat,'' jawab raja. ''Pertama, calon mempelai pria harus datang ke istana dengan diantar oleh binatang-binatang hutan. Kedua, harus menyediakan bidadari-bidadari dari kayangan yang akan mengiringi calon mempelai wanita. Ketiga, upacara pernikahan harus diramaikan oleh gamelan yang berbunyi sendiri. Keempat, tempat duduk mempelai harus diapit bunga-bungaan yang dipetik dari kayangan.''
Ibu Joko Kendil sangat sedih. Persyaratan yang sangat berat itu tidak mungkin terpenuhi. Tetapi ternyata, Joko si Periuk Nasi itu menyanggupi segala persyaratan itu. Ia bertekad untuk mempersunting putri raja dengan segala usaha. Ia meninggalkan rumah lalu pergi bertapa di sebuah gua.
Setelah berbulan-bulan berdoa dan memohon, tapa Joko Kendil berhasil. Berkat bantuan seorang tua gaib, kemudian berdatangan binatang-binatang hutan, bidadari, gamelan dan bunga-bungaan dari kayangan. Lihat, calon mempelai pria itu mengendarai seekor gajah, lalu menuju istana diiringkan arak-arakan yang panjang dan megah!
Raja terheran-heran. Betapa malunya kalau Baginda Raja yang bijaksana itu tidak memenuhi janji. Saat itu pula raja memelas putri-putrinya agar salah seorang di antaranya bersedia menikah dengan Joko Kendil. Putri tertua dan kedua menolak mentah-mentah. Tetapi putri bungsu yang bernama Retna Melati bersedia menerima lamaran itu.
''Demi bakti terhadap Ayahanda, hamba bersedia menikah dengan Joko Kendil,'' jawab putri bungsu.
Pesta pernikahan dilangsungkan di istana. Setiap malam dipertunjukkan kesenian yang menarik. Di sebuah panggung tampak ketiga putri raja menyaksikan pertunjukan itu. Putri tertua dan kedua tak henti-hentinya menyindir dan mengejek adiknya yang bersuamikan periuk nasi. Retna Melati diam saja. Pikirannya bertanya-tanya mengapa Joko Kendil, sang suami, tidak mau menonton pertunjukan yang menarik itu. Benarkah ia sakit atau malu memperlihatkan diri?
Tiba-tiba dari tengah keramaian itu muncul seorang pemuda tampan menunggang seekor kuta putih. Pemuda yang gagah itu sengaja menonton di dekat panggung. Matanya tak lepas-lepas menatap wajah Retna Melati.
Pada malam berikutnya Joko Kendil juga tidak mau menonton. Yang datang adalah pemuda tampan penunggang kuda putih yang selalu mencari tempat dekat panggung. Retna Melati tambah curiga, apa sesungguhnya yang terjadi atas suaminya. Kecurigaan itu memuncak pada malam ketiga. Dengan alasan sakit, Joko Kendil juga tidak mau menonton. Kesempatan itu digunakan Retna Melati untuk menyelidiki keadaan yang sebenarnya. Malam itu ia pura-pura meninggalkan kamar. Setelah itu ia segera balik lalu bersembunyi di balik pintu. Apa yang terlihat?
Dari periuk nasi itu perlahan-lahan keluar pemuda tampan yang selalu menonton dekat panggung. Pemuda itu meloncat ke luar jendela lalu melecut kuda putihnya. Retna Melati sangat gemas. Ia tidak ingin pemuda tampan itu menjelma kembali menjadi periuk nasi. Diambilnya periuk itu lalu dicampakkannya ke lantai. Braaak...! Hancur berantakan.
Sesaat kemudian terdengar kecipak kuda mendekati kamarnya. Pemuda itu terkejut mendapati periuk nasi itu hancur berantakan. Renta Melati mengira pemuda itu akan marah. Tidak! Pemuda itu tersenyum lalu memeluk istrinya dengan mesra.
''Jadi kaulah jodohku!'' seru pemuda itu. Sebenarnya lelaki tampan itu adalah keturunan seorang raja. Karena kutukan nenek sihir, ia diubah menjadi periuk nasi. Kutukan itu akan berakhir kalau laki-laki itu berjumpa dengan seorang jodoh yang kelak menjadi istrinya.
Kak Made Taro - Bali Post
Waktu kecil anak itu sangat nakal. Ia sering mengganggu orang-orang yang sedang bekerja. Bentuknya yang seperti periuk, membuat banyak orang terkecoh. Orang-orang itu memasukkan kue atau buah-buahan ke dalam periuk itu. Kemudian periuk itu meloncat-loncat menjauh. Tentu saja orang itu kehilangan barang yang dimasukkannya tadi.
Pada suatu hari Joko Kendil melihat arak-arakan tiga orang putri raja. Melihat kecantikan putri bersaudara itu, ia seketika jatuh dinta. Kepada ibunya ia mendesak, agar mempersunting salah seorang putri cantik itu. Tentu saja ibunya menolak, karena kecantikan putri itu tidak sepadan dengan Joko Kendil yang berwajah buruk. Namun karena desakan yang bertubi-tubi, akhirnya sang ibu mau juga melamar putri raja itu ke istana.
Dalam hati, sang raja menolak lamaran itu. Namun raja yang bijaksana itu tidak mau menyakiti ibu Joko Kendil.
''Siapa pun boleh melamar putriku, tetapi harus memenuhi sejumlah syarat,'' jawab raja. ''Pertama, calon mempelai pria harus datang ke istana dengan diantar oleh binatang-binatang hutan. Kedua, harus menyediakan bidadari-bidadari dari kayangan yang akan mengiringi calon mempelai wanita. Ketiga, upacara pernikahan harus diramaikan oleh gamelan yang berbunyi sendiri. Keempat, tempat duduk mempelai harus diapit bunga-bungaan yang dipetik dari kayangan.''
Ibu Joko Kendil sangat sedih. Persyaratan yang sangat berat itu tidak mungkin terpenuhi. Tetapi ternyata, Joko si Periuk Nasi itu menyanggupi segala persyaratan itu. Ia bertekad untuk mempersunting putri raja dengan segala usaha. Ia meninggalkan rumah lalu pergi bertapa di sebuah gua.
Setelah berbulan-bulan berdoa dan memohon, tapa Joko Kendil berhasil. Berkat bantuan seorang tua gaib, kemudian berdatangan binatang-binatang hutan, bidadari, gamelan dan bunga-bungaan dari kayangan. Lihat, calon mempelai pria itu mengendarai seekor gajah, lalu menuju istana diiringkan arak-arakan yang panjang dan megah!
Raja terheran-heran. Betapa malunya kalau Baginda Raja yang bijaksana itu tidak memenuhi janji. Saat itu pula raja memelas putri-putrinya agar salah seorang di antaranya bersedia menikah dengan Joko Kendil. Putri tertua dan kedua menolak mentah-mentah. Tetapi putri bungsu yang bernama Retna Melati bersedia menerima lamaran itu.
''Demi bakti terhadap Ayahanda, hamba bersedia menikah dengan Joko Kendil,'' jawab putri bungsu.
Pesta pernikahan dilangsungkan di istana. Setiap malam dipertunjukkan kesenian yang menarik. Di sebuah panggung tampak ketiga putri raja menyaksikan pertunjukan itu. Putri tertua dan kedua tak henti-hentinya menyindir dan mengejek adiknya yang bersuamikan periuk nasi. Retna Melati diam saja. Pikirannya bertanya-tanya mengapa Joko Kendil, sang suami, tidak mau menonton pertunjukan yang menarik itu. Benarkah ia sakit atau malu memperlihatkan diri?
Tiba-tiba dari tengah keramaian itu muncul seorang pemuda tampan menunggang seekor kuta putih. Pemuda yang gagah itu sengaja menonton di dekat panggung. Matanya tak lepas-lepas menatap wajah Retna Melati.
Pada malam berikutnya Joko Kendil juga tidak mau menonton. Yang datang adalah pemuda tampan penunggang kuda putih yang selalu mencari tempat dekat panggung. Retna Melati tambah curiga, apa sesungguhnya yang terjadi atas suaminya. Kecurigaan itu memuncak pada malam ketiga. Dengan alasan sakit, Joko Kendil juga tidak mau menonton. Kesempatan itu digunakan Retna Melati untuk menyelidiki keadaan yang sebenarnya. Malam itu ia pura-pura meninggalkan kamar. Setelah itu ia segera balik lalu bersembunyi di balik pintu. Apa yang terlihat?
Dari periuk nasi itu perlahan-lahan keluar pemuda tampan yang selalu menonton dekat panggung. Pemuda itu meloncat ke luar jendela lalu melecut kuda putihnya. Retna Melati sangat gemas. Ia tidak ingin pemuda tampan itu menjelma kembali menjadi periuk nasi. Diambilnya periuk itu lalu dicampakkannya ke lantai. Braaak...! Hancur berantakan.
Sesaat kemudian terdengar kecipak kuda mendekati kamarnya. Pemuda itu terkejut mendapati periuk nasi itu hancur berantakan. Renta Melati mengira pemuda itu akan marah. Tidak! Pemuda itu tersenyum lalu memeluk istrinya dengan mesra.
''Jadi kaulah jodohku!'' seru pemuda itu. Sebenarnya lelaki tampan itu adalah keturunan seorang raja. Karena kutukan nenek sihir, ia diubah menjadi periuk nasi. Kutukan itu akan berakhir kalau laki-laki itu berjumpa dengan seorang jodoh yang kelak menjadi istrinya.
Kak Made Taro - Bali Post
Sunday
Cindelaras
Dongeng Anak Indonesia - Kerajaan Jenggala dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raden Putra. Ia didampingi oleh seorang permaisuri yang baik hati dan seorang selir yang memiliki sifat iri dan dengki. Raja Putra dan kedua istrinya tadi hidup di dalam istana yang sangat megah dan damai. Hingga suatu hari selir raja merencanakan sesuatu yang buruk pada permaisuri raja. Hal tersebut dilakukan karena selir Raden Putra ingin menjadi permaisuri.
Selir baginda lalu berkomplot dengan seorang tabib istana untuk melaksanakan rencana tersebut. Selir baginda berpura-pura sakit parah. Tabib istana lalu segera dipanggil sang Raja. Setelah memeriksa selir tersebut, sang tabib mengatakan bahwa ada seseorang yang telah menaruh racun dalam minuman tuan putri. "Orang itu tak lain adalah permaisuri Baginda sendiri," kata sang tabib. Baginda menjadi murka mendengar penjelasan tabib istana. Ia segera memerintahkan patih untuk membuang permaisuri ke hutan dan membunuhnya.
Sang Patih segera membawa permaisuri yang sedang mengandung itu ke tengah hutan belantara. Tapi, patih yang bijak itu tidak mau membunuh sang permaisuri. Rupanya sang patih sudah mengetahui niat jahat selir baginda. "Tuan putri tidak perlu khawatir, hamba akan melaporkan kepada Baginda bahwa tuan putri sudah hamba bunuh," kata patih. Untuk mengelabui raja, sang patih melumuri pedangnya dengan darah kelinci yang ditangkapnya. Raja merasa puas ketika sang patih melapor kalau ia sudah membunuh permaisuri.
Setelah beberapa bulan berada di hutan, sang permaisuri melahirkan seorang anak laki-laki. Anak itu diberinya nama Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas dan tampan. Sejak kecil ia sudah berteman dengan binatang penghuni hutan. Suatu hari, ketika sedang asyik bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir telur ayam. Cindelaras kemudian mengambil telur itu dan bermaksud menetaskannya. Setelah 3 minggu, telur itu menetas menjadi seekor anak ayam yang sangat lucu. Cindelaras memelihara anak ayamnya dengan rajin. Kian hari anak ayam itu tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang gagah dan kuat. Tetapi ada satu yang aneh dari ayam tersebut. Bunyi kokok ayam itu berbeda dengan ayam lainnya. "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra...", kokok ayam itu
Cindelaras sangat takjub mendengar kokok ayamnya itu dan segera memperlihatkan pada ibunya. Lalu, ibu Cindelaras menceritakan asal usul mengapa mereka sampai berada di hutan. Mendengar cerita ibundanya, Cindelaras bertekad untuk ke istana dan membeberkan kejahatan selir baginda. Setelah di ijinkan ibundanya, Cindelaras pergi ke istana ditemani oleh ayam jantannya. Ketika dalam perjalanan ada beberapa orang yang sedang menyabung ayam. Cindelaras kemudian dipanggil oleh para penyabung ayam. "Ayo, kalau berani, adulah ayam jantanmu dengan ayamku," tantangnya. "Baiklah," jawab Cindelaras. Ketika diadu, ternyata ayam jantan Cindelaras bertarung dengan perkasa dan dalam waktu singkat, ia dapat mengalahkan lawannya. Setelah beberapa kali diadu, ayam Cindelaras tidak terkalahkan.
Berita tentang kehebatan ayam Cindelaras tersebar dengan cepat hingga sampai ke Istana. Raden Putra akhirnya pun mendengar berita itu. Kemudian, Raden Putra menyuruh hulubalangnya untuk mengundang Cindelaras ke istana. "Hamba menghadap paduka," kata Cindelaras dengan santun. "Anak ini tampan dan cerdas, sepertinya ia bukan keturunan rakyat jelata," pikir baginda. Ayam Cindelaras diadu dengan ayam Raden Putra dengan satu syarat, jika ayam Cindelaras kalah maka ia bersedia kepalanya dipancung, tetapi jika ayamnya menang maka setengah kekayaan Raden Putra menjadi milik Cindelaras.
Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya. "Baiklah aku mengaku kalah. Aku akan menepati janjiku. Tapi, siapakah kau sebenarnya, anak muda?" Tanya Baginda Raden Putra. Cindelaras segera membungkuk seperti membisikkan sesuatu pada ayamnya. Tidak berapa lama ayamnya segera berbunyi. "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra...," ayam jantan itu berkokok berulang-ulang. Raden Putra terperanjat mendengar kokok ayam Cindelaras. "Benarkah itu?" Tanya baginda keheranan. "Benar Baginda, nama hamba Cindelaras, ibu hamba adalah permaisuri Baginda."
Bersamaan dengan itu, sang patih segera menghadap dan menceritakan semua peristiwa yang sebenarnya telah terjadi pada permaisuri. "Aku telah melakukan kesalahan," kata Baginda Raden Putra. "Aku akan memberikan hukuman yang setimpal pada selirku," lanjut Baginda dengan murka. Kemudian, selir Raden Putra pun di buang ke hutan. Raden Putra segera memeluk anaknya dan meminta maaf atas kesalahannya Setelah itu, Raden Putra dan hulubalang segera menjemput permaisuri ke hutan.. Akhirnya Raden Putra, permaisuri dan Cindelaras dapat berkumpul kembali. Setelah Raden Putra meninggal dunia, Cindelaras menggantikan kedudukan ayahnya. Ia memerintah negerinya dengan adil dan bijaksana.
Sember : ceritaanak.org
Selir baginda lalu berkomplot dengan seorang tabib istana untuk melaksanakan rencana tersebut. Selir baginda berpura-pura sakit parah. Tabib istana lalu segera dipanggil sang Raja. Setelah memeriksa selir tersebut, sang tabib mengatakan bahwa ada seseorang yang telah menaruh racun dalam minuman tuan putri. "Orang itu tak lain adalah permaisuri Baginda sendiri," kata sang tabib. Baginda menjadi murka mendengar penjelasan tabib istana. Ia segera memerintahkan patih untuk membuang permaisuri ke hutan dan membunuhnya.
Sang Patih segera membawa permaisuri yang sedang mengandung itu ke tengah hutan belantara. Tapi, patih yang bijak itu tidak mau membunuh sang permaisuri. Rupanya sang patih sudah mengetahui niat jahat selir baginda. "Tuan putri tidak perlu khawatir, hamba akan melaporkan kepada Baginda bahwa tuan putri sudah hamba bunuh," kata patih. Untuk mengelabui raja, sang patih melumuri pedangnya dengan darah kelinci yang ditangkapnya. Raja merasa puas ketika sang patih melapor kalau ia sudah membunuh permaisuri.
Setelah beberapa bulan berada di hutan, sang permaisuri melahirkan seorang anak laki-laki. Anak itu diberinya nama Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas dan tampan. Sejak kecil ia sudah berteman dengan binatang penghuni hutan. Suatu hari, ketika sedang asyik bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir telur ayam. Cindelaras kemudian mengambil telur itu dan bermaksud menetaskannya. Setelah 3 minggu, telur itu menetas menjadi seekor anak ayam yang sangat lucu. Cindelaras memelihara anak ayamnya dengan rajin. Kian hari anak ayam itu tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang gagah dan kuat. Tetapi ada satu yang aneh dari ayam tersebut. Bunyi kokok ayam itu berbeda dengan ayam lainnya. "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra...", kokok ayam itu
Cindelaras sangat takjub mendengar kokok ayamnya itu dan segera memperlihatkan pada ibunya. Lalu, ibu Cindelaras menceritakan asal usul mengapa mereka sampai berada di hutan. Mendengar cerita ibundanya, Cindelaras bertekad untuk ke istana dan membeberkan kejahatan selir baginda. Setelah di ijinkan ibundanya, Cindelaras pergi ke istana ditemani oleh ayam jantannya. Ketika dalam perjalanan ada beberapa orang yang sedang menyabung ayam. Cindelaras kemudian dipanggil oleh para penyabung ayam. "Ayo, kalau berani, adulah ayam jantanmu dengan ayamku," tantangnya. "Baiklah," jawab Cindelaras. Ketika diadu, ternyata ayam jantan Cindelaras bertarung dengan perkasa dan dalam waktu singkat, ia dapat mengalahkan lawannya. Setelah beberapa kali diadu, ayam Cindelaras tidak terkalahkan.
Berita tentang kehebatan ayam Cindelaras tersebar dengan cepat hingga sampai ke Istana. Raden Putra akhirnya pun mendengar berita itu. Kemudian, Raden Putra menyuruh hulubalangnya untuk mengundang Cindelaras ke istana. "Hamba menghadap paduka," kata Cindelaras dengan santun. "Anak ini tampan dan cerdas, sepertinya ia bukan keturunan rakyat jelata," pikir baginda. Ayam Cindelaras diadu dengan ayam Raden Putra dengan satu syarat, jika ayam Cindelaras kalah maka ia bersedia kepalanya dipancung, tetapi jika ayamnya menang maka setengah kekayaan Raden Putra menjadi milik Cindelaras.
Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya. "Baiklah aku mengaku kalah. Aku akan menepati janjiku. Tapi, siapakah kau sebenarnya, anak muda?" Tanya Baginda Raden Putra. Cindelaras segera membungkuk seperti membisikkan sesuatu pada ayamnya. Tidak berapa lama ayamnya segera berbunyi. "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra...," ayam jantan itu berkokok berulang-ulang. Raden Putra terperanjat mendengar kokok ayam Cindelaras. "Benarkah itu?" Tanya baginda keheranan. "Benar Baginda, nama hamba Cindelaras, ibu hamba adalah permaisuri Baginda."
Bersamaan dengan itu, sang patih segera menghadap dan menceritakan semua peristiwa yang sebenarnya telah terjadi pada permaisuri. "Aku telah melakukan kesalahan," kata Baginda Raden Putra. "Aku akan memberikan hukuman yang setimpal pada selirku," lanjut Baginda dengan murka. Kemudian, selir Raden Putra pun di buang ke hutan. Raden Putra segera memeluk anaknya dan meminta maaf atas kesalahannya Setelah itu, Raden Putra dan hulubalang segera menjemput permaisuri ke hutan.. Akhirnya Raden Putra, permaisuri dan Cindelaras dapat berkumpul kembali. Setelah Raden Putra meninggal dunia, Cindelaras menggantikan kedudukan ayahnya. Ia memerintah negerinya dengan adil dan bijaksana.
Sember : ceritaanak.org
Saturday
Lutung Kasarung
Dongeng Anak Indonesia - Dahulu ada seorang raja yang adil dan bijaksana Prabu Tapa Agung namanya. Beliau dianugrahi tujuh orang putri. Berturut-turut mereka itu adalah Purbararang, Purbadewata, Purbaendah, Purbakancana, Purbamanik, Purbaleuih, dan si bungsu Purbasari. Ketujuh putri itu sudah menikah remaja dan semuanya cantik-cantik. Yang paling cantik dan paling manis budinya adalah Purbasari. Ia menjadi buah hati seluruh rakyat Kerajaan Pasir Batang.
Putri sulung Purbararang sudah bertunangan dengan Raden Indrajaya, putra salah seorang mentri kerajaan. Kepada Purbararang dan Indrajayalah seharusnya Prabu Tapa Agung dapat mempercayakan kerajaan. Akan tetapi, walaupun beliau sudah lanjut usia dan sudah waktunya turun tahta, beliau belum leluasa untuk menyerahkan mahkota. Karena, baik Purbararang maupun Indrajaya belum dapat beliau percaya sepenuhnya.
Sang Prabu merasa sebagai putri sulung, Perangai Purbararang tidak sesuai dengan yang diharapkan dari seorang pemimpin kerajaan. Purbararang mempunyai sifat angkuh dan kejam, sedangkan Indrajaya adalah seorang pesolek. Bangsawan muda itu akan lebih banyak memikirkan pakaian dan perhiasan dirinya daripada mengurus keamanan dan kesejahteraan rakyat kerajaan.
Menghadapi masalah seperti itu, Prabu Tapa Agung sering bermuram durja. Demikian pula permaisurinya, ibunda ketujuh putri itu. Mereka sering membicarakan masalah itu, tetapi tidak ada jalan keluar yang ditemukan.
Namun, kiranya kerisauan dan kebingungan raja yang baik itu diketahui oleh Sunan Ambu yang bersemayam di kahyangan atau Buana Pada. Pada suatu malam, ketika Prabu Tapa Agung tidur, beliau bermimpi. Di dalam mimpinya itu Sunan Ambu berkata, “Wahai Raja yang baik, janganlah risau. Sudah saatnya kamu beristirahat. Tinggalkanlah istana. Tinggalkanlah tahta kepada putri bungsu Purbasari. Laksanakanlah keinginanmu untuk jadi pertapa.”
Setelah beliau bangun, hilanglah kerisauan beliau. Petunjuk dari khayangan itu benar-benar melegakan hati beliau dan permaisuri.
Keesokan harinya sang Prabu mengumpulkan ketujuh putri beliau, pembantu, penasehat beliau yang setia, yaitu Uwak Batara Lengser, patih, para menteri dan pembesar-pembesar kerajaan lainnya.
Beliau menyampaikan perintah Sunan Ambu dari Kahyangan bahwa sudah saatnya beliau turun tahta dan menyerahkan kerajaan kepada Putri Purbasari.
Berita itu diterima dengan gembira oleh kebanyakan isi istana, kecuali oeh Purbararang dan Indrajaya. Mereka pura-pura setuju, walaupun didalam hati mereka marah dan mulai mencari akal bagaimana merebut tahta dari Purbasari.
Akal itu segera mereka dapatkan. Sehari setelah ayah bunda mereka tidak berada di istana, Purbararang dengan bantuan Indrajaya menyemburkan boreh, yaitu zat berwara hitam yang dibuat dari tumbuh-tumbuhan, ke wajah dan badan Purbasari.
Akibatnya Purbasari menjadi hitam kelam dan orang Pasir Batang tidak mengenalinya lagi. Itulah sebabnya putri bungsu itu tidak ada yang menolong ketika diusir dari istana.
Tak ada yang percaya ketika dia mengatakan bahwa ia Purbasari, Ratu Pasir Batang yang baru. Di samping itu, mereka yang tahu dan menduga bahwa gadis hitam kelam itu adalah Purbasari, tidak berani pula menolong.
Mereka takut akan Purbararang yang terkenal kejam. Bahkan Uwak Batara Lengser tidak berdaya mencegah tindakan Purbararang itu.
Ketika ia disuruh membawa Purbasari ke hutan, ia menurut. Akan tetapi setiba di hutan, Uwak Batara Lengser membuatkan gubuk yang kuat bagi putri bungsu itu. Ia pun menasehatinya dengan kata-kata lembut, “Tuan Putri bersabarlah. Jadikanlah pembuangan ini sebagai kesempatan bertapa untuk memohon perlindungan dan kasih sayang para penghuni kahyangan. “Nasehat Uwak Batara Lengser itu mengurangi kesedihan Putri Purbasari. Ia setuju bahwa ia akan melakukan tapa. “Bagus, Tuan Putri. Janganlah khawatir, Uwak akan sering datang kesini menengok dan mengirim persediaan.”
Selagi didunia atau Buana Panca Ttengah terjadi peristiwa pengusiran dan pembuangan Purbasari kedalam hutan, di Kahyangan atau Buana Pada terjadi peristiwa lain.
Berhari-hari Sunan Ambu gelisah karena putranya Guruminda tidak muncul. Maka Sunan Ambu pun meminta para penghuni kahyangan baik pria maupun wanita untuk mencarinya.
Tidak lama kemudian seorang pujangga datang dan memberitakan bahwa Guruminda berada ditaman Kahyangan. Ditambahkan bahwa Guruminda tampak bermuram durja. Sunan Ambu meminta kepada pelayan kahyangan agar Guruminda dipanggil, diminta menghadap.
Agak lama Guruminda tidak memenuhi panggilan itu sehingga ia dipanggil kembali. Akhirnya dia muncul dihadapan ibundanya, Sunan Ambu.
Akan tetapi, ia bertingkah laku lain dari pada biasanya. Ia terus menunduk seakan-akan malu memandang wajah ibunya sendiri. Namun, kalau Sunan Ambu sedang tidak melihat, ia mencuri-curi pandang.
“Guruminda, anakku, apakah yang kau sedihkan?Ceritalah kepada Ibu,” ujar Sunan Ambu dengan lembut dan penuh kasih sayang. Guruminda tidak menjawab. Demikian pula ketika Sunan Ambu mengulang pertanyaan beliau. Karena Sunan Ambu seorang wanita yang arif, beliau segera menyadari apa yang terjadi dengan putranya.
Beliau berkata, “Ibu sadar, sekarang kau sudah remaja. Usiamu tujuh belas tahun. Adakah bidadari yang menarik hatimu. Katakanlah pada Ibu siapa dia. Nanti Ibu akan memperkenalkanmu kepadanya.” Untuk beberapa lama Guruminda diam saja. “Guruminda, berkatalah, “ujar Sunan Ambu.
Guruminda pun berkata, walaupun perlahan-lahan sekali, “Saya tidak ingin diperkenalkan dengan bidadari manapun, kecuali yang secantik Ibunda,” katanya.
Mendengar perkataan putranya itu Sunan Ambu terkejut. Akan tetapi, sebagai wanita yang arif beliau tidak kehilangan akal apalagi marah. Beliau arif bahwa putranya sedang menghadapi persoalan. Beliau pun berkata, “Guruminda, gadis yang serupa dengan Ibunda tidak ada di Buana Pada ini. Ia berada di Buana Panca Tengah. Pergilah kamu ke sana. Akan tetapi tidak sebagai Guruminda. Kamu harus menyamar sebagai seekor kera atau lutung.”
Setelah Sunan Ambu berkata begitu, berubahlah Guruminda menjadi seekor kera atau lutung. “Pergilah anakku, ke Buana Panca Tengah, kasih sayangku akan selalu bersamamu. Kini namamu Lutung Kasarung.”
Guruminda sangat terkejut dan sedih ketika menyadari bahwa dia sudah menjadi lutung. Ia beranggapan bahwa ia telah dihukum oleh Ibunda Sunan Ambu karena kelancangannya. Ia cuma menunduk. “Pergilah, Anakku. Gadis, itu menunggu disana dan memerlukan bantuanmu.” ujar Sunan Ambu pula.
Guruminda sadar bahwa menjadi lutung adalah sudah nasibnya dan ia pun mengundurkan diri dari hadapan ibundanya. Dengan harapan akan bertemu gadis yang serupa dengan ibundanya, ia meninggalkan Buana Pada. Ia melompat dari awan ke awan hingga akhirnya tiba di bumi. Guruminda mencari tempat yang cocok untuk turun. Ketika melihat sebuah hutan, ia pun melompat ke bumi. Ia melompat dari pohon ke pohon. Lutung-lutung dan monyet-monyet mengelilinginya. Karena mereka menyadari bahwa Guruminda, yang berganti nama menjadi Lutung Kasarung, lebih besar dan cerdas, mereka menerimanya sebagai pemimpin. Demikianlah Lutung Kasarung mengembara di dalam hutan belantara, mencari gadis yang sama cantiknya dengan ibunda Sunan Ambu.
Tersebutlah di kerajaan Pasir Batang, Ratu Purbararang hendak melaksanakan upacara. Dalam upacara itu diperlukan kurban binatang. Ratu Purbararang memanggil Aki Panyumpit. “Aki!” katanya, “Tangkaplah seekor hewan untuk dijadikan kurban dalam upacara. Kalau kamu tidak mendapatkannya nanti siang, kamu sendiri jadi gantinya.”
Dengan ketakutan yang luar biasa Aki Panyumpit tergesa-gesa masuk hutan belantara. Akan tetapi, tidak seekor bajingpun ia temukan. Binatang-binatang sudah diberi tahu oleh Lutung Kasarung agar bersembunyi. Lalu, berjalanlah Aki Panyumpit kian kemari di dalam hutan itu hingga kelelahan.
Ia pun duduk dibawah pohon dan menangis karena putus asa. Pada saat itulah Lutung Kasarung turun dari pohon dan duduk dihadapan Aki Panyumpit. Aki Panyumpit segera mengambil sumpitnya dan membidik kearah Lutung Kasarung.
Namun Lutung Kasarung berkata, “Janganlah menyumpit saya karena saya tidak akan mengganggumu. Saya datang kesini karena melihat kakek bersedih.”
Aki Panyumpit terkejut mendengar lutung dapat berbicara. “Mengapa kakek bersedih?” tanya Lutung Kasarung.
Ditanya demikian, Aki Panyumpit menceritakan apa yang dialaminya. “Kalau begitu bawalah saya ke istana,kakek,” ujar Lutung Kasarung.
“Tetapi kamu akan dijadikan kurban!” kata Aki Panyumpit yang menyukai Lutung Kasarung.
“Saya tidak rela kamu dijadikan kurban,” lanjut Aki Pannyumpit.
“Tetapi kalau kakek tidak berhasil membawa hewan, kakek sendiri yang akan disembelih sebagai kurban,” jawab Lutung Kasarung.
Aki Panyumpit tidak dapat berkata-kata lagi karena bingung.
“Oleh karena itu, bawalah saya ke istana. Janganlah khawatir,” Kata Lutung Kasarung.
“Baiklah, kalau begitu”, kata Aki Panyumpit. Mereka pun keluar dari hutan menuju kerajaan Pasir Batang.
Setiba di alun-alun kerajaan, beberapa prajurit memegang dan mengikat Lutung Kasarung. Prajurit lain mengasah pisau untuk menyembelihnya.
Lutung Kasarung yang sudah di ikat dibawa ketengah alun-alun. Di sana Purbararang dan Indrajaya serta para pembesar kerajaan sudah hadir. Demikian pula lima putri adik-adik Purbararang.
Saat itu segala perlengkapaan upacara sudah disiapkan. Seorang pendeta sudah mulai menyalakan kemenyan dan berdoa. Seorang prajurit dengan pisau yang sangat tajam berjalan akan melaksanakan tugasnya. Ia memegang kepala Lutung Kasarung. Akan tetapi, tiba-tiba Lutung Kasarung menggeliat.
Tambang-tambang ijuk yang mengikat tubuhnya satu persatu mulai putus dan kemudian Ia pun bebas. Ia lalu memporak-porandakan perlengkapan upacara. Para putri dan wanita-wanita bangsawan menjerit ketakutan. Para prajurit mencabut senjata dan berusaha membunuh Lutung Kasarung. Namun, tidak seorang pun sanggup mendekatinya.
Lutung Kasarung sangat lincah dan tangkas. Ia melompat- lompat kesana kemari, di tengah-tengah hadirin yang berlari menyelamatkan diri.
Lutung Kasarung sengaja merusak barang-barang dan perlengkapan. Di melompat ke panggung tempat para putri menenun dan merusak perlengkapan tenun.
Setelah hadirin melarikan diri dan prajurit-prajurit kelelahan, Lutung Kasarung duduk di atas benteng yang mengelilingi halaman dalam istana .
Dari dalam istana, Purbararang dan adik-adiknya memandanginya dengan keheranan dan ketakutan. Indrajaya ada pula disana, ikut sembunyi dengan putri-putri dan para wanita.
Purbararang kemudian menjadi marah, “Bunuh! Ayo bunuh lutung itu!” teriaknya. Beberapa orang prajurit maju akan mengepung Lutung Kasarung lagi. Akan tetapi, Lutung Kasarung segera menyerang mereka dan membuat mereka lari ketakutan ke berbagai arah.
Uwak Batara Lengser adalah orang tua yang bijaksana, walaupun sudah tua tetap gagah berani. Ia berjalan menuju Lutung Kasarung dan berdiri di dekatnya. Ternyata, Lutung Kasarung tidak memperlihatkan sikap permusuhan kepadanya. “Kemarilah Lutung, janganlah kamu nakal dan menakut-nakuti orang, kamu anak yang baik.”
Pada saat itu beberapa orang prajurit mencoba menyergap Lutung Kasarung. Namun, Lutung Kasarung selalu waspada. Ia menyerang balik, mencakar, dan menggigit mereka. Mereka tunggang langgang melarikan diri dan tidak berani muncul kembali. Setelah itu Lutung Kasarung kembali kepada Uwak Batara Lengser dan seperti seorang anak yang baik, duduk didekat kaki orang tua itu.
Purbararang yang melihat pemandangan itu dari jauh, timbul niat jahatnya. Lutung yang besar dan jahat itu sebaiknya dikirim kehutan tempat Purbasari berada, pikirnya. Kalau Purbasari tewas diterkam lutung itu, maka ia akan tenang menduduki tahta Kerajaan Pasir Batang. Cara mengirim lutung itu tampaknya dapat dilaksanakan melalui Uwak Batara Lengser karena lutung itu tidak memperlihatkan sikap permusuhan terhadap Uwak Batara Lengser.
Berkatalah Purbararang kepada Uwak Batara Lengser, meminta orang tua itu mendekat. Orang tua itu menurut, “Uwak Batara Lengser, singkirkan lutung galak itu kehutan. Tempatkan bersama Purbasari. Kalau sudah jinak, kita kurbankan nanti.” Uwak Batara Lengser tahu maksud Purbararang, tetapi ia menurut saja. Ia pun tidak yakin apakah lutung itu akan mencederai Purbasaari. Ia melihat sesuatu yang aneh pada lutung itu. Itulah sebabnya ia mengulurkan tangan pada lutung itu sambil berkata, “Marilah kita pergi, lutung. Kamu saya bawa ketempat yang lebih cocok bagimu.” Lutung itu menurut. Uwak Batara Lengser pun menuntunnya meninggalkan tempat itu dan menuju ke hutan.
Sampai di hutan, Uwak Batara Lengser berseru kepada Purbasari memberitahukan kedatangannya. Purbasari keluar dari gubuk dengan gembira. Lutung Kasarung melihat seorang gadis yang kulitnya hitam kelam di celup boreh. Ia tertegun sejenak sehingga Uwak Batara Lengser berkata kepadanya, “Itu Putri Purbasari. Ia gadis yang manis dan baik hati. Kamu harus menjaganya.”
“Ya,” kata Lutung Kasarung.
Uwak Batara Lengser dan Purbasari keheranan. Akan tetapi, Uwak Batara Lengser berkata, “Semoga kedatanganmu ke Pasir Batang dikirim Kahyangan untuk kebaikan semua.”
Setelah Uwak Batara Lengser pergi, Lutung Kasarung meminta bantuan kawan-kawannya untuk mengumpulkan buah-buahan dan bunga-bungaan untuk Purbasari. Putri itu benar-benar terhibur dalam kesedihannya. Ia pun tidak kesunyian lagi. Bukan saja Lutung Kasarung selalu ada didekatnya, tetapi binatang-binatang lain seperti rusa, bajing, dan burung-burung berbagai jenis, berkumpul dekat gubuknya.
Ketika malam tiba, Lutung Kasarung berdoa, memohon kepada Ibunda Sunan Ambu agar membantunya. Sunan Ambu mendengar doanya dan memerintahkan kepada beberapa orang pujangga dan pohaci agar turun ke bumi untuk membantu Lutung Kasarung.
Ketika para pujangga tiba dihutan itu, Lutung Kasarung meminta kepada mereka agar dibuatkan tempat mandi bagi Purbasari. Para pujangga yang sakti itu membantu Lutung Kasarung membuat jamban salaka, tempat mandi dengan pancuran emas dan lantai serta dinding pualam. Airnya dialirkan dari mata air yang jernih yang ditampung dulu dalam telaga kecil. Ke dalam telaga kecil itu ditaburkan berbagai bunga-bungaan yang wangi. Sementara itu para pohaci menyiapkan pakaian bagi Purbasari. Pakaian itu bahannya dari awan dan warnanya dari pelangi. Tak ada pakaian seindah itu di bumi.
Keesokan harinya Purbasari sangat terkejut melihat Jamban Salaka itu. Akan tetapi, Lutung Kasarung mengatakan kapadanya bahwa ia tidak perlu heran. Kabaikan hati Purbasari telah menimbulkan kasih sayang Kahyangan kepadanya.
“Jamban Salaka dan pakaian yang tersedia di dalamnya adalah hadiah dari Buana Pada bagi Tuan Putri,” kata Lutung Kasarung
“Kau sendiri adalah hadiah dari Buana Pada bagiku, Lutung,” kata Purbasari, lalu memasuki Jamban Salaka. Ternyata, air di Jamban Salaka memiliki khasiat yang tidak ada pada air biasa dipergunakan Purbasari.
Ketika air itu dibilaskan, hanyutlah boreh dari kulit Purbasari. Kulitnya yang kuning langsat muncul kembali bahkan lebih cemerlang. Dalam kegembiraannya, Purbasari tidak putus-putusnya mengucapkan syukur kepada Kahyangan yang telah mengasihinya.
Selesai mandi, ia mengambil pakaian buatan para pohaci. Ia terpesona oleh keindahan pakaian yang dilengkapi perhiasan-perhiasan yang indah. Ia pun segera mengenakannya, lalu keluar dari Jamban Salaka. ‘Lutung lihatlah!. Apakah pakaian ini cocok bagiku?”
Lutung Kasarung sendiri terpesona. Dalam hatinya ia berkata, “Putri Purbasari, engkau seperti kembaran Ibunda Sunan Ambu, hanya jauh lebih muda.”
“Lutung, pantaskah pakaian ini bagiku?” tanya Purbasari pula.
“Para pohaci mencocokkannya bagi tuan putri,” jawab Lutung Kasarung seraya bersyukur dalam hatinya dan memuji kebijaksanaan Ibunda Sunan Ambu.
Peristiwa didalam hutan itu akhirnya terdengar oleh Purbararang. Rakyat Kerajaan Pasir Batang yang biasa mencari buah-buahan atau berburu kehutan membawa kabar aneh. Mereka bercerita tentang hutan yang berubah menjadi taman, tentang gubuk gadis hitam yang berubah menjadi istana kecil, tentang tempat mandi yang sangat indah, dan pimpinan seekor lutung yang sangat besar. Seekor lutung besar menyebabkan mereka tidak berani memasuki taman itu.
Kabar aneh itu sampai juga ke telinga Purbararang. Ia menduga ada bangsawan-bangsawan Pasir Batang yang diam-diam membantu Purbasari. Ia pun menjadi marah dan berpikir mencari jalan untuk mencelakakan Purbasari. Ia segera menemukan jalan untuk mecelakakan adik bungsunya itu.
Purbararang berpendapat bahwa para bangsawan Pasir Batang yang berpihak pada Purbasari tidak akan berani membantu adiknya itu secara terang-terangan. Oleh karena itu, Purbasari harus ditantang dalam pertandingan terbuka.
Para bangsawan dapat membuatkan Purbasari taman, istana kecil, dan Jamban Salaka. Itu mereka lakukan sembunyi-sembunyi dalam waktu yang lama, pikir Purbararang. Kalau Purbasari diharuskan membuat huma dalam satu hari seluas lima ratus depa, tak ada yang berani atau dapat membantunya. Ia sendiri dengan mudah akan dapat membuka huma ribuan depa dengan bantuan para prajurit.
Maka ia pun memanggil Uwak Batara Lengser dan berkata, “Uwak, berangkatlah ke hutan. Sampaikan pada Purbasari bahwa saya menantangnya berlomba membuat huma. Purbasari harus membuat huma seluas lima ratus depa dan harus selesai sebelum fajar besok. Kalau tidak dapat menyelesaikannya, atau tidak dapat mendahului saya maka ia akan dihukum pancung.”
Uwak Batara Lengser segera pergi kehutan. Ia disambut oleh Purbasari dan Lutung Kasarung. Ketika mendengar berita yang menakutkan itu, Purbasari pun menangis. ‘Kalau nasib saya harus mati muda, saya rela. Yang menyebabkan saya menangis adalah tindakan kakanda Purbararang. Begitu besarkah kebenciannya kepada saya?”
Lutung Kasarung berkata, “Jangan khawatir Tuan Putri, Kahiangan tidak akan melupakan orang yang tidak bersalah.”
Sementara ketiga sahabat itu sedang berbicara didalam hutan, Purbararang tidak menyia-nyiakan waktu. Ia memanggil seratus orang prajurit dan memerintahkan agar mereka membuka hutan untuk huma didekat tempat tinggal Purbasari. Huma harus selesai keesokan harinya. Kalau tidak selesai, para prajurit itu akan dihukum pancung. Para prajurit yang ketakutan segera berangkat ke hutan dan langsung bekerja keras membuka hutan. Mereka terus bekerja walaupun malam turun dan mulai gelap. Mereka terpaksa menggunakan obor yang banyak jumlahnya.
Sementara itu Lutung Kasarung mempersilahkan Purbasari masuk kedalam istana kcilnya untuk beristirahat. “Serahkanlah pekerjaan membuat huma itu kepada saya, Tuan Putri,’ katanya.
Ketika Purbasari sudah masuk kedalam istana kecilnya, Lutung Kasarung segera berdoa, memohon bantuan Ibunda Sunan Ambu dari Buana Pada. Doanya didengar dan Sunan Ambu mengutus empat puluh orang pujangga untuk membuat huma. Lahan yang dipilih adalah sebidang huma yag sudah terbuka dan cocok untuk ditanami padi. Huma itu letaknya tidak jauh dari hutan yang sedang dibuka oleh prajurit-prajurit Pasir Batang.
Keesokan harinya ketika matahari terbit, berangkatlah rombongan dari istana Pasir Batang menuju hutan. Purbararang duduk diatas tandu yang dihiasi sutra dan permata yang gemerlapan. Sementara itu tunangannya, Indrajaya, menunggang kuda di sampingnya. Lima orang putri bersaudara ada pula dalam rombongan bersama sejumlah bangsawan. Ratusan prajurit mengawal. Tak ketinggalan seorang algojo dengan kapak besarnya. Purbararang yakin bahwa hari itu ia akan dapat menghukum pancung adiknya, Purbasari. Akan tetapi, ia dan rombongan terkejut sebab disamping huma yang dibuka para prajurit telah ada pula huma lain yang lebih bagus.
Di tengah huma itu berdiri Uwak Batara Lengser dan Lutung Kasarung. “Gusti Ratu,” kata Uwak Batara Lengser, “Inilah huma Putri Purbasari.”
Purbararang benar-benar kecewa, malu,dan marah. Ia berteriak, “Baik, tetapi sekarang saya menantang Purbasari bertanding kecantikan denganku. Kalian yang menilai,” katanya seraya berpaling pada khalayak.
Purbararang menyangka Purbasari masih hitam kelam karena boreh. “Uwak, suruh dia keluar dari rumahnya!”
Uwak Batara Lengser mempersilahkan Purbasari keluar dari istana kecilnya. Purbasari muncul dan orang-orang memadangnya dengan takjub. Banyak yang lupa bernapas dan berkedip. Banyak pula yang lupa menutup mulutnya.
Begitu cantiknya Purbasari sehingga seorang bangsawan berkata, “Saya seakan-akan melihat Sunan Ambu turun ke Bumi.”
Melihat hal itu mula-mula Purbararang kecut. Akan tetapi dia ingat, bahwa dia masih punya harapan untuk menang. Ia berteriak, “Purbasari, marilah kita bertanding rambut. Siapa yang lebih panjang, dia menang. Lepas sanggulmu!” Sambil berkata begitu Purbararang berdiri dan melepas sanggulnya. Rambutnya yang hitam dan lebat terurai hingga kepertengahan betisnya.
Purbasari terpaksa menurut. Ia pun melepas sanggulnya. Rambutnya yang hitam berkilat dan halus bagai sutra bergelombang bagaikan air terjun hingga ketumitnya. Purbararang terpukul kembali. Akan tetapi, dia tidak kehabisan akal. Ia ingat bahwa ia mempunyai pinggang yang sangat ramping.. Ia berkata, “Lihat semua. Ikat pinggang yang kupakai ini bersisa lima lubang. Kalau Purbasari menyisakan kurang dari lima lubang, ia dihukum pancung.” Seraya berkata begitu ia melepas ikat pinggang emas bertahta permata dan melemparkannya kepada Purbasari. Purbasari memakainya dan ternyata tersisa tujuh lubang
.
Sekarang Purbararang menjadi kalap. Ia berteriak, “Hai orang-orang Pasir Batang, masih ada satu pertandingan yang tidak mungkin dimenangkan oleh Purbasari. Pertandingan apa itu? Coba tebak!” katanya seraya melihat wajah-wajah bangsawan Pasir Batang yang berdiri didekatnya. Ia tertawa karena yakin ia akan menang dalam pertandingan terakhir ini.
“Pertandingan apa, Kakanda?” kata salah seorang di antara adiknya.
Purbararang tersenyum. “Dengarkan!” katanya pula, “Dalam pertandingan ini kalian harus membandingkan siapa di antara calon suami kami yang lebih tampan. Lihat kepada tunangan saya, Indrajaya. Bagaimana pendapat kalian? Tampankah ia?”
Untuk beberapa lama tidak ada yang menjawab. Mereka bingung dan terkejut. Purbararang membentak, “Jawab! Tampankah dia?” Orang-orang menjawab, “Tampan, Gusti Ratu!” Purbararang tidak puas, “Lebih nyaring!”
“Tampan Gusti Ratu!”
Sambil tersenyum Purbararang melihat kearah Purbasari yang berdiri dekat Uwak Batara Lengser dan Lutung Kasarung. “Dengarkanlah, Purbasari. Sekarang kamu tidak bisa lolos. Kita akan bertanding membandingkan ketampanan calon suami. Calon suamiku adalah Indrajaya yang tampan dan gagah itu. Siapakah calon suamimu itu?” Purbasari kebingungan. “Siapa lagi calon suamimu kecuali lutung besar itu?” teriak Purbararang seraya menunjuk ke arah Lutung Kasarung. Lalu ia tertawa.
Purbasari terdiam. Ia memandang ke arah Lutung Kasarung. Semuanya terdiam. Algojo melangkah ke arah Purbasari seraya memutar-mutar kapaknya yang lebar dan tebal. Seraya memandang ke arah Lutung Kasarung dan sambil tersenyum sayu Purbasari berkata, “Memang seharusnya kamu menjadi calon suamiku, Lutung.”
Mendengar apa yang diucapkan Purbasari itu gembiralah Purbararang. Sekarang ia dapat membinasakan Purbasari. Akan tetapi, sesuatu terjadi. Mendengar perkataan Purbasari itu, Lutung Kasarung berubah, kembali ke asalnya sebagai Guruminda yang gagah dan tampan. Semua terheran-heran dan terpesona oleh ketampanan Guruminda. Guruminda sendiri memegang tangan Purbasari dan berkata, “Ratu kalian yang sebenarnya, Purbasari, telah mengatakan bahwa saya sudah seharusnya menjadi calon suaminya. Sebagai calon suaminya, saya harus melindungi dan membantunya. Tahtanya telah direbut oleh Purbararang. Sebagai tunangan Purbararang, Anda harus berada di pihaknya, Indrajaya. Oleh karena itu, marilah kita berperang tanding.”
Indrajaya bukannya siap berperang tanding, tetapi malah berlutut dan menyembah kepada Guruminda, mohon ampun dan dikasihani. Purbararang menangis dan minta maaf kepada Purbasari. Sementara itu para bangsawan dan prajurit serta rakyat justru bergembira. Mereka akan bebas dari ketakutan dan tekanan para pendukung Purbararang.
Pada hari itu juga Ratu purbasari kembali ke Kerajaan didampingi oleh suaminya, Guruminda. Purbararang dan Indrajaya dihukum dan dipekerjakan sebagai tukang sapu di taman istana. Rakyat merasa lega. Mereka kembali bekerja dengan rajin seperti di jaman pemerintahan Prabu Tapa Agung. Berkat bantuan Guruminda, Purbasari memerintah dengan cakap dan sangat bijaksana. Rakyat Kerajaan Pasir Batang merasa terlindungi, suasana aman dan tentram sehingga mereka bisa bekerja dengan tenang pada akhirnya kemakmuran dapat mereka peroleh secara nyata dan merata.
Sumber : bali-directory.com
Putri sulung Purbararang sudah bertunangan dengan Raden Indrajaya, putra salah seorang mentri kerajaan. Kepada Purbararang dan Indrajayalah seharusnya Prabu Tapa Agung dapat mempercayakan kerajaan. Akan tetapi, walaupun beliau sudah lanjut usia dan sudah waktunya turun tahta, beliau belum leluasa untuk menyerahkan mahkota. Karena, baik Purbararang maupun Indrajaya belum dapat beliau percaya sepenuhnya.
Sang Prabu merasa sebagai putri sulung, Perangai Purbararang tidak sesuai dengan yang diharapkan dari seorang pemimpin kerajaan. Purbararang mempunyai sifat angkuh dan kejam, sedangkan Indrajaya adalah seorang pesolek. Bangsawan muda itu akan lebih banyak memikirkan pakaian dan perhiasan dirinya daripada mengurus keamanan dan kesejahteraan rakyat kerajaan.
Menghadapi masalah seperti itu, Prabu Tapa Agung sering bermuram durja. Demikian pula permaisurinya, ibunda ketujuh putri itu. Mereka sering membicarakan masalah itu, tetapi tidak ada jalan keluar yang ditemukan.
Namun, kiranya kerisauan dan kebingungan raja yang baik itu diketahui oleh Sunan Ambu yang bersemayam di kahyangan atau Buana Pada. Pada suatu malam, ketika Prabu Tapa Agung tidur, beliau bermimpi. Di dalam mimpinya itu Sunan Ambu berkata, “Wahai Raja yang baik, janganlah risau. Sudah saatnya kamu beristirahat. Tinggalkanlah istana. Tinggalkanlah tahta kepada putri bungsu Purbasari. Laksanakanlah keinginanmu untuk jadi pertapa.”
Setelah beliau bangun, hilanglah kerisauan beliau. Petunjuk dari khayangan itu benar-benar melegakan hati beliau dan permaisuri.
Keesokan harinya sang Prabu mengumpulkan ketujuh putri beliau, pembantu, penasehat beliau yang setia, yaitu Uwak Batara Lengser, patih, para menteri dan pembesar-pembesar kerajaan lainnya.
Beliau menyampaikan perintah Sunan Ambu dari Kahyangan bahwa sudah saatnya beliau turun tahta dan menyerahkan kerajaan kepada Putri Purbasari.
Berita itu diterima dengan gembira oleh kebanyakan isi istana, kecuali oeh Purbararang dan Indrajaya. Mereka pura-pura setuju, walaupun didalam hati mereka marah dan mulai mencari akal bagaimana merebut tahta dari Purbasari.
Akal itu segera mereka dapatkan. Sehari setelah ayah bunda mereka tidak berada di istana, Purbararang dengan bantuan Indrajaya menyemburkan boreh, yaitu zat berwara hitam yang dibuat dari tumbuh-tumbuhan, ke wajah dan badan Purbasari.
Akibatnya Purbasari menjadi hitam kelam dan orang Pasir Batang tidak mengenalinya lagi. Itulah sebabnya putri bungsu itu tidak ada yang menolong ketika diusir dari istana.
Tak ada yang percaya ketika dia mengatakan bahwa ia Purbasari, Ratu Pasir Batang yang baru. Di samping itu, mereka yang tahu dan menduga bahwa gadis hitam kelam itu adalah Purbasari, tidak berani pula menolong.
Mereka takut akan Purbararang yang terkenal kejam. Bahkan Uwak Batara Lengser tidak berdaya mencegah tindakan Purbararang itu.
Ketika ia disuruh membawa Purbasari ke hutan, ia menurut. Akan tetapi setiba di hutan, Uwak Batara Lengser membuatkan gubuk yang kuat bagi putri bungsu itu. Ia pun menasehatinya dengan kata-kata lembut, “Tuan Putri bersabarlah. Jadikanlah pembuangan ini sebagai kesempatan bertapa untuk memohon perlindungan dan kasih sayang para penghuni kahyangan. “Nasehat Uwak Batara Lengser itu mengurangi kesedihan Putri Purbasari. Ia setuju bahwa ia akan melakukan tapa. “Bagus, Tuan Putri. Janganlah khawatir, Uwak akan sering datang kesini menengok dan mengirim persediaan.”
Selagi didunia atau Buana Panca Ttengah terjadi peristiwa pengusiran dan pembuangan Purbasari kedalam hutan, di Kahyangan atau Buana Pada terjadi peristiwa lain.
Berhari-hari Sunan Ambu gelisah karena putranya Guruminda tidak muncul. Maka Sunan Ambu pun meminta para penghuni kahyangan baik pria maupun wanita untuk mencarinya.
Tidak lama kemudian seorang pujangga datang dan memberitakan bahwa Guruminda berada ditaman Kahyangan. Ditambahkan bahwa Guruminda tampak bermuram durja. Sunan Ambu meminta kepada pelayan kahyangan agar Guruminda dipanggil, diminta menghadap.
Agak lama Guruminda tidak memenuhi panggilan itu sehingga ia dipanggil kembali. Akhirnya dia muncul dihadapan ibundanya, Sunan Ambu.
Akan tetapi, ia bertingkah laku lain dari pada biasanya. Ia terus menunduk seakan-akan malu memandang wajah ibunya sendiri. Namun, kalau Sunan Ambu sedang tidak melihat, ia mencuri-curi pandang.
“Guruminda, anakku, apakah yang kau sedihkan?Ceritalah kepada Ibu,” ujar Sunan Ambu dengan lembut dan penuh kasih sayang. Guruminda tidak menjawab. Demikian pula ketika Sunan Ambu mengulang pertanyaan beliau. Karena Sunan Ambu seorang wanita yang arif, beliau segera menyadari apa yang terjadi dengan putranya.
Beliau berkata, “Ibu sadar, sekarang kau sudah remaja. Usiamu tujuh belas tahun. Adakah bidadari yang menarik hatimu. Katakanlah pada Ibu siapa dia. Nanti Ibu akan memperkenalkanmu kepadanya.” Untuk beberapa lama Guruminda diam saja. “Guruminda, berkatalah, “ujar Sunan Ambu.
Guruminda pun berkata, walaupun perlahan-lahan sekali, “Saya tidak ingin diperkenalkan dengan bidadari manapun, kecuali yang secantik Ibunda,” katanya.
Mendengar perkataan putranya itu Sunan Ambu terkejut. Akan tetapi, sebagai wanita yang arif beliau tidak kehilangan akal apalagi marah. Beliau arif bahwa putranya sedang menghadapi persoalan. Beliau pun berkata, “Guruminda, gadis yang serupa dengan Ibunda tidak ada di Buana Pada ini. Ia berada di Buana Panca Tengah. Pergilah kamu ke sana. Akan tetapi tidak sebagai Guruminda. Kamu harus menyamar sebagai seekor kera atau lutung.”
Setelah Sunan Ambu berkata begitu, berubahlah Guruminda menjadi seekor kera atau lutung. “Pergilah anakku, ke Buana Panca Tengah, kasih sayangku akan selalu bersamamu. Kini namamu Lutung Kasarung.”
Guruminda sangat terkejut dan sedih ketika menyadari bahwa dia sudah menjadi lutung. Ia beranggapan bahwa ia telah dihukum oleh Ibunda Sunan Ambu karena kelancangannya. Ia cuma menunduk. “Pergilah, Anakku. Gadis, itu menunggu disana dan memerlukan bantuanmu.” ujar Sunan Ambu pula.
Guruminda sadar bahwa menjadi lutung adalah sudah nasibnya dan ia pun mengundurkan diri dari hadapan ibundanya. Dengan harapan akan bertemu gadis yang serupa dengan ibundanya, ia meninggalkan Buana Pada. Ia melompat dari awan ke awan hingga akhirnya tiba di bumi. Guruminda mencari tempat yang cocok untuk turun. Ketika melihat sebuah hutan, ia pun melompat ke bumi. Ia melompat dari pohon ke pohon. Lutung-lutung dan monyet-monyet mengelilinginya. Karena mereka menyadari bahwa Guruminda, yang berganti nama menjadi Lutung Kasarung, lebih besar dan cerdas, mereka menerimanya sebagai pemimpin. Demikianlah Lutung Kasarung mengembara di dalam hutan belantara, mencari gadis yang sama cantiknya dengan ibunda Sunan Ambu.
Tersebutlah di kerajaan Pasir Batang, Ratu Purbararang hendak melaksanakan upacara. Dalam upacara itu diperlukan kurban binatang. Ratu Purbararang memanggil Aki Panyumpit. “Aki!” katanya, “Tangkaplah seekor hewan untuk dijadikan kurban dalam upacara. Kalau kamu tidak mendapatkannya nanti siang, kamu sendiri jadi gantinya.”
Dengan ketakutan yang luar biasa Aki Panyumpit tergesa-gesa masuk hutan belantara. Akan tetapi, tidak seekor bajingpun ia temukan. Binatang-binatang sudah diberi tahu oleh Lutung Kasarung agar bersembunyi. Lalu, berjalanlah Aki Panyumpit kian kemari di dalam hutan itu hingga kelelahan.
Ia pun duduk dibawah pohon dan menangis karena putus asa. Pada saat itulah Lutung Kasarung turun dari pohon dan duduk dihadapan Aki Panyumpit. Aki Panyumpit segera mengambil sumpitnya dan membidik kearah Lutung Kasarung.
Namun Lutung Kasarung berkata, “Janganlah menyumpit saya karena saya tidak akan mengganggumu. Saya datang kesini karena melihat kakek bersedih.”
Aki Panyumpit terkejut mendengar lutung dapat berbicara. “Mengapa kakek bersedih?” tanya Lutung Kasarung.
Ditanya demikian, Aki Panyumpit menceritakan apa yang dialaminya. “Kalau begitu bawalah saya ke istana,kakek,” ujar Lutung Kasarung.
“Tetapi kamu akan dijadikan kurban!” kata Aki Panyumpit yang menyukai Lutung Kasarung.
“Saya tidak rela kamu dijadikan kurban,” lanjut Aki Pannyumpit.
“Tetapi kalau kakek tidak berhasil membawa hewan, kakek sendiri yang akan disembelih sebagai kurban,” jawab Lutung Kasarung.
Aki Panyumpit tidak dapat berkata-kata lagi karena bingung.
“Oleh karena itu, bawalah saya ke istana. Janganlah khawatir,” Kata Lutung Kasarung.
“Baiklah, kalau begitu”, kata Aki Panyumpit. Mereka pun keluar dari hutan menuju kerajaan Pasir Batang.
Setiba di alun-alun kerajaan, beberapa prajurit memegang dan mengikat Lutung Kasarung. Prajurit lain mengasah pisau untuk menyembelihnya.
Lutung Kasarung yang sudah di ikat dibawa ketengah alun-alun. Di sana Purbararang dan Indrajaya serta para pembesar kerajaan sudah hadir. Demikian pula lima putri adik-adik Purbararang.
Saat itu segala perlengkapaan upacara sudah disiapkan. Seorang pendeta sudah mulai menyalakan kemenyan dan berdoa. Seorang prajurit dengan pisau yang sangat tajam berjalan akan melaksanakan tugasnya. Ia memegang kepala Lutung Kasarung. Akan tetapi, tiba-tiba Lutung Kasarung menggeliat.
Tambang-tambang ijuk yang mengikat tubuhnya satu persatu mulai putus dan kemudian Ia pun bebas. Ia lalu memporak-porandakan perlengkapan upacara. Para putri dan wanita-wanita bangsawan menjerit ketakutan. Para prajurit mencabut senjata dan berusaha membunuh Lutung Kasarung. Namun, tidak seorang pun sanggup mendekatinya.
Lutung Kasarung sangat lincah dan tangkas. Ia melompat- lompat kesana kemari, di tengah-tengah hadirin yang berlari menyelamatkan diri.
Lutung Kasarung sengaja merusak barang-barang dan perlengkapan. Di melompat ke panggung tempat para putri menenun dan merusak perlengkapan tenun.
Setelah hadirin melarikan diri dan prajurit-prajurit kelelahan, Lutung Kasarung duduk di atas benteng yang mengelilingi halaman dalam istana .
Dari dalam istana, Purbararang dan adik-adiknya memandanginya dengan keheranan dan ketakutan. Indrajaya ada pula disana, ikut sembunyi dengan putri-putri dan para wanita.
Purbararang kemudian menjadi marah, “Bunuh! Ayo bunuh lutung itu!” teriaknya. Beberapa orang prajurit maju akan mengepung Lutung Kasarung lagi. Akan tetapi, Lutung Kasarung segera menyerang mereka dan membuat mereka lari ketakutan ke berbagai arah.
Uwak Batara Lengser adalah orang tua yang bijaksana, walaupun sudah tua tetap gagah berani. Ia berjalan menuju Lutung Kasarung dan berdiri di dekatnya. Ternyata, Lutung Kasarung tidak memperlihatkan sikap permusuhan kepadanya. “Kemarilah Lutung, janganlah kamu nakal dan menakut-nakuti orang, kamu anak yang baik.”
Pada saat itu beberapa orang prajurit mencoba menyergap Lutung Kasarung. Namun, Lutung Kasarung selalu waspada. Ia menyerang balik, mencakar, dan menggigit mereka. Mereka tunggang langgang melarikan diri dan tidak berani muncul kembali. Setelah itu Lutung Kasarung kembali kepada Uwak Batara Lengser dan seperti seorang anak yang baik, duduk didekat kaki orang tua itu.
Purbararang yang melihat pemandangan itu dari jauh, timbul niat jahatnya. Lutung yang besar dan jahat itu sebaiknya dikirim kehutan tempat Purbasari berada, pikirnya. Kalau Purbasari tewas diterkam lutung itu, maka ia akan tenang menduduki tahta Kerajaan Pasir Batang. Cara mengirim lutung itu tampaknya dapat dilaksanakan melalui Uwak Batara Lengser karena lutung itu tidak memperlihatkan sikap permusuhan terhadap Uwak Batara Lengser.
Berkatalah Purbararang kepada Uwak Batara Lengser, meminta orang tua itu mendekat. Orang tua itu menurut, “Uwak Batara Lengser, singkirkan lutung galak itu kehutan. Tempatkan bersama Purbasari. Kalau sudah jinak, kita kurbankan nanti.” Uwak Batara Lengser tahu maksud Purbararang, tetapi ia menurut saja. Ia pun tidak yakin apakah lutung itu akan mencederai Purbasaari. Ia melihat sesuatu yang aneh pada lutung itu. Itulah sebabnya ia mengulurkan tangan pada lutung itu sambil berkata, “Marilah kita pergi, lutung. Kamu saya bawa ketempat yang lebih cocok bagimu.” Lutung itu menurut. Uwak Batara Lengser pun menuntunnya meninggalkan tempat itu dan menuju ke hutan.
Sampai di hutan, Uwak Batara Lengser berseru kepada Purbasari memberitahukan kedatangannya. Purbasari keluar dari gubuk dengan gembira. Lutung Kasarung melihat seorang gadis yang kulitnya hitam kelam di celup boreh. Ia tertegun sejenak sehingga Uwak Batara Lengser berkata kepadanya, “Itu Putri Purbasari. Ia gadis yang manis dan baik hati. Kamu harus menjaganya.”
“Ya,” kata Lutung Kasarung.
Uwak Batara Lengser dan Purbasari keheranan. Akan tetapi, Uwak Batara Lengser berkata, “Semoga kedatanganmu ke Pasir Batang dikirim Kahyangan untuk kebaikan semua.”
Setelah Uwak Batara Lengser pergi, Lutung Kasarung meminta bantuan kawan-kawannya untuk mengumpulkan buah-buahan dan bunga-bungaan untuk Purbasari. Putri itu benar-benar terhibur dalam kesedihannya. Ia pun tidak kesunyian lagi. Bukan saja Lutung Kasarung selalu ada didekatnya, tetapi binatang-binatang lain seperti rusa, bajing, dan burung-burung berbagai jenis, berkumpul dekat gubuknya.
Ketika malam tiba, Lutung Kasarung berdoa, memohon kepada Ibunda Sunan Ambu agar membantunya. Sunan Ambu mendengar doanya dan memerintahkan kepada beberapa orang pujangga dan pohaci agar turun ke bumi untuk membantu Lutung Kasarung.
Ketika para pujangga tiba dihutan itu, Lutung Kasarung meminta kepada mereka agar dibuatkan tempat mandi bagi Purbasari. Para pujangga yang sakti itu membantu Lutung Kasarung membuat jamban salaka, tempat mandi dengan pancuran emas dan lantai serta dinding pualam. Airnya dialirkan dari mata air yang jernih yang ditampung dulu dalam telaga kecil. Ke dalam telaga kecil itu ditaburkan berbagai bunga-bungaan yang wangi. Sementara itu para pohaci menyiapkan pakaian bagi Purbasari. Pakaian itu bahannya dari awan dan warnanya dari pelangi. Tak ada pakaian seindah itu di bumi.
Keesokan harinya Purbasari sangat terkejut melihat Jamban Salaka itu. Akan tetapi, Lutung Kasarung mengatakan kapadanya bahwa ia tidak perlu heran. Kabaikan hati Purbasari telah menimbulkan kasih sayang Kahyangan kepadanya.
“Jamban Salaka dan pakaian yang tersedia di dalamnya adalah hadiah dari Buana Pada bagi Tuan Putri,” kata Lutung Kasarung
“Kau sendiri adalah hadiah dari Buana Pada bagiku, Lutung,” kata Purbasari, lalu memasuki Jamban Salaka. Ternyata, air di Jamban Salaka memiliki khasiat yang tidak ada pada air biasa dipergunakan Purbasari.
Ketika air itu dibilaskan, hanyutlah boreh dari kulit Purbasari. Kulitnya yang kuning langsat muncul kembali bahkan lebih cemerlang. Dalam kegembiraannya, Purbasari tidak putus-putusnya mengucapkan syukur kepada Kahyangan yang telah mengasihinya.
Selesai mandi, ia mengambil pakaian buatan para pohaci. Ia terpesona oleh keindahan pakaian yang dilengkapi perhiasan-perhiasan yang indah. Ia pun segera mengenakannya, lalu keluar dari Jamban Salaka. ‘Lutung lihatlah!. Apakah pakaian ini cocok bagiku?”
Lutung Kasarung sendiri terpesona. Dalam hatinya ia berkata, “Putri Purbasari, engkau seperti kembaran Ibunda Sunan Ambu, hanya jauh lebih muda.”
“Lutung, pantaskah pakaian ini bagiku?” tanya Purbasari pula.
“Para pohaci mencocokkannya bagi tuan putri,” jawab Lutung Kasarung seraya bersyukur dalam hatinya dan memuji kebijaksanaan Ibunda Sunan Ambu.
Peristiwa didalam hutan itu akhirnya terdengar oleh Purbararang. Rakyat Kerajaan Pasir Batang yang biasa mencari buah-buahan atau berburu kehutan membawa kabar aneh. Mereka bercerita tentang hutan yang berubah menjadi taman, tentang gubuk gadis hitam yang berubah menjadi istana kecil, tentang tempat mandi yang sangat indah, dan pimpinan seekor lutung yang sangat besar. Seekor lutung besar menyebabkan mereka tidak berani memasuki taman itu.
Kabar aneh itu sampai juga ke telinga Purbararang. Ia menduga ada bangsawan-bangsawan Pasir Batang yang diam-diam membantu Purbasari. Ia pun menjadi marah dan berpikir mencari jalan untuk mencelakakan Purbasari. Ia segera menemukan jalan untuk mecelakakan adik bungsunya itu.
Purbararang berpendapat bahwa para bangsawan Pasir Batang yang berpihak pada Purbasari tidak akan berani membantu adiknya itu secara terang-terangan. Oleh karena itu, Purbasari harus ditantang dalam pertandingan terbuka.
Para bangsawan dapat membuatkan Purbasari taman, istana kecil, dan Jamban Salaka. Itu mereka lakukan sembunyi-sembunyi dalam waktu yang lama, pikir Purbararang. Kalau Purbasari diharuskan membuat huma dalam satu hari seluas lima ratus depa, tak ada yang berani atau dapat membantunya. Ia sendiri dengan mudah akan dapat membuka huma ribuan depa dengan bantuan para prajurit.
Maka ia pun memanggil Uwak Batara Lengser dan berkata, “Uwak, berangkatlah ke hutan. Sampaikan pada Purbasari bahwa saya menantangnya berlomba membuat huma. Purbasari harus membuat huma seluas lima ratus depa dan harus selesai sebelum fajar besok. Kalau tidak dapat menyelesaikannya, atau tidak dapat mendahului saya maka ia akan dihukum pancung.”
Uwak Batara Lengser segera pergi kehutan. Ia disambut oleh Purbasari dan Lutung Kasarung. Ketika mendengar berita yang menakutkan itu, Purbasari pun menangis. ‘Kalau nasib saya harus mati muda, saya rela. Yang menyebabkan saya menangis adalah tindakan kakanda Purbararang. Begitu besarkah kebenciannya kepada saya?”
Lutung Kasarung berkata, “Jangan khawatir Tuan Putri, Kahiangan tidak akan melupakan orang yang tidak bersalah.”
Sementara ketiga sahabat itu sedang berbicara didalam hutan, Purbararang tidak menyia-nyiakan waktu. Ia memanggil seratus orang prajurit dan memerintahkan agar mereka membuka hutan untuk huma didekat tempat tinggal Purbasari. Huma harus selesai keesokan harinya. Kalau tidak selesai, para prajurit itu akan dihukum pancung. Para prajurit yang ketakutan segera berangkat ke hutan dan langsung bekerja keras membuka hutan. Mereka terus bekerja walaupun malam turun dan mulai gelap. Mereka terpaksa menggunakan obor yang banyak jumlahnya.
Sementara itu Lutung Kasarung mempersilahkan Purbasari masuk kedalam istana kcilnya untuk beristirahat. “Serahkanlah pekerjaan membuat huma itu kepada saya, Tuan Putri,’ katanya.
Ketika Purbasari sudah masuk kedalam istana kecilnya, Lutung Kasarung segera berdoa, memohon bantuan Ibunda Sunan Ambu dari Buana Pada. Doanya didengar dan Sunan Ambu mengutus empat puluh orang pujangga untuk membuat huma. Lahan yang dipilih adalah sebidang huma yag sudah terbuka dan cocok untuk ditanami padi. Huma itu letaknya tidak jauh dari hutan yang sedang dibuka oleh prajurit-prajurit Pasir Batang.
Keesokan harinya ketika matahari terbit, berangkatlah rombongan dari istana Pasir Batang menuju hutan. Purbararang duduk diatas tandu yang dihiasi sutra dan permata yang gemerlapan. Sementara itu tunangannya, Indrajaya, menunggang kuda di sampingnya. Lima orang putri bersaudara ada pula dalam rombongan bersama sejumlah bangsawan. Ratusan prajurit mengawal. Tak ketinggalan seorang algojo dengan kapak besarnya. Purbararang yakin bahwa hari itu ia akan dapat menghukum pancung adiknya, Purbasari. Akan tetapi, ia dan rombongan terkejut sebab disamping huma yang dibuka para prajurit telah ada pula huma lain yang lebih bagus.
Di tengah huma itu berdiri Uwak Batara Lengser dan Lutung Kasarung. “Gusti Ratu,” kata Uwak Batara Lengser, “Inilah huma Putri Purbasari.”
Purbararang benar-benar kecewa, malu,dan marah. Ia berteriak, “Baik, tetapi sekarang saya menantang Purbasari bertanding kecantikan denganku. Kalian yang menilai,” katanya seraya berpaling pada khalayak.
Purbararang menyangka Purbasari masih hitam kelam karena boreh. “Uwak, suruh dia keluar dari rumahnya!”
Uwak Batara Lengser mempersilahkan Purbasari keluar dari istana kecilnya. Purbasari muncul dan orang-orang memadangnya dengan takjub. Banyak yang lupa bernapas dan berkedip. Banyak pula yang lupa menutup mulutnya.
Begitu cantiknya Purbasari sehingga seorang bangsawan berkata, “Saya seakan-akan melihat Sunan Ambu turun ke Bumi.”
Melihat hal itu mula-mula Purbararang kecut. Akan tetapi dia ingat, bahwa dia masih punya harapan untuk menang. Ia berteriak, “Purbasari, marilah kita bertanding rambut. Siapa yang lebih panjang, dia menang. Lepas sanggulmu!” Sambil berkata begitu Purbararang berdiri dan melepas sanggulnya. Rambutnya yang hitam dan lebat terurai hingga kepertengahan betisnya.
Purbasari terpaksa menurut. Ia pun melepas sanggulnya. Rambutnya yang hitam berkilat dan halus bagai sutra bergelombang bagaikan air terjun hingga ketumitnya. Purbararang terpukul kembali. Akan tetapi, dia tidak kehabisan akal. Ia ingat bahwa ia mempunyai pinggang yang sangat ramping.. Ia berkata, “Lihat semua. Ikat pinggang yang kupakai ini bersisa lima lubang. Kalau Purbasari menyisakan kurang dari lima lubang, ia dihukum pancung.” Seraya berkata begitu ia melepas ikat pinggang emas bertahta permata dan melemparkannya kepada Purbasari. Purbasari memakainya dan ternyata tersisa tujuh lubang
.
Sekarang Purbararang menjadi kalap. Ia berteriak, “Hai orang-orang Pasir Batang, masih ada satu pertandingan yang tidak mungkin dimenangkan oleh Purbasari. Pertandingan apa itu? Coba tebak!” katanya seraya melihat wajah-wajah bangsawan Pasir Batang yang berdiri didekatnya. Ia tertawa karena yakin ia akan menang dalam pertandingan terakhir ini.
“Pertandingan apa, Kakanda?” kata salah seorang di antara adiknya.
Purbararang tersenyum. “Dengarkan!” katanya pula, “Dalam pertandingan ini kalian harus membandingkan siapa di antara calon suami kami yang lebih tampan. Lihat kepada tunangan saya, Indrajaya. Bagaimana pendapat kalian? Tampankah ia?”
Untuk beberapa lama tidak ada yang menjawab. Mereka bingung dan terkejut. Purbararang membentak, “Jawab! Tampankah dia?” Orang-orang menjawab, “Tampan, Gusti Ratu!” Purbararang tidak puas, “Lebih nyaring!”
“Tampan Gusti Ratu!”
Sambil tersenyum Purbararang melihat kearah Purbasari yang berdiri dekat Uwak Batara Lengser dan Lutung Kasarung. “Dengarkanlah, Purbasari. Sekarang kamu tidak bisa lolos. Kita akan bertanding membandingkan ketampanan calon suami. Calon suamiku adalah Indrajaya yang tampan dan gagah itu. Siapakah calon suamimu itu?” Purbasari kebingungan. “Siapa lagi calon suamimu kecuali lutung besar itu?” teriak Purbararang seraya menunjuk ke arah Lutung Kasarung. Lalu ia tertawa.
Purbasari terdiam. Ia memandang ke arah Lutung Kasarung. Semuanya terdiam. Algojo melangkah ke arah Purbasari seraya memutar-mutar kapaknya yang lebar dan tebal. Seraya memandang ke arah Lutung Kasarung dan sambil tersenyum sayu Purbasari berkata, “Memang seharusnya kamu menjadi calon suamiku, Lutung.”
Mendengar apa yang diucapkan Purbasari itu gembiralah Purbararang. Sekarang ia dapat membinasakan Purbasari. Akan tetapi, sesuatu terjadi. Mendengar perkataan Purbasari itu, Lutung Kasarung berubah, kembali ke asalnya sebagai Guruminda yang gagah dan tampan. Semua terheran-heran dan terpesona oleh ketampanan Guruminda. Guruminda sendiri memegang tangan Purbasari dan berkata, “Ratu kalian yang sebenarnya, Purbasari, telah mengatakan bahwa saya sudah seharusnya menjadi calon suaminya. Sebagai calon suaminya, saya harus melindungi dan membantunya. Tahtanya telah direbut oleh Purbararang. Sebagai tunangan Purbararang, Anda harus berada di pihaknya, Indrajaya. Oleh karena itu, marilah kita berperang tanding.”
Indrajaya bukannya siap berperang tanding, tetapi malah berlutut dan menyembah kepada Guruminda, mohon ampun dan dikasihani. Purbararang menangis dan minta maaf kepada Purbasari. Sementara itu para bangsawan dan prajurit serta rakyat justru bergembira. Mereka akan bebas dari ketakutan dan tekanan para pendukung Purbararang.
Pada hari itu juga Ratu purbasari kembali ke Kerajaan didampingi oleh suaminya, Guruminda. Purbararang dan Indrajaya dihukum dan dipekerjakan sebagai tukang sapu di taman istana. Rakyat merasa lega. Mereka kembali bekerja dengan rajin seperti di jaman pemerintahan Prabu Tapa Agung. Berkat bantuan Guruminda, Purbasari memerintah dengan cakap dan sangat bijaksana. Rakyat Kerajaan Pasir Batang merasa terlindungi, suasana aman dan tentram sehingga mereka bisa bekerja dengan tenang pada akhirnya kemakmuran dapat mereka peroleh secara nyata dan merata.
Sumber : bali-directory.com