Dongeng Anak Indonesia - Vina dan Asma adalah anak yatim piatu. Emak dan ayahnya meninggal dalam waktu yang berdekatan. Mereka tidak punya siapa-siapa lagi kecuali dengan bibi Midah, bibi mereka. Tapi keadaan bibi Midah sangat pas-pasan.
Vina yang tidak sanggup hidup dalam kemiskinan memutuskan untuk ke kota mencari uang dan bersenang-senang. Tentu saja bibi dan Asma menangis sedih. Mereka melepas Vina yang akan mencari pekerjaan.Di tengah jalan, ia bertemu dengan seorang kakek tua yang kaya. Ia pun berniat mencuri uang emas si kakek namun Vina malah terjebak dan harus menolong si kakek dari gigitan ular. Si kakek memberikan uang emas dan juga burung beo yang pandai dengan syarat burung itu tidak boleh dijual. Namun Vina silau akan harta, beo itu dijual dan ia pun kemudian dihukum oleh si kakek ke bukit kalajengking yang dijaga oleh kalajengking raksasa.
Asma yang sudah tidak bisa menahan kerinduan pada kakaknya, akhirnya memutuskan untuk mencari kakaknya. Mulailah Asma berjalan menyusuri hutan. Sepanjang jalan ia bertanya apakah tahu Vina kakaknya? Warga memberi tahu Vina saat ini hilang setelah adu ayam kalah. Hingga suatu ketika Asma bertemu dengan sang kakek dan kakek berkata, ia memang sedang menghukum Vina untuk dipasung di bukit kalajengking. Asma minta pada kakek agar ia bisa menemui dan menjemput sang kakak. Kakek akhirnya kasihan setelah melihat kesungguhan Asma yang menangis karena sangat rindu pada kakak satu-satunya.
Kakek akhirnya berkata, Asma bisa menemui kakaknya tapi harus siap dengan banyak rintangan. Sebelum menemukan kakaknya yang ada di bukit kalajengking, Asma harus melewati 3 tahap. Ia harus bisa melewati sungai kepiting. Di sana ada kawanan kepiting raksasa yang bisa mencapit Asma. Kedua, setelah turun dari pantai, Asma akan melewati daerah semut merah. Semut-semut itu juga akan menyerang Asma andai melewatinya daerah yang menjadi pintu bukit kalajengking. Asma sedih dengan apa ia bisa melawan semua itu. Kakek tersenyum. Ia memberikan bekal pada Asma tali ajaib dan minyak tanah ajaib untuk Asma.
Sementara itu Vina yang merasa rindu pada Asma diam-diam berhasil meloloskan diri dari bukit Kalajengking. Vina berlari dan berlari. Sementara itu Asma mulai berjalan mencari kakaknya. Benar juga begitu sampai di tepi sungai, Asma merasakan tanahnya bergetar. Segerombolan kepiting raksasa menyerangnya. Dengan penuh keberanian, Asma berusaha melempar tali yang diberi oleh kakek. Tiap tali yang dilempar Asma mengenai kepala sang kepiting raksasa, kepiting tak lama kemudian berubah menjadi mengecil. Berkali-kali Asma lakukan itu hingga kepiting raksasa habis.
Asma sangat lelah ia melihat ada sebuah getek, ia lalu menaiki. Angin bertiup sangat kencang. Asma nyaris tenggelam (animasi). Tapi akhirnya ia sampai di tepi sungai. Dan begitu sampai di tepi sungai Asma langsung disambut oleh kawanan semut merah raksasa. Mereka siap menyerang Asma dengan pasukannya. Asma tak takut. Ia melempar dengan cepat minyak tanah yang kakek berikan. Tiap lemparan minyak tanah, membuat semut mengecil dan mati.
Asma yakin ia sudah sampai di bukit kalajengking. Asma memanggil kakaknya dengan sedih. Kalajengking raksasa marah, lalu mendatangi Asma dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Sambil menangis Asma minta maaf pada kalajengking raksasa ia tidak akan mengganggu apapun. Ia hanya rindu pada kakaknya. Karena kasihan, kalajengking pun membebaskan Vina. Namun ternyata Vina tidak berubah sehingga ia berbuat jahat lagi pada Asma. Kakek sakti pun datang dan marah pada Vina. Ia akan menghukum Vina namun Asma melarangnya dan merelakan dirinya Akhirnya, Asma mengangkat kedua tangannya dan berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa.
“Ya, Tuhan! Tolonglah hambamu ini. Aku bersedia melakukan apapun dan mengorbankan apapun yang kumiliki agar aku bisa bertemu dengan kakak yang kusayangi dan sebagai tanda permintaan maaf atas sikap kakakku. Asma akan merelakan air mata, rambut dan seluruh anggota tubuh Asma untuk dimanfaatkan untuk kepentingan semua orang sebagai tanda maaf kami….”
Baru saja kalimat permohonan itu lepas dari mulut Asma, tiba-tiba angin bertiup kencang, langit menjadi mendung, hujan deras pun turun dengan lebatnya diikuti suara guntur yang menggelegar. Sesaat kemudian, tubuh Asma tiba-tiba menjelma menjadi pohon enau. Air matanya menjelma menjadi tuak atau nira yang berguna sebagai minuman. Rambutnya menjelma menjadi ijuk yang dapat dimanfaatkan untuk atap rumah. Tubuhnya menjelma menjadi pohon enau yang dapat menghasilkan buah kolang-kaling untuk dimanfaatkan sebagai bahan makanan atau minuman.
Sumber : MNCTV.COM
skip to main |
skip to sidebar
Semua Tentang Dongeng Anak Indonesia
Saturday
Harta Karun Raja Hayam Wuruk
Dongeng Anak Indonesia - NANDA gadis cilik dan sahabatnya Raka sedang piknik ke hutan, tiba-tiba muncul harimau dan langsung menyerang mereka. Nanda dan Raka langsung berlari dikejar harimau, mereka tersesat di dalam hutan. Malam yang dingin dan gelap membuat mereka mencari tempat teduh di dalam sebuah gua. Raka yang pandai bahan-bahan kimia, berhasil membuat api dari batu, caranya dihantamkan ke daun kering yang sudah dikumpulkan. Raka juga membuat tenda dari daun kelapa. Nanda memuji kehebatan Raka. Raka dan Nanda ketakutan karena ada bunyi-bunyi yang berasal dari sekitar mereka. Ternyata seorang kakek yg sedang mengumpulkan kayu bakar keluar dari semak2. Mereka mengajak kakek tersebut menghangatkan diri dan memberikan sebagian dari bekal mereka. Raka dan Nanda menawarkan kakek untuk istirahat. Mereka sudah mempersiapkan tempat untuk tidur yang beralas daun pohon kelapa. Ketika mereka merapikan tempat tersebut, tubuh kakek bersinar dan hilang. Mereka tidak mengetahui hal tersebut. Mereka kaget dan takut. Tapi lalu mereka melihat tabung bercahaya yang tertinggal di tempat duduk kakek. Lalu ada suara kakek yang berkata karena mereka telah baik, mereka mendapatkan hadiah berupa peta harta karun.
Raka yang ingin mencari harta karun tersebut esok hari. padahal Nanda ingin mereka kembali ke teman-temannya. Raka mengatakan bahwa letak harta karun tersebut dekat dengan mereka karena hanya beberapa kilo dari goa ke candi borobudur (gambar goa tertera di peta sehingga bisa jadi acuan Raka dan Nanda). Raka berjanji kalau sudah ketemu harta karun, mereka akan mncari teman temannya. Nanda setuju. Mereka tidur, asap merah menyelimuti tempat Raka dan Nanda tidur. Raka dan Nanda bangun. Raka segera menutup hidung dan mulutnya. Nanda dengar suara kuda. Dia tertarik karena kudanya bagus dengan asesoris kuda, tidak ada penunggangnya. Raka melarang Nanda untuk menghampiri kuda. Tapi Nanda seolah terhipnotis. Di luar sudah menunggu Pria Bermata satu yang menyeramkan. Naik kuda, dengan tanduk bersinar. Jubah pria mata satu juga bersinar. Pria Mata Satu ini menaiki kuda yang bertanduk dan matanya mengeluarkan api, dan hendak merebut benda pusaka Nanda. Di tangan Pria ini terdapat pecut yang dapat mengeluarkan listrik. Pria Mata Satu langsung menyerang Nanda dan Raka tanpa basa basi.
Nanda dililit oleh pecutan lalu ditarik dan duduk di atas punggung kuda. Nanda dibawa Pria mata satu naik kuda terbang. Raka berteriak dan mencoba mengejar sebelum kuda tersebut terbang. Lalu tiba-tiba ada kuda putih terbang ada tanduknya juga, penunggangnya pria berbaju tipis seba putih, pakai asesoris berwarna emas, mendarat dan mendekati Raka. Raka diajak naik ke punggung kuda dan mengejar kuda hitam tersebut. Terjadi kejara-kejaran, penunggang kuda putih menembakkan sinar dari tanduknya dan berhasil membuat kuda tersebut bergoyang dan menjatuhkan Nanda. Penunggang putih berhasil menangkap Nanda, dan mendaratkan Nanda dan Raka. Lalu penunggang kuda putih mengejar kuda hitam, terjadi pertarungan di angkasa dan di daratan, antara penunggang putih dan hitam. Penunggang hitam kalah lalu kabur dg kudanya. Penunggang kuda putih bercerita pada Raka dan Nanda, bahwa ternyata Pria Mata Satu adalah orang yang dicarinya selama ini karena Pria Mata Satu adalah pencuri harta karun bangsanya.Pria putih berencana menangkap Pria Mata Satu dan membawanya untuk bertanggung jawab. Pria Putih juga bilang, bahwa Pria Mata Satu mengincar peta di tangan Raka Nanda. Pria Kuda putih langsung bergegas lagi dan sebelumnya Pria Kuda Putih mengatakan, bahwa gua yang dicari Nanda Raka ada di depan mereka. Nanda hendak mengucapkan terima kasih tapi Penunggang Kuda Putih langsung terbang. Ternyata diam-diam, Pria Mata Satu mengikuti Nanda dan Raka.
Raka sadar, ternyata mereka di depan gua yang sesuai dengan gambar di peta. Nanda dan Raka langsung menyusuri gua mengikuti petunjuk di peta, namun tiba tiba mereka terperosok ke dalam lorong yang licin. Nanda dan Raka langsung merosot turun dan akhirnya terjatuh di sebuah sungai yang penuh dengan lumpur, dan sungai tersebut menyedot tubuh mereka. Nanda dan Raka tidak bisa bergerak, namun Raka dengan sigap, langsung melepaskan tali pinggangnya dan menyambungkannya dengan akar di atasnya. Raka berhasil keluar dari sungai lumpur. Raka dan Nanda lalu menemukan sebuah batu bersinar, dan di peta dituliskan jika mendapatkan batu bersinar, maka mereka harus mencari sungai di bawah tanah. Raka dan Nanda bingung untuk mencari sungai di bawah tanah. Nanda putus asa. Nanda meminta Raka untuk segera pulang dan tidak usah mencari harta karun lagi, tapi Raka tidak mau. Nanda akhirnya memutuskan meninggalkan Raka yang hendak mengikuti petunjuk di peta. Baru saja Nanda melangkah, tiba-tiba Nanda menginjak sebuah batu dan tiba-tiba lantai di bawahnya langsung terbuka, Nanda terjatuh ke dalamnya. Raka hendak menolong, tapi Nanda keburu terperosok. Raka akhirnya masuk ke dalam lubang menyusul Nanda. Lorong tampak jauh sekali masuk ke dalam tanah, Nanda dan Raka terus melesat ke dalam tanah. Sesampai Raka di dasar lubang yang dalam, tiba-tiba mereka tercebur di dalam sungai yang bening sekali. Mereka berdua berada di dalam sebuah ruangan gua yang besar sekali, dan di dalam ruangan gua tersebut terdapat sungai yang bening sekali airnya. Raka senang, karena menemukan sungai di bawah tanah, Raka membaca petunjuk peta, bahwa mereka juga harus menemukan intan merah di dasar sungai. Namun Raka sadar ternyata Nanda tidak ada di sampingnya. Ternyata Nanda di sisi lain berteriak minta tolong.
Nanda tampak tenggelam karena ternyata tidak bisa berenang. Raka langsung menolong Nanda, namun tiba-tiba muncul ikan bersirip mengejar Nanda. Raka langsung menarik Nanda untuk berenang menjauh, namun ikan bersayap langsung menyerang Nanda. Raka langsung memengang sirip ikan dan Raka dan Nanda langsung terbawa terbang ke atas. Ikan bersayap terbang dan berontak, namun Raka berhasil menjinakkan ikan bersayap, Raka pun bersuit dan tampak ikan terbang menurut perintah suitan Raka. Raka dan Nanda, tampak berenang ke dalam air dan menemukan intan merah. Raka langsung menyimpan intan merah. Mereka langsung keluar dari lorong dan terbang ke atas. Saat mereka keluar, Nanda merasa mereka tidak berada di dunia mereka lagi. Tampak di luar, matahari menjadi 2 dan juga tampak bulan secara bersamaan. Nanda melihat peta, dan menyuruh ikan terbang mendarat di danau yang disilang di gambar peta. Raka dan Nanda langsung menghampiri sebuah gerbang yang tampak bersinar. Di pintu terbang tertulis, bahwa dibalik pintu ini terdapat harta karun Hayam Wuruk. Raka merasa ada jebakan di petunjuk di depan mereka. Namun Nanda menyuruh Raka percaya pada petunjuk yang sudah mereka ikuti selama ini.
Nanda memasukkan kunci ke dalam gerbang, tiba-tiba pintu terbuka dan tampak lorong yang panjang dan gelap sekali. Nanda dan Raka ragu untuk masuk, namun di meja samping lorong, terdapat 2 buah cawan minuman, yang satu cawan dari emas dan yang satunya lagi terbuat dari tanah liat. Terdapat tulisan untuk meminum salah satu cawan agar dapat menemukan harta. Nanda mengambil cawan emas dan hendak meminumnya, namun tiba-tiba Pria Mata Satu muncul dan langsung mengambil cawan emas. Pria Seram langsung minum, dan yakin ia akan memiliki harta Raja Hayam Wuruk yang terpendam selama ini. Tiba-tiba Pria Mata Satu merasakan kesakitan, dan langsung pingsan. Nanda pun akhirnya minum dari cawan satunya lagi. Saat Nanda minum tiba-tiba matanya bersinar, dan bisa melihat isi lorong bersinar dan tampak di ujung lorong, sebuah ruangan di depan mereka. Nanda kaget melihat pemandangan di depan mereka. Nanda dan Raka akhirnya menyusuri lorong, namun tiba-tiba lorong berputar-putar, Nanda dan Raka hampir saja terjatuh, namun mereka berhasil berpegangan. Di ujung lorong, tampak celah semakin mengecil. Nanda dan Raka berlari agar bisa segera keluar dari lorong. Nanda dan Raka langsung loncat persis celah lorong menyempit. Namun Pria Mata Satu tiba-tiba muncul dan ikutan loncat melalui celah. Nanda dan Raka kaget melihat Pria Mata Satu ternyata masih sadar. Pria Mata Satu langsung berlari menuju ke ruangan emas mengikuti Nanda. Nanda dan Raka berlari, hendak menyusul Pria Seram. Raka pun langsung menyuitkan dan tampak ikan terbang Muncul.
Raka dan Nanda langsung naik ikan terbang dan tiba ruangan yang penuh dengan emas, tampak ada bangku rasa penuh dengan emas, di atas bangku ada mahkota Raja Hayam Wuruk. Raka dan Nanda senang dan mengambi mahkota emas bertabur batu berlian dan batu berharga lainnya. Pria Mata Satu muncul lagi dan dengan serakah, mengambil emas, tiba-tiba tanpa sengaja Pria Mata Satu menekan tuas rahasia. Tiba-tiba tanah tempatnya berpijak berguncang keras. Seluruh ruangan tampak runtuh. Nanda dan Raka lari keluar. Di saat terakhir, Pria Mata Satu sadar ruangan akan runtuh tapi ia terus mengambil emas hingga akhirnya, Pria mata Satu terkubur bersama keserakahannya mengambil emas. Raka dan Nanda keluar dan bertemu dengan Penunggang Kuda Putih yang ternyata sudah menunggunya. Raka dan Nanda naik kuda terbang Putih dan diantar pulang sambil membawa mahkota Hayam Wuruk. Ternyata intan merah yang disimpan Raka adalah Intan di mahkota Hayam Wuruk. Raka dan Nanda meletakkan intan tersebut di mahkota Hayam Wuruk.
Sumber : MNCTV.COM
Raka yang ingin mencari harta karun tersebut esok hari. padahal Nanda ingin mereka kembali ke teman-temannya. Raka mengatakan bahwa letak harta karun tersebut dekat dengan mereka karena hanya beberapa kilo dari goa ke candi borobudur (gambar goa tertera di peta sehingga bisa jadi acuan Raka dan Nanda). Raka berjanji kalau sudah ketemu harta karun, mereka akan mncari teman temannya. Nanda setuju. Mereka tidur, asap merah menyelimuti tempat Raka dan Nanda tidur. Raka dan Nanda bangun. Raka segera menutup hidung dan mulutnya. Nanda dengar suara kuda. Dia tertarik karena kudanya bagus dengan asesoris kuda, tidak ada penunggangnya. Raka melarang Nanda untuk menghampiri kuda. Tapi Nanda seolah terhipnotis. Di luar sudah menunggu Pria Bermata satu yang menyeramkan. Naik kuda, dengan tanduk bersinar. Jubah pria mata satu juga bersinar. Pria Mata Satu ini menaiki kuda yang bertanduk dan matanya mengeluarkan api, dan hendak merebut benda pusaka Nanda. Di tangan Pria ini terdapat pecut yang dapat mengeluarkan listrik. Pria Mata Satu langsung menyerang Nanda dan Raka tanpa basa basi.
Nanda dililit oleh pecutan lalu ditarik dan duduk di atas punggung kuda. Nanda dibawa Pria mata satu naik kuda terbang. Raka berteriak dan mencoba mengejar sebelum kuda tersebut terbang. Lalu tiba-tiba ada kuda putih terbang ada tanduknya juga, penunggangnya pria berbaju tipis seba putih, pakai asesoris berwarna emas, mendarat dan mendekati Raka. Raka diajak naik ke punggung kuda dan mengejar kuda hitam tersebut. Terjadi kejara-kejaran, penunggang kuda putih menembakkan sinar dari tanduknya dan berhasil membuat kuda tersebut bergoyang dan menjatuhkan Nanda. Penunggang putih berhasil menangkap Nanda, dan mendaratkan Nanda dan Raka. Lalu penunggang kuda putih mengejar kuda hitam, terjadi pertarungan di angkasa dan di daratan, antara penunggang putih dan hitam. Penunggang hitam kalah lalu kabur dg kudanya. Penunggang kuda putih bercerita pada Raka dan Nanda, bahwa ternyata Pria Mata Satu adalah orang yang dicarinya selama ini karena Pria Mata Satu adalah pencuri harta karun bangsanya.Pria putih berencana menangkap Pria Mata Satu dan membawanya untuk bertanggung jawab. Pria Putih juga bilang, bahwa Pria Mata Satu mengincar peta di tangan Raka Nanda. Pria Kuda putih langsung bergegas lagi dan sebelumnya Pria Kuda Putih mengatakan, bahwa gua yang dicari Nanda Raka ada di depan mereka. Nanda hendak mengucapkan terima kasih tapi Penunggang Kuda Putih langsung terbang. Ternyata diam-diam, Pria Mata Satu mengikuti Nanda dan Raka.
Raka sadar, ternyata mereka di depan gua yang sesuai dengan gambar di peta. Nanda dan Raka langsung menyusuri gua mengikuti petunjuk di peta, namun tiba tiba mereka terperosok ke dalam lorong yang licin. Nanda dan Raka langsung merosot turun dan akhirnya terjatuh di sebuah sungai yang penuh dengan lumpur, dan sungai tersebut menyedot tubuh mereka. Nanda dan Raka tidak bisa bergerak, namun Raka dengan sigap, langsung melepaskan tali pinggangnya dan menyambungkannya dengan akar di atasnya. Raka berhasil keluar dari sungai lumpur. Raka dan Nanda lalu menemukan sebuah batu bersinar, dan di peta dituliskan jika mendapatkan batu bersinar, maka mereka harus mencari sungai di bawah tanah. Raka dan Nanda bingung untuk mencari sungai di bawah tanah. Nanda putus asa. Nanda meminta Raka untuk segera pulang dan tidak usah mencari harta karun lagi, tapi Raka tidak mau. Nanda akhirnya memutuskan meninggalkan Raka yang hendak mengikuti petunjuk di peta. Baru saja Nanda melangkah, tiba-tiba Nanda menginjak sebuah batu dan tiba-tiba lantai di bawahnya langsung terbuka, Nanda terjatuh ke dalamnya. Raka hendak menolong, tapi Nanda keburu terperosok. Raka akhirnya masuk ke dalam lubang menyusul Nanda. Lorong tampak jauh sekali masuk ke dalam tanah, Nanda dan Raka terus melesat ke dalam tanah. Sesampai Raka di dasar lubang yang dalam, tiba-tiba mereka tercebur di dalam sungai yang bening sekali. Mereka berdua berada di dalam sebuah ruangan gua yang besar sekali, dan di dalam ruangan gua tersebut terdapat sungai yang bening sekali airnya. Raka senang, karena menemukan sungai di bawah tanah, Raka membaca petunjuk peta, bahwa mereka juga harus menemukan intan merah di dasar sungai. Namun Raka sadar ternyata Nanda tidak ada di sampingnya. Ternyata Nanda di sisi lain berteriak minta tolong.
Nanda tampak tenggelam karena ternyata tidak bisa berenang. Raka langsung menolong Nanda, namun tiba-tiba muncul ikan bersirip mengejar Nanda. Raka langsung menarik Nanda untuk berenang menjauh, namun ikan bersayap langsung menyerang Nanda. Raka langsung memengang sirip ikan dan Raka dan Nanda langsung terbawa terbang ke atas. Ikan bersayap terbang dan berontak, namun Raka berhasil menjinakkan ikan bersayap, Raka pun bersuit dan tampak ikan terbang menurut perintah suitan Raka. Raka dan Nanda, tampak berenang ke dalam air dan menemukan intan merah. Raka langsung menyimpan intan merah. Mereka langsung keluar dari lorong dan terbang ke atas. Saat mereka keluar, Nanda merasa mereka tidak berada di dunia mereka lagi. Tampak di luar, matahari menjadi 2 dan juga tampak bulan secara bersamaan. Nanda melihat peta, dan menyuruh ikan terbang mendarat di danau yang disilang di gambar peta. Raka dan Nanda langsung menghampiri sebuah gerbang yang tampak bersinar. Di pintu terbang tertulis, bahwa dibalik pintu ini terdapat harta karun Hayam Wuruk. Raka merasa ada jebakan di petunjuk di depan mereka. Namun Nanda menyuruh Raka percaya pada petunjuk yang sudah mereka ikuti selama ini.
Nanda memasukkan kunci ke dalam gerbang, tiba-tiba pintu terbuka dan tampak lorong yang panjang dan gelap sekali. Nanda dan Raka ragu untuk masuk, namun di meja samping lorong, terdapat 2 buah cawan minuman, yang satu cawan dari emas dan yang satunya lagi terbuat dari tanah liat. Terdapat tulisan untuk meminum salah satu cawan agar dapat menemukan harta. Nanda mengambil cawan emas dan hendak meminumnya, namun tiba-tiba Pria Mata Satu muncul dan langsung mengambil cawan emas. Pria Seram langsung minum, dan yakin ia akan memiliki harta Raja Hayam Wuruk yang terpendam selama ini. Tiba-tiba Pria Mata Satu merasakan kesakitan, dan langsung pingsan. Nanda pun akhirnya minum dari cawan satunya lagi. Saat Nanda minum tiba-tiba matanya bersinar, dan bisa melihat isi lorong bersinar dan tampak di ujung lorong, sebuah ruangan di depan mereka. Nanda kaget melihat pemandangan di depan mereka. Nanda dan Raka akhirnya menyusuri lorong, namun tiba-tiba lorong berputar-putar, Nanda dan Raka hampir saja terjatuh, namun mereka berhasil berpegangan. Di ujung lorong, tampak celah semakin mengecil. Nanda dan Raka berlari agar bisa segera keluar dari lorong. Nanda dan Raka langsung loncat persis celah lorong menyempit. Namun Pria Mata Satu tiba-tiba muncul dan ikutan loncat melalui celah. Nanda dan Raka kaget melihat Pria Mata Satu ternyata masih sadar. Pria Mata Satu langsung berlari menuju ke ruangan emas mengikuti Nanda. Nanda dan Raka berlari, hendak menyusul Pria Seram. Raka pun langsung menyuitkan dan tampak ikan terbang Muncul.
Raka dan Nanda langsung naik ikan terbang dan tiba ruangan yang penuh dengan emas, tampak ada bangku rasa penuh dengan emas, di atas bangku ada mahkota Raja Hayam Wuruk. Raka dan Nanda senang dan mengambi mahkota emas bertabur batu berlian dan batu berharga lainnya. Pria Mata Satu muncul lagi dan dengan serakah, mengambil emas, tiba-tiba tanpa sengaja Pria Mata Satu menekan tuas rahasia. Tiba-tiba tanah tempatnya berpijak berguncang keras. Seluruh ruangan tampak runtuh. Nanda dan Raka lari keluar. Di saat terakhir, Pria Mata Satu sadar ruangan akan runtuh tapi ia terus mengambil emas hingga akhirnya, Pria mata Satu terkubur bersama keserakahannya mengambil emas. Raka dan Nanda keluar dan bertemu dengan Penunggang Kuda Putih yang ternyata sudah menunggunya. Raka dan Nanda naik kuda terbang Putih dan diantar pulang sambil membawa mahkota Hayam Wuruk. Ternyata intan merah yang disimpan Raka adalah Intan di mahkota Hayam Wuruk. Raka dan Nanda meletakkan intan tersebut di mahkota Hayam Wuruk.
Sumber : MNCTV.COM
Thursday
Ikan Mas
Dongeng Anak Indonesia - Liburan kali ini Wiwit tak pergi ke mana-mana. Ayah Wiwit sudah lama wafat dan ibunya bekerja sebagai tukang cuci di rumah tetangga mereka yang kaya raya, Bu Subangun.
Karena ingin meringankan beban ibunya, Wiwit lalu ikut ibunya ke rumah Bu Subangun, mau membantu ibu mencuci baju di sana. Ibu merasa terharu, liburan begini Wiwit tak bisa bersenang-senang malahan ikut bekerja dengannya, tapi Wiwit bilang ia gembira jika bisa membantu ibunya.
Sampai di rumah Bu Subangun, Wiwit lalu sibuk mencuci sementara ibu menyetrika. Bu Subangun punya seorang anak laki-laki sebaya Wiwit, Beno namanya. Beno sangat nakal dan usil. Hari itu Beno jengkel karena keinginannya pergi ke pantai ditolak ayah dan ibunya. Bu Subangun hari itu ada undangan penting jadi tak bisa mengantar Beno ke pantai. Karena jengkel Beno lalu menendang mangkok aquarium kecil berisi tujuh ekor ikan maskoki hingga pecah.
Mendengar suara pecah, Wiwit lari mendatangi, ia segera menolong ikan mas koki yang menggelepar di lantai, memasukkannya ke dalam gayung. Ketika Bu Subangun muncul dan marah-marah, Beno berusaha menyalahkan orang lain. Ia lalu menunjuk Wiwit yang sedang menyelamatkan ikan-ikan mas koki dari lantai ke dalam gayung yang dibawanya. Beno bilang, Wiwitlah yang kesandung dan memecahkan mangkok ikan. Sia-sia Wiwit berusaha membela diri, ibunya yang hendak membela Wiwit malah diancam akan dipecat. Akhirnya Wiwit merelakan dirinya kena hukum oleh Bu Subangun.
Wiwit dihukum menyapu halaman rumah Bu Subangun yang luas. Beno yang nakal lalu mengajak kawan-kawannya yang juga nakal, Oki dan Loli, untuk mengerjai Wiwit yang sedang sibuk menyapu. Setiap kali daun-daun kering yang disapu Wiwit sudah terkumpul, tiga anak nakal itu muncul untuk mengacak-acaknya. Wiwit nampak sangat lelah tapi tak berdaya.
Melihat Wiwit tidak juga menangis, Beno punya akal yang lebih jahat, ia lalu ke ruang cuci dan mengambil gayung berisi ikan mas koki yang tadi diselamatkan Wiwit. Dengan jahat, Beno lalu membawa gayung berisi ikan emas itu lalu membuangnya ke tumpukan daun yang habis disapu oleh Wiwit. Beno terbahak-bahak melihat ikan-ikan itu menggelepar-gelepar. Wiwit kaget dan berusaha mencegah tapi ia tak berdaya. Air mata Wiwit menetes melihat ikan-ikan itu hampir mati, Beno dan kawan-kawannya terbahak-bahak melihat Wiwit akhirnya menangis dan mereka meninggalkan tempat itu.
Dengan susah payah Wiwit berusaha menyelamatkan ikan-ikan tadi, ia mencari mereka di antara dedaunan. Sayang, salah satu ikan kecil tadi nampaknya sudah telanjur mati, ia tak bergerak ketika berhasil ditemukan Wiwit. Air mata Wiwit menetes, jatuh ke tubuh ikan tersebut. Ajaib, seketika itu ada cahaya putih menyilaukan dan ikan itu kembali bergerak. Lebih ajaib lagi, sinar putih tadi memancar ke langit, dan berubah menjadi petir yang segera bersabung di atas awan lalu sedetik kemudian hujan pun turun ke bumi. Tetes-tetes air itu segera membasahi ikan-ikan yang nyaris mati itu. Mereka pun selamat semuanya.
Dengan gembira Wiwit mencarikan tempat buat ikannya, ia lalu melihat sebuah botol air mineral yang masih sedikit terisi di antara tumpukan sampah. Wiwit memasukkan ikan-ikan itu ke dalamnya. Ikan-ikan itu bergerak kembali, berenang dengan lincah. Wiwit sangat gembira. Ia lalu menyembunyikan botol air mineral itu di bawah semak. Ia berbisik pada ikan-ikan itu bahwa nanti ia akan membawa pulang ikan-ikan itu.
Siang harinya ibu selesai menyetrika dan mengajak Wiwit pulang. Wiwit tak lupa mengambil botol air mineral yang ia sembunyikan tadi. Untunglah Beno dan kawan-kawan sedang asyik rebutan kue dan makan dengan rakusnya sehingga tak memergoki Wiwit membawa pulang ikan tadi.
Sampai di rumah Wiwit lalu menyimpan ikan-ikan itu ke toples besar yang kosong. Ibu mengijinkan Wiwit memakai toples kaca itu dengan senyum kecut. Kata ibu, daripada stoples itu kosong tak ada kue yang menjadi isinya, lebih baik dimanfaatkan menjadi tempat ikan. Wiwit membesarkan semangat ibunya, ia bilang kalau ia besar nanti ia akan bekerja keras sehingga di rumah mereka tak akan kekurangan kue-kue dan makanan untuk ibu dan adik-adiknya. Ibu tersenyum dan membelai Wiwit, ibu mendoakan Wiwit kelak hidup bahagia.
Malam sudah muncul tapi adik Wiwit yang paling kecil tak mau tidur, ia terus merengek karena lapar. Ibu menjadi sedih ia memang masih punya sedikit beras yang cukup untuk dibuatkan bubur untuk mereka semua tapi minyak tanah di kompor tuanya itu sudah habis dan ibu tak punya uang lagi untuk membelinya. Kompor gas pemberian pak RT sudah lama dijual ibu untuk membayar sekolah Wiwit. Ibu juga tak bisa menyuruh Wiwit mencari kayu bakar untuk memasak karena selain sudah malam, juga turun hujan lebat di luar sana.
Tanpa sepengetahuan Wiwit sekeluarga, salah seekor ikan itu mengeluarkan kilau warna kemerahan yang cemerlang. Kilau merah itu memancar lurus ke arah kompor. Ajaib, seketika itu api kompor bisa menyala. Wiwit kaget mendengar suara api yang mendesis. Melihat kompornya menyala, ibu kaget sekaligus senang, ia buru-buru membuatkan bubur untuk adik Wiwit. Alangkah senangnya Wiwit sekeluarga, mereka kini bisa tidur dengan perut kenyang.
Sebelum tidur, Wiwit memberi makan ikannya dengan beberapa butir nasi yang masih tersisa di bakul tadi siang. Wiwit minta maaf karena tak punya uang untuk membelikan makanan ikan yang dijual di toko. Ketika Wiwit sudah tidur, salah seekor ikan itu lalu memancarkan kilau keemasan yang gemerlapan.
Pagi harinya, Wiwit kaget melihat stoples yang berkilau-kilau menyilaukan matanya. Ketika didekati, ternyata di dasar stoples itu penuh dengan telur ikan kecil yang gemerlap keemasan berkilauan. Wiwit berseru-seru memanggil ibunya. Alangkah kagetnya ibu melihat isi toples itu, di antara tujuh ikan emas yang dibawa Wiwit, ada banyak ikan kecil dari emas, tak bergerak di dasar stoples. Wiwit dan ibunya terpana, menatap bengong ke arah ikan-ikan kecil yang terbuat dari emas di dasar stoples.
Tiba-tiba pintu rumah diketuk dengan kasar. Seorang tetangga datang untuk menagih utang. Tetangga itu menghina ibunya Wiwit karena tak juga bisa membayar hutang. Ibunya Wiwit lalu bertanya dengan sopan, apakah tetangga itu mau menerima emas sebagai bayaran. Tetangga itu tertawa, ia tak percaya ibunya Wiwit punya emas. Ibunya Wiwit lalu mengambil ikan kecil di dasar stoples yang terbuat dari emas. Tetangga itu masih menghina, menganggap ikan itu pasti dari kuningan dan bukan emas. Ia lalu menggigitnya utk membuktikan bahwa itu bukan dari emas. Wiwit dan ibunya nampak tegang. Tapi alangkah kagetnya tetangga itu mengetahui bahwa ikan kecil itu memang terbuat dari emas murni.
Ibu lalu mengambil ikan kecil dari dasar stoples. Ibu lalu menjual ikan-ikanan dari emas itu ke pasar dan pulang dengan uang yang banyak. Malamnya Wiwit berdoa bersama ibu dan adik-adiknya mereka mensyukuri rejeki yang diterima hari ini. Wiwit lalu kembali memberi makan pada ikan-ikannya, kali ini ia sudah memberi makan dengan makanan ikan yang dijual di toko, tidak lagi berupa nasi seperti sebelumnya. Stoples tempat ikan juga sudah berubah jadi aquarium yang rapi. Setelah memberi makan ikannya, Wiwit lalu pergi tidur. Keajaiban kembali terjadi, kali ini sinar kekuningan yang muncul dari salah seekor ikan itu.
Di halaman rumah Wiwit malam itu mengendap-endap sepasang pencuri. Mereka kasak-kusuk, meyakinkan diri bahwa rumah itu layak mereka sambangi karena pemilik rumah itu baru saja menjual emas ke pasar dalam jumlah besar. Kedua pencuri tertawa gembira lalu bergegas mencongkel jendela dan masuk ke rumah Wiwit. Dua pencuri itu tak menyadari adanya sinar kuning yang menyala dari tubuh salah satu ikan di aquarium, sinar itu lalu memancar keluar melalui jendela dan memantul ke tiang lampu di pinggir jalan. Sinar kuning itu membuat lampu jalan itu bersinar luar biasa terang sehingga sangat menyilaukan.
Bapak-bapak yang sedang main kartu di pos ronda terkena kilau lampu yang menyilauan itu, mereka menoleh dan kaget melihat kilau itu di kejauhan. Bapak-bapak itu khawatir lampu itu korslet dan mereka pun bergegas lari, mau membangunkan pemilik rumah agar tak sampai terjadi kebakaran. Lampu jalan itu ternyata berada di halaman rumah Wiwit. Para bapak dari pos ronda datang dengan suara berisik, membawa kentongan pula, berusaha membangunkan Wiwit sekeluarga. Dua maling yang sedang beraksi kaget mendengar suara berisik itu, mereka bergegas kabur secepat mungkin. Tapi alangkah kagetnya mereka di halaman mereka bertemu dengan para bapak dari posronda. Seketika itu dengan mudah dua maling itu ditangkap warga. Ajaib, lampu di pinggir jalan yang tadi menyala super terang kini sudah kembali jadi lampu biasa, tak ada korsleting dan tak ada kebakaran. Wiwit sekeluarga lega, dua maling itu tak sempat mengambil apa-apa dari rumah mereka.
Kabar mengenai ikan emas berlian itu segera menyebar ke segenap penjuru desa. Bu Subangun kaget mengetahui kabar itu. Beno juga langsung merasa iri. Apalagi waktu Bu Subangun tahu ikan-ikan ajaib itu adalah ikan yang dibuang Beno, maka Bu Subangun bergegas ke rumah Wiwit.
Bu Subangun kaget melihat rumah Wiwit sekarang sudah berubah bagus. Wiwit sekeluarga juga sudah berkecukupan dari hasil penjualan ikan emas berlian itu. Bu Subangun yang datang bersama Beno lalu marah-marah, menuduh Wiwit mencuri ikan-ikan maskoki itu dari rumahnya. Dengan berat hati, Wiwit lalu terpaksa mengembalikan ikan-ikan maskoki itu pada Beno.
Bu Subangun sangat gembira. Ia tak sabar punya ikan emas berlian. Beno sudah berkhayal akan menggunakan ikan-ikan emas berlian itu untuk membeli seluruh permen dan coklat yang dijual di seluruh dunia. Bu Subangun malah sudah lebih dahulu memborong baju-baju super mahal karena besok pagi ia akan jadi super jutawan. Mereka lalu tidur mendengkur, tak menyadari sinar hitam memancar dari salah seekor ikan-ikan itu.
Pagi hari, dengan tak sabar, Beno dan Bu Subangun memeriksa aquarium. Tapi tak ada anak-anak ikan yang terbuat dari emas dan berlian. Mereka hanya menemukan banyak sekali garis-garis lengkung hitam kecil seperti cacing. Beno mengambil satu lengkungan itu dan menjerit ketika tahu itu adalah kotoran ikan. Bu Subangun jadi marah besar, dan kembali mendatangi rumah Wiwit sambil membawa ikan-ikan itu.
Wiwit dan ibunya kaget dituduh menipu oleh Bu Subangun dan Beno. Wiwit lalu bertanya ikan-ikan itu diberi makan apa kemarin sehingga mengeluarkan banyak kotoran. Bu Subangun semakin marah karena ia dan Beno tidak memberi makan apa-apa pada ikan-ikan itu. Wiwit dan ibunya kaget, mereka iba ikan itu belum diberi makan. Dengan penuh kasih sayang, Wiwit lalu memberi ikan itu makanan. Tapi Bu Subangun tetap marah dan bilang ia tak mau ditipu lagi oleh Wiwit dan ibunya. Bu Subangun tetap menuduh bahwa Wiwit menyembunyikan ikan ajaibnya dan memberikan padanya ikan yang bukan ikan ajaib. Maka malam itu Bu Subangun dan Beno memutuskan tinggal di rumah Wiwit untuk membuktikan bahwa ikan-ikan itu adalah betul ikan ajaib.
Mereka semua tidur di lantai beralas karpet di ruang tamu rumah Wiwit yang sekarang sudah berubah bagus itu. Bu Subangun dan Beno mengorok, mereka tak melihat ada kilau sinar perak yang berpendar dari salah seekor ikan itu.
Ketika pagi datang, Bu Subangun kaget melihat aquarium sudah penuh dengan telur ikan berwarna perak yang berkilauan. Bu Subangun buru-buru membangunkan Beno. Mereka melirik dan melihat Wiwit sedang sholat subuh dengan ibunya di kamar. Bu Subangun tak mau pamit, ia langsung saja membawa aquarium berisi ikan ajaib dan telur perak itu bersama Beno, pulang ke rumah.
Bu Subangun dan Beno senang sekali, mereka mengambili permata biru itu dari aquarium lalu memberi makan ikan-ikan itu dengan jumlah sangat banyak. Bu Subangun bilang kalau diberi makan yang banyak, maka ikan-ikan itu pasti akan memberikan ikan emas berlian yang juga banyak. Beno dan Bu Subangun tak sabar menunggu malam tiba. Ikan-ikan itu nampaknya stres di rumah bu Subangun, mereka berenang dengan sangat cepat dan saling tabrakan satu sama lain. Air aquarium jadi keruh dan kecoklatan. Aneh, air coklat keruh itu juga menampakkan kilau yang menyilaukan.
Esok paginya, Beno dan Bu Subangun kaget sekali melihat aquarium itu airnya jadi keruh dan sangat kotor. Bu Subangun dan Beno geram dan marah-marah, apalagi tak ada lagi telur emas atau perak, maupun intan berlian di dalam aquarium. Padahal telur perak kemarin sudah habis dipakai foya-foya pula. Bu Subangun memaki-maki ikan-ikan itu sebagai makhluk tak berguna. Beno kumat sikap jahatnya, ia lalu membuang aquarium itu ke luar jendela. Beno terbahak-bahak melihat ikan-ikan emas itu menggelepar-gelepar di tanah. Tapi tiba-tiba dari salah seekor ikan itu muncul sinar coklat kemilau dan alangkah kagetnya Beno melihat ada seekor buaya besar yang merayap, hendak mendekatinya. Bu Subangun dan Beno yang lari tunggang langgang dikejar buaya.
Sumber : MNCTV.COM
Karena ingin meringankan beban ibunya, Wiwit lalu ikut ibunya ke rumah Bu Subangun, mau membantu ibu mencuci baju di sana. Ibu merasa terharu, liburan begini Wiwit tak bisa bersenang-senang malahan ikut bekerja dengannya, tapi Wiwit bilang ia gembira jika bisa membantu ibunya.
Sampai di rumah Bu Subangun, Wiwit lalu sibuk mencuci sementara ibu menyetrika. Bu Subangun punya seorang anak laki-laki sebaya Wiwit, Beno namanya. Beno sangat nakal dan usil. Hari itu Beno jengkel karena keinginannya pergi ke pantai ditolak ayah dan ibunya. Bu Subangun hari itu ada undangan penting jadi tak bisa mengantar Beno ke pantai. Karena jengkel Beno lalu menendang mangkok aquarium kecil berisi tujuh ekor ikan maskoki hingga pecah.
Mendengar suara pecah, Wiwit lari mendatangi, ia segera menolong ikan mas koki yang menggelepar di lantai, memasukkannya ke dalam gayung. Ketika Bu Subangun muncul dan marah-marah, Beno berusaha menyalahkan orang lain. Ia lalu menunjuk Wiwit yang sedang menyelamatkan ikan-ikan mas koki dari lantai ke dalam gayung yang dibawanya. Beno bilang, Wiwitlah yang kesandung dan memecahkan mangkok ikan. Sia-sia Wiwit berusaha membela diri, ibunya yang hendak membela Wiwit malah diancam akan dipecat. Akhirnya Wiwit merelakan dirinya kena hukum oleh Bu Subangun.
Wiwit dihukum menyapu halaman rumah Bu Subangun yang luas. Beno yang nakal lalu mengajak kawan-kawannya yang juga nakal, Oki dan Loli, untuk mengerjai Wiwit yang sedang sibuk menyapu. Setiap kali daun-daun kering yang disapu Wiwit sudah terkumpul, tiga anak nakal itu muncul untuk mengacak-acaknya. Wiwit nampak sangat lelah tapi tak berdaya.
Melihat Wiwit tidak juga menangis, Beno punya akal yang lebih jahat, ia lalu ke ruang cuci dan mengambil gayung berisi ikan mas koki yang tadi diselamatkan Wiwit. Dengan jahat, Beno lalu membawa gayung berisi ikan emas itu lalu membuangnya ke tumpukan daun yang habis disapu oleh Wiwit. Beno terbahak-bahak melihat ikan-ikan itu menggelepar-gelepar. Wiwit kaget dan berusaha mencegah tapi ia tak berdaya. Air mata Wiwit menetes melihat ikan-ikan itu hampir mati, Beno dan kawan-kawannya terbahak-bahak melihat Wiwit akhirnya menangis dan mereka meninggalkan tempat itu.
Dengan susah payah Wiwit berusaha menyelamatkan ikan-ikan tadi, ia mencari mereka di antara dedaunan. Sayang, salah satu ikan kecil tadi nampaknya sudah telanjur mati, ia tak bergerak ketika berhasil ditemukan Wiwit. Air mata Wiwit menetes, jatuh ke tubuh ikan tersebut. Ajaib, seketika itu ada cahaya putih menyilaukan dan ikan itu kembali bergerak. Lebih ajaib lagi, sinar putih tadi memancar ke langit, dan berubah menjadi petir yang segera bersabung di atas awan lalu sedetik kemudian hujan pun turun ke bumi. Tetes-tetes air itu segera membasahi ikan-ikan yang nyaris mati itu. Mereka pun selamat semuanya.
Dengan gembira Wiwit mencarikan tempat buat ikannya, ia lalu melihat sebuah botol air mineral yang masih sedikit terisi di antara tumpukan sampah. Wiwit memasukkan ikan-ikan itu ke dalamnya. Ikan-ikan itu bergerak kembali, berenang dengan lincah. Wiwit sangat gembira. Ia lalu menyembunyikan botol air mineral itu di bawah semak. Ia berbisik pada ikan-ikan itu bahwa nanti ia akan membawa pulang ikan-ikan itu.
Siang harinya ibu selesai menyetrika dan mengajak Wiwit pulang. Wiwit tak lupa mengambil botol air mineral yang ia sembunyikan tadi. Untunglah Beno dan kawan-kawan sedang asyik rebutan kue dan makan dengan rakusnya sehingga tak memergoki Wiwit membawa pulang ikan tadi.
Sampai di rumah Wiwit lalu menyimpan ikan-ikan itu ke toples besar yang kosong. Ibu mengijinkan Wiwit memakai toples kaca itu dengan senyum kecut. Kata ibu, daripada stoples itu kosong tak ada kue yang menjadi isinya, lebih baik dimanfaatkan menjadi tempat ikan. Wiwit membesarkan semangat ibunya, ia bilang kalau ia besar nanti ia akan bekerja keras sehingga di rumah mereka tak akan kekurangan kue-kue dan makanan untuk ibu dan adik-adiknya. Ibu tersenyum dan membelai Wiwit, ibu mendoakan Wiwit kelak hidup bahagia.
Malam sudah muncul tapi adik Wiwit yang paling kecil tak mau tidur, ia terus merengek karena lapar. Ibu menjadi sedih ia memang masih punya sedikit beras yang cukup untuk dibuatkan bubur untuk mereka semua tapi minyak tanah di kompor tuanya itu sudah habis dan ibu tak punya uang lagi untuk membelinya. Kompor gas pemberian pak RT sudah lama dijual ibu untuk membayar sekolah Wiwit. Ibu juga tak bisa menyuruh Wiwit mencari kayu bakar untuk memasak karena selain sudah malam, juga turun hujan lebat di luar sana.
Tanpa sepengetahuan Wiwit sekeluarga, salah seekor ikan itu mengeluarkan kilau warna kemerahan yang cemerlang. Kilau merah itu memancar lurus ke arah kompor. Ajaib, seketika itu api kompor bisa menyala. Wiwit kaget mendengar suara api yang mendesis. Melihat kompornya menyala, ibu kaget sekaligus senang, ia buru-buru membuatkan bubur untuk adik Wiwit. Alangkah senangnya Wiwit sekeluarga, mereka kini bisa tidur dengan perut kenyang.
Sebelum tidur, Wiwit memberi makan ikannya dengan beberapa butir nasi yang masih tersisa di bakul tadi siang. Wiwit minta maaf karena tak punya uang untuk membelikan makanan ikan yang dijual di toko. Ketika Wiwit sudah tidur, salah seekor ikan itu lalu memancarkan kilau keemasan yang gemerlapan.
Pagi harinya, Wiwit kaget melihat stoples yang berkilau-kilau menyilaukan matanya. Ketika didekati, ternyata di dasar stoples itu penuh dengan telur ikan kecil yang gemerlap keemasan berkilauan. Wiwit berseru-seru memanggil ibunya. Alangkah kagetnya ibu melihat isi toples itu, di antara tujuh ikan emas yang dibawa Wiwit, ada banyak ikan kecil dari emas, tak bergerak di dasar stoples. Wiwit dan ibunya terpana, menatap bengong ke arah ikan-ikan kecil yang terbuat dari emas di dasar stoples.
Tiba-tiba pintu rumah diketuk dengan kasar. Seorang tetangga datang untuk menagih utang. Tetangga itu menghina ibunya Wiwit karena tak juga bisa membayar hutang. Ibunya Wiwit lalu bertanya dengan sopan, apakah tetangga itu mau menerima emas sebagai bayaran. Tetangga itu tertawa, ia tak percaya ibunya Wiwit punya emas. Ibunya Wiwit lalu mengambil ikan kecil di dasar stoples yang terbuat dari emas. Tetangga itu masih menghina, menganggap ikan itu pasti dari kuningan dan bukan emas. Ia lalu menggigitnya utk membuktikan bahwa itu bukan dari emas. Wiwit dan ibunya nampak tegang. Tapi alangkah kagetnya tetangga itu mengetahui bahwa ikan kecil itu memang terbuat dari emas murni.
Ibu lalu mengambil ikan kecil dari dasar stoples. Ibu lalu menjual ikan-ikanan dari emas itu ke pasar dan pulang dengan uang yang banyak. Malamnya Wiwit berdoa bersama ibu dan adik-adiknya mereka mensyukuri rejeki yang diterima hari ini. Wiwit lalu kembali memberi makan pada ikan-ikannya, kali ini ia sudah memberi makan dengan makanan ikan yang dijual di toko, tidak lagi berupa nasi seperti sebelumnya. Stoples tempat ikan juga sudah berubah jadi aquarium yang rapi. Setelah memberi makan ikannya, Wiwit lalu pergi tidur. Keajaiban kembali terjadi, kali ini sinar kekuningan yang muncul dari salah seekor ikan itu.
Di halaman rumah Wiwit malam itu mengendap-endap sepasang pencuri. Mereka kasak-kusuk, meyakinkan diri bahwa rumah itu layak mereka sambangi karena pemilik rumah itu baru saja menjual emas ke pasar dalam jumlah besar. Kedua pencuri tertawa gembira lalu bergegas mencongkel jendela dan masuk ke rumah Wiwit. Dua pencuri itu tak menyadari adanya sinar kuning yang menyala dari tubuh salah satu ikan di aquarium, sinar itu lalu memancar keluar melalui jendela dan memantul ke tiang lampu di pinggir jalan. Sinar kuning itu membuat lampu jalan itu bersinar luar biasa terang sehingga sangat menyilaukan.
Bapak-bapak yang sedang main kartu di pos ronda terkena kilau lampu yang menyilauan itu, mereka menoleh dan kaget melihat kilau itu di kejauhan. Bapak-bapak itu khawatir lampu itu korslet dan mereka pun bergegas lari, mau membangunkan pemilik rumah agar tak sampai terjadi kebakaran. Lampu jalan itu ternyata berada di halaman rumah Wiwit. Para bapak dari pos ronda datang dengan suara berisik, membawa kentongan pula, berusaha membangunkan Wiwit sekeluarga. Dua maling yang sedang beraksi kaget mendengar suara berisik itu, mereka bergegas kabur secepat mungkin. Tapi alangkah kagetnya mereka di halaman mereka bertemu dengan para bapak dari posronda. Seketika itu dengan mudah dua maling itu ditangkap warga. Ajaib, lampu di pinggir jalan yang tadi menyala super terang kini sudah kembali jadi lampu biasa, tak ada korsleting dan tak ada kebakaran. Wiwit sekeluarga lega, dua maling itu tak sempat mengambil apa-apa dari rumah mereka.
Kabar mengenai ikan emas berlian itu segera menyebar ke segenap penjuru desa. Bu Subangun kaget mengetahui kabar itu. Beno juga langsung merasa iri. Apalagi waktu Bu Subangun tahu ikan-ikan ajaib itu adalah ikan yang dibuang Beno, maka Bu Subangun bergegas ke rumah Wiwit.
Bu Subangun kaget melihat rumah Wiwit sekarang sudah berubah bagus. Wiwit sekeluarga juga sudah berkecukupan dari hasil penjualan ikan emas berlian itu. Bu Subangun yang datang bersama Beno lalu marah-marah, menuduh Wiwit mencuri ikan-ikan maskoki itu dari rumahnya. Dengan berat hati, Wiwit lalu terpaksa mengembalikan ikan-ikan maskoki itu pada Beno.
Bu Subangun sangat gembira. Ia tak sabar punya ikan emas berlian. Beno sudah berkhayal akan menggunakan ikan-ikan emas berlian itu untuk membeli seluruh permen dan coklat yang dijual di seluruh dunia. Bu Subangun malah sudah lebih dahulu memborong baju-baju super mahal karena besok pagi ia akan jadi super jutawan. Mereka lalu tidur mendengkur, tak menyadari sinar hitam memancar dari salah seekor ikan-ikan itu.
Pagi hari, dengan tak sabar, Beno dan Bu Subangun memeriksa aquarium. Tapi tak ada anak-anak ikan yang terbuat dari emas dan berlian. Mereka hanya menemukan banyak sekali garis-garis lengkung hitam kecil seperti cacing. Beno mengambil satu lengkungan itu dan menjerit ketika tahu itu adalah kotoran ikan. Bu Subangun jadi marah besar, dan kembali mendatangi rumah Wiwit sambil membawa ikan-ikan itu.
Wiwit dan ibunya kaget dituduh menipu oleh Bu Subangun dan Beno. Wiwit lalu bertanya ikan-ikan itu diberi makan apa kemarin sehingga mengeluarkan banyak kotoran. Bu Subangun semakin marah karena ia dan Beno tidak memberi makan apa-apa pada ikan-ikan itu. Wiwit dan ibunya kaget, mereka iba ikan itu belum diberi makan. Dengan penuh kasih sayang, Wiwit lalu memberi ikan itu makanan. Tapi Bu Subangun tetap marah dan bilang ia tak mau ditipu lagi oleh Wiwit dan ibunya. Bu Subangun tetap menuduh bahwa Wiwit menyembunyikan ikan ajaibnya dan memberikan padanya ikan yang bukan ikan ajaib. Maka malam itu Bu Subangun dan Beno memutuskan tinggal di rumah Wiwit untuk membuktikan bahwa ikan-ikan itu adalah betul ikan ajaib.
Mereka semua tidur di lantai beralas karpet di ruang tamu rumah Wiwit yang sekarang sudah berubah bagus itu. Bu Subangun dan Beno mengorok, mereka tak melihat ada kilau sinar perak yang berpendar dari salah seekor ikan itu.
Ketika pagi datang, Bu Subangun kaget melihat aquarium sudah penuh dengan telur ikan berwarna perak yang berkilauan. Bu Subangun buru-buru membangunkan Beno. Mereka melirik dan melihat Wiwit sedang sholat subuh dengan ibunya di kamar. Bu Subangun tak mau pamit, ia langsung saja membawa aquarium berisi ikan ajaib dan telur perak itu bersama Beno, pulang ke rumah.
Bu Subangun dan Beno senang sekali, mereka mengambili permata biru itu dari aquarium lalu memberi makan ikan-ikan itu dengan jumlah sangat banyak. Bu Subangun bilang kalau diberi makan yang banyak, maka ikan-ikan itu pasti akan memberikan ikan emas berlian yang juga banyak. Beno dan Bu Subangun tak sabar menunggu malam tiba. Ikan-ikan itu nampaknya stres di rumah bu Subangun, mereka berenang dengan sangat cepat dan saling tabrakan satu sama lain. Air aquarium jadi keruh dan kecoklatan. Aneh, air coklat keruh itu juga menampakkan kilau yang menyilaukan.
Esok paginya, Beno dan Bu Subangun kaget sekali melihat aquarium itu airnya jadi keruh dan sangat kotor. Bu Subangun dan Beno geram dan marah-marah, apalagi tak ada lagi telur emas atau perak, maupun intan berlian di dalam aquarium. Padahal telur perak kemarin sudah habis dipakai foya-foya pula. Bu Subangun memaki-maki ikan-ikan itu sebagai makhluk tak berguna. Beno kumat sikap jahatnya, ia lalu membuang aquarium itu ke luar jendela. Beno terbahak-bahak melihat ikan-ikan emas itu menggelepar-gelepar di tanah. Tapi tiba-tiba dari salah seekor ikan itu muncul sinar coklat kemilau dan alangkah kagetnya Beno melihat ada seekor buaya besar yang merayap, hendak mendekatinya. Bu Subangun dan Beno yang lari tunggang langgang dikejar buaya.
Sumber : MNCTV.COM
Bawang Putih Bawang Merah
Jaman dahulu kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan seorang gadis remaja yang cantik bernama bawang putih. Mereka adalah keluarga yang bahagia. Meski ayah bawang putih hanya pedagang biasa, namun mereka hidup rukun dan damai. Namun suatu hari ibu bawang putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang putih sangat berduka demikian pula ayahnya.
Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang Merah. Semenjak ibu Bawang putih meninggal, ibu Bawang merah sering berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering membawakan makanan, membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang putih berpikir bahwa mungkin lebih baik kalau ia menikah saja dengan ibu Bawang merah, supaya Bawang putih tidak kesepian lagi.
Dengan pertimbangan dari bawang putih, maka ayah Bawang putih menikah dengan ibu bawang merah. Awalnya ibu bawang merah dan bawang merah sangat baik kepada bawang putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka mulai kelihatan. Mereka kerap memarahi bawang putih dan memberinya pekerjaan berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang merah dan ibunya hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang putih tidak mengetahuinya, karena Bawang putih tidak pernah menceritakannya.
Suatu hari ayah Bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu Bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang putih. Bawang putih hampir tidak pernah beristirahat. Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi Bawang merah dan ibunya. Kemudian dia harus memberi makan ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu dia masih harus menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya. Namun Bawang putih selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.
Pagi ini seperti biasa Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang akan dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat cerah. Bawang putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya. Saking terlalu asyiknya, Bawang putih tidak menyadari bahwasalah satu baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju ibu tirinya telah hanyut terlalu jauh. Bawang putih mencoba menyusuri sungai untuk mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya.
“Dasar ceroboh!” bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum menemukannya. Mengerti?”
Bawang putih terpaksa menuruti keinginan ibun tirinya. Dia segera menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi. Mataharisudah mulai meninggi, namun Bawang putih belum juga menemukan baju ibunya. Dia memasang matanya, dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu baju ibunya tersangkut disana. Setelah jauh melangkah dan matahari sudah condong ke barat, Bawang putih melihat seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya. Maka Bawang putih bertanya: “Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang.” “Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata paman itu.
“Baiklah paman, terima kasih!” kata Bawang putih dan segera berlari kembali menyusuri. Hari sudah mulai gelap, Bawang putih sudah mulai putus asa. Sebentar lagi malam akan tiba, dan Bawang putih. Dari kejauhan tampak cahaya lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera menghampiri rumah itu dan mengetuknya.
“Permisi…!” kata Bawang putih. Seorang perempuan tua membuka pintu.
“Siapa kamu nak?” tanya nenek itu.
“Saya Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut. Dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini?” tanya Bawang putih.
“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek.
“Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.
“Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu,” kata nenek. “Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau harus menemaniku dulu disini selama seminggu. Sudah lama aku tidak mengobrol dengan siapapun, bagaimana?” pinta nenek.Bawang putih berpikir sejenak. Nenek itu kelihatan kesepian. Bawang putih pun merasa iba. “Baiklah nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak bosan saja denganku,” kata Bawang putih dengan tersenyum.
Selama seminggu Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari Bawang putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu, nenek pun memanggil bawang putih.
“Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek.
Mulanya Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya. Akhirnya Bawang putih memilih labu yang paling kecil. “Saya takut tidak kuat membawa yang besar,” katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang putih hingga depan rumah.
Sesampainya di rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya sementara dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata berisi emas permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking gembiranya dan memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang merah yang dengan serakah langsun merebut emas dan permata tersebut. Mereka memaksa bawang putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan hadiah tersebut. Bawang putih pun menceritakan dengan sejujurnya.
Mendengar cerita bawang putih, bawang merah dan ibunya berencana untuk melakukan hal yang sama tapi kali ini bawang merah yang akan melakukannya. Singkat kata akhirnya bawang merah sampai di rumah nenek tua di pinggir sungai tersebut. Seperti bawang putih, bawang merah pun diminta untuk menemaninya selama seminggu. Tidak seperti bawang putih yang rajin, selama seminggu itu bawang merah hanya bermalas-malasan. Kalaupun ada yang dikerjakan maka hasilnya tidak pernah bagus karena selalu dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya setelah seminggu nenek itu membolehkan bawang merah untuk pergi. “Bukankah seharusnya nenek memberiku labu sebagai hadiah karena menemanimu selama seminggu?” tanya bawang merah. Nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah memilih salah satu dari dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil labu yang besar dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi.
Sesampainya di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan dengan gembira memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut bawang putih akan meminta bagian, mereka menyuruh bawang putih untuk pergi ke sungai. Lalu dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata bukan emas permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain. Binatang-binatang itu langsung menyerang bawang merah dan ibunya hingga tewas. Itulah balasan bagi orang yang serakah.
Sumber : Ceritaanak.org
Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang Merah. Semenjak ibu Bawang putih meninggal, ibu Bawang merah sering berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering membawakan makanan, membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang putih berpikir bahwa mungkin lebih baik kalau ia menikah saja dengan ibu Bawang merah, supaya Bawang putih tidak kesepian lagi.
Dengan pertimbangan dari bawang putih, maka ayah Bawang putih menikah dengan ibu bawang merah. Awalnya ibu bawang merah dan bawang merah sangat baik kepada bawang putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka mulai kelihatan. Mereka kerap memarahi bawang putih dan memberinya pekerjaan berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang merah dan ibunya hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang putih tidak mengetahuinya, karena Bawang putih tidak pernah menceritakannya.
Suatu hari ayah Bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu Bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang putih. Bawang putih hampir tidak pernah beristirahat. Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi Bawang merah dan ibunya. Kemudian dia harus memberi makan ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu dia masih harus menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya. Namun Bawang putih selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.
Pagi ini seperti biasa Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang akan dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat cerah. Bawang putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya. Saking terlalu asyiknya, Bawang putih tidak menyadari bahwasalah satu baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju ibu tirinya telah hanyut terlalu jauh. Bawang putih mencoba menyusuri sungai untuk mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya.
“Dasar ceroboh!” bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum menemukannya. Mengerti?”
Bawang putih terpaksa menuruti keinginan ibun tirinya. Dia segera menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi. Mataharisudah mulai meninggi, namun Bawang putih belum juga menemukan baju ibunya. Dia memasang matanya, dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu baju ibunya tersangkut disana. Setelah jauh melangkah dan matahari sudah condong ke barat, Bawang putih melihat seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya. Maka Bawang putih bertanya: “Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang.” “Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata paman itu.
“Baiklah paman, terima kasih!” kata Bawang putih dan segera berlari kembali menyusuri. Hari sudah mulai gelap, Bawang putih sudah mulai putus asa. Sebentar lagi malam akan tiba, dan Bawang putih. Dari kejauhan tampak cahaya lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera menghampiri rumah itu dan mengetuknya.
“Permisi…!” kata Bawang putih. Seorang perempuan tua membuka pintu.
“Siapa kamu nak?” tanya nenek itu.
“Saya Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut. Dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini?” tanya Bawang putih.
“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek.
“Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.
“Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu,” kata nenek. “Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau harus menemaniku dulu disini selama seminggu. Sudah lama aku tidak mengobrol dengan siapapun, bagaimana?” pinta nenek.Bawang putih berpikir sejenak. Nenek itu kelihatan kesepian. Bawang putih pun merasa iba. “Baiklah nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak bosan saja denganku,” kata Bawang putih dengan tersenyum.
Selama seminggu Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari Bawang putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu, nenek pun memanggil bawang putih.
“Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek.
Mulanya Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya. Akhirnya Bawang putih memilih labu yang paling kecil. “Saya takut tidak kuat membawa yang besar,” katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang putih hingga depan rumah.
Sesampainya di rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya sementara dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata berisi emas permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking gembiranya dan memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang merah yang dengan serakah langsun merebut emas dan permata tersebut. Mereka memaksa bawang putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan hadiah tersebut. Bawang putih pun menceritakan dengan sejujurnya.
Mendengar cerita bawang putih, bawang merah dan ibunya berencana untuk melakukan hal yang sama tapi kali ini bawang merah yang akan melakukannya. Singkat kata akhirnya bawang merah sampai di rumah nenek tua di pinggir sungai tersebut. Seperti bawang putih, bawang merah pun diminta untuk menemaninya selama seminggu. Tidak seperti bawang putih yang rajin, selama seminggu itu bawang merah hanya bermalas-malasan. Kalaupun ada yang dikerjakan maka hasilnya tidak pernah bagus karena selalu dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya setelah seminggu nenek itu membolehkan bawang merah untuk pergi. “Bukankah seharusnya nenek memberiku labu sebagai hadiah karena menemanimu selama seminggu?” tanya bawang merah. Nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah memilih salah satu dari dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil labu yang besar dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi.
Sesampainya di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan dengan gembira memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut bawang putih akan meminta bagian, mereka menyuruh bawang putih untuk pergi ke sungai. Lalu dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata bukan emas permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain. Binatang-binatang itu langsung menyerang bawang merah dan ibunya hingga tewas. Itulah balasan bagi orang yang serakah.
Sumber : Ceritaanak.org
Tuesday
Legenda Rawa Pening
Dongeng Anak Indonesia - Baru Klinting adalah seorang anak sakti yang hidup di sekitar Ambarawa. Karena kesaktiannya, ia dikutuk oleh seorang penyihir jahat. Kutukan yang ia derita membuatnya memiliki luka dan borok yang tak pernah sembuh-sembuh di sekujur tubuhnya. Luka yang berbau amis tersebut segera basah dan mengeluarkan bau anyir lagi begitu akan mengering. Akibat lukanya, ia dikucilkan oleh masyarakat sekitar.
Seperti layaknya bocah, Baru Klinting juga gemar bermain. Ketika sedang berjalan-jalan, ia bertemu dengan segerombolan anak-anak yang sedang bermain. Ketika ia menawarkan diri untuk ikut permainan, anak-anak tersebut tidak mengijinkannya lantaran baunya yang luar biasa amis. Tak hanya itu, anak-anak tersebut mengata-ngatai dan menyumpahinya. Baru Klinting sangat sedih dan pergi menjauh dari anak-anak tersebut. Dalam perjalanannya, Baru Klinting merasa lapar. Ia bermaksud meminta makanan kepada salah seorang penduduk desa. Satu persatu rumah penduduk desa yang makmur tersebut ia ketuknya, namun tiada hasil. Bukan makanan yang ia dapatkan melainkan sumpah serapah dan pengusiran. Semua rumah penduduk tersebut tidak ada yang memberinya makanan.
Dalam keadaan lapar dan letih, akhirnya sampailah ia ke rumah Nyai. Nyai adalah seorang yang baik hati dan tidak sombong. Ia iba dengan keadaan Baru Klinting yang lapar dan penuh luka tersebut. Baru Klinting pun diberi makan oleh Nyai. Seusai makan, Baru Klinting merasa sangat berterima kasih kepada Nyai. Akhir kata, ia berpamitan kepada Nyai. Namun sebelum berpamitan, ia berpesan kepada Nyai bahwa jika mendengar bunyi kentungan, harus segera naik ke atas perahu atau lesung. Nyai mengiyakan pesan tersebut dan Baru Klinting pun pergi meninggalkan rumah Nyai.
Dalam perjalanannya lagi, Baru Klinting kembali bertemu anak-anak yang sedang bermain. Kembali, Baru Klinting ingin ikut serta dalam permainan. Namun, kembali pula, Baru Klinting ditolak dan diusir. Tidak hanya itu, sumpah serapah, hinaan, makian, dan ejekan serta caci maki tak lepas dari mulut anak-anak tersebut. Anak-anak tersebut merasa jijik akan tubuh Baru Klinting yang kotor, penuh luka basah dan berbau amis tersebut.
Kali ini, Baru Klinting sangat marah. Tidak, dia murka. Dalam kemurkaannya, ia menancapkan sebatang lidi ke tanah dengan kekuatannya. Ia bersumpah, bahwa tiada seorang pun yang akan sanggup mencabut batang lidi tersebut selain dirinya. Penasaran akan perkataannya tersebut, anak-anak pun berlomba-lomba mencabut lidi tersebut.
Satu persatu anak-anak tersebut mencoba namun tiada seorang pun yang berhasil mencabut lidi tersebut. Ketika anak-anak tersebut menyerah, giliran orang dewasa yang mencoba. Banyak orang dewasa yang bertubuh besar dan kuat mencoba mencabut lidi tersebut. Namun, tetap lidi tersebut bergeming. Lidi tersebut tidak bisa dicabut sama sekali.
Dalam keputusasannya, orang-orang tersebut menantang Baru Klinting untuk mencabut lidi tersebut. Seperti mematahkan sebatang lidi, Baru Klinting dapat dengan mudah mencabut lidi tersebut. Namun, dari bekas lubang tancapan lidi tersebut, keluarlah air yang pertama-tama kecil namun lama kelamaan menjadi besar dan deras. Penduduk pun panik dan berlarian menyelamatkan diri.
Kentungan pun dibunyikan sebagai tanda datangnya bahaya. Nyai yang saat itu sedang menumbuk padi di atas lesung mendengar bunyi kentungan. Nyai pun segera naik ke atas lesung. Air bah tersebut segera merendam Desa Rawa Pening dan penduduknya yang sombong.
Tiada yang selamat selain Nyai dari desa tersebut. Nyai yang selamat meneruskan kisah Baru Klinting kepada kenalan dan sanak saudaranya agar mereka tetap menghormati Baru Klinting sebagai penjaga Rawa Pening. Baru Klinting pun segera berubah menjadi ular dan hidup di dasar Danau Rawa Pening untuk menjaga kawasan tersebut.
Seperti layaknya bocah, Baru Klinting juga gemar bermain. Ketika sedang berjalan-jalan, ia bertemu dengan segerombolan anak-anak yang sedang bermain. Ketika ia menawarkan diri untuk ikut permainan, anak-anak tersebut tidak mengijinkannya lantaran baunya yang luar biasa amis. Tak hanya itu, anak-anak tersebut mengata-ngatai dan menyumpahinya. Baru Klinting sangat sedih dan pergi menjauh dari anak-anak tersebut. Dalam perjalanannya, Baru Klinting merasa lapar. Ia bermaksud meminta makanan kepada salah seorang penduduk desa. Satu persatu rumah penduduk desa yang makmur tersebut ia ketuknya, namun tiada hasil. Bukan makanan yang ia dapatkan melainkan sumpah serapah dan pengusiran. Semua rumah penduduk tersebut tidak ada yang memberinya makanan.
Dalam keadaan lapar dan letih, akhirnya sampailah ia ke rumah Nyai. Nyai adalah seorang yang baik hati dan tidak sombong. Ia iba dengan keadaan Baru Klinting yang lapar dan penuh luka tersebut. Baru Klinting pun diberi makan oleh Nyai. Seusai makan, Baru Klinting merasa sangat berterima kasih kepada Nyai. Akhir kata, ia berpamitan kepada Nyai. Namun sebelum berpamitan, ia berpesan kepada Nyai bahwa jika mendengar bunyi kentungan, harus segera naik ke atas perahu atau lesung. Nyai mengiyakan pesan tersebut dan Baru Klinting pun pergi meninggalkan rumah Nyai.
Dalam perjalanannya lagi, Baru Klinting kembali bertemu anak-anak yang sedang bermain. Kembali, Baru Klinting ingin ikut serta dalam permainan. Namun, kembali pula, Baru Klinting ditolak dan diusir. Tidak hanya itu, sumpah serapah, hinaan, makian, dan ejekan serta caci maki tak lepas dari mulut anak-anak tersebut. Anak-anak tersebut merasa jijik akan tubuh Baru Klinting yang kotor, penuh luka basah dan berbau amis tersebut.
Kali ini, Baru Klinting sangat marah. Tidak, dia murka. Dalam kemurkaannya, ia menancapkan sebatang lidi ke tanah dengan kekuatannya. Ia bersumpah, bahwa tiada seorang pun yang akan sanggup mencabut batang lidi tersebut selain dirinya. Penasaran akan perkataannya tersebut, anak-anak pun berlomba-lomba mencabut lidi tersebut.
Satu persatu anak-anak tersebut mencoba namun tiada seorang pun yang berhasil mencabut lidi tersebut. Ketika anak-anak tersebut menyerah, giliran orang dewasa yang mencoba. Banyak orang dewasa yang bertubuh besar dan kuat mencoba mencabut lidi tersebut. Namun, tetap lidi tersebut bergeming. Lidi tersebut tidak bisa dicabut sama sekali.
Dalam keputusasannya, orang-orang tersebut menantang Baru Klinting untuk mencabut lidi tersebut. Seperti mematahkan sebatang lidi, Baru Klinting dapat dengan mudah mencabut lidi tersebut. Namun, dari bekas lubang tancapan lidi tersebut, keluarlah air yang pertama-tama kecil namun lama kelamaan menjadi besar dan deras. Penduduk pun panik dan berlarian menyelamatkan diri.
Kentungan pun dibunyikan sebagai tanda datangnya bahaya. Nyai yang saat itu sedang menumbuk padi di atas lesung mendengar bunyi kentungan. Nyai pun segera naik ke atas lesung. Air bah tersebut segera merendam Desa Rawa Pening dan penduduknya yang sombong.
Tiada yang selamat selain Nyai dari desa tersebut. Nyai yang selamat meneruskan kisah Baru Klinting kepada kenalan dan sanak saudaranya agar mereka tetap menghormati Baru Klinting sebagai penjaga Rawa Pening. Baru Klinting pun segera berubah menjadi ular dan hidup di dasar Danau Rawa Pening untuk menjaga kawasan tersebut.
Monday
Joko Kendil
Indonesian Scouts JourneyAda seorang anak lelaki bernama Joko Kendil. Bentuk tubuhnya tidak seperti anak lainnya, tetapi berbentuk kendil atau periuk nasi. Walau demikian, ibunya sangat sayang kepadanya.
Waktu kecil anak itu sangat nakal. Ia sering mengganggu orang-orang yang sedang bekerja. Bentuknya yang seperti periuk, membuat banyak orang terkecoh. Orang-orang itu memasukkan kue atau buah-buahan ke dalam periuk itu. Kemudian periuk itu meloncat-loncat menjauh. Tentu saja orang itu kehilangan barang yang dimasukkannya tadi.
Pada suatu hari Joko Kendil melihat arak-arakan tiga orang putri raja. Melihat kecantikan putri bersaudara itu, ia seketika jatuh dinta. Kepada ibunya ia mendesak, agar mempersunting salah seorang putri cantik itu. Tentu saja ibunya menolak, karena kecantikan putri itu tidak sepadan dengan Joko Kendil yang berwajah buruk. Namun karena desakan yang bertubi-tubi, akhirnya sang ibu mau juga melamar putri raja itu ke istana.
Dalam hati, sang raja menolak lamaran itu. Namun raja yang bijaksana itu tidak mau menyakiti ibu Joko Kendil.
''Siapa pun boleh melamar putriku, tetapi harus memenuhi sejumlah syarat,'' jawab raja. ''Pertama, calon mempelai pria harus datang ke istana dengan diantar oleh binatang-binatang hutan. Kedua, harus menyediakan bidadari-bidadari dari kayangan yang akan mengiringi calon mempelai wanita. Ketiga, upacara pernikahan harus diramaikan oleh gamelan yang berbunyi sendiri. Keempat, tempat duduk mempelai harus diapit bunga-bungaan yang dipetik dari kayangan.''
Ibu Joko Kendil sangat sedih. Persyaratan yang sangat berat itu tidak mungkin terpenuhi. Tetapi ternyata, Joko si Periuk Nasi itu menyanggupi segala persyaratan itu. Ia bertekad untuk mempersunting putri raja dengan segala usaha. Ia meninggalkan rumah lalu pergi bertapa di sebuah gua.
Setelah berbulan-bulan berdoa dan memohon, tapa Joko Kendil berhasil. Berkat bantuan seorang tua gaib, kemudian berdatangan binatang-binatang hutan, bidadari, gamelan dan bunga-bungaan dari kayangan. Lihat, calon mempelai pria itu mengendarai seekor gajah, lalu menuju istana diiringkan arak-arakan yang panjang dan megah!
Raja terheran-heran. Betapa malunya kalau Baginda Raja yang bijaksana itu tidak memenuhi janji. Saat itu pula raja memelas putri-putrinya agar salah seorang di antaranya bersedia menikah dengan Joko Kendil. Putri tertua dan kedua menolak mentah-mentah. Tetapi putri bungsu yang bernama Retna Melati bersedia menerima lamaran itu.
''Demi bakti terhadap Ayahanda, hamba bersedia menikah dengan Joko Kendil,'' jawab putri bungsu.
Pesta pernikahan dilangsungkan di istana. Setiap malam dipertunjukkan kesenian yang menarik. Di sebuah panggung tampak ketiga putri raja menyaksikan pertunjukan itu. Putri tertua dan kedua tak henti-hentinya menyindir dan mengejek adiknya yang bersuamikan periuk nasi. Retna Melati diam saja. Pikirannya bertanya-tanya mengapa Joko Kendil, sang suami, tidak mau menonton pertunjukan yang menarik itu. Benarkah ia sakit atau malu memperlihatkan diri?
Tiba-tiba dari tengah keramaian itu muncul seorang pemuda tampan menunggang seekor kuta putih. Pemuda yang gagah itu sengaja menonton di dekat panggung. Matanya tak lepas-lepas menatap wajah Retna Melati.
Pada malam berikutnya Joko Kendil juga tidak mau menonton. Yang datang adalah pemuda tampan penunggang kuda putih yang selalu mencari tempat dekat panggung. Retna Melati tambah curiga, apa sesungguhnya yang terjadi atas suaminya. Kecurigaan itu memuncak pada malam ketiga. Dengan alasan sakit, Joko Kendil juga tidak mau menonton. Kesempatan itu digunakan Retna Melati untuk menyelidiki keadaan yang sebenarnya. Malam itu ia pura-pura meninggalkan kamar. Setelah itu ia segera balik lalu bersembunyi di balik pintu. Apa yang terlihat?
Dari periuk nasi itu perlahan-lahan keluar pemuda tampan yang selalu menonton dekat panggung. Pemuda itu meloncat ke luar jendela lalu melecut kuda putihnya. Retna Melati sangat gemas. Ia tidak ingin pemuda tampan itu menjelma kembali menjadi periuk nasi. Diambilnya periuk itu lalu dicampakkannya ke lantai. Braaak...! Hancur berantakan.
Sesaat kemudian terdengar kecipak kuda mendekati kamarnya. Pemuda itu terkejut mendapati periuk nasi itu hancur berantakan. Renta Melati mengira pemuda itu akan marah. Tidak! Pemuda itu tersenyum lalu memeluk istrinya dengan mesra.
''Jadi kaulah jodohku!'' seru pemuda itu. Sebenarnya lelaki tampan itu adalah keturunan seorang raja. Karena kutukan nenek sihir, ia diubah menjadi periuk nasi. Kutukan itu akan berakhir kalau laki-laki itu berjumpa dengan seorang jodoh yang kelak menjadi istrinya.
Kak Made Taro - Bali Post
Waktu kecil anak itu sangat nakal. Ia sering mengganggu orang-orang yang sedang bekerja. Bentuknya yang seperti periuk, membuat banyak orang terkecoh. Orang-orang itu memasukkan kue atau buah-buahan ke dalam periuk itu. Kemudian periuk itu meloncat-loncat menjauh. Tentu saja orang itu kehilangan barang yang dimasukkannya tadi.
Pada suatu hari Joko Kendil melihat arak-arakan tiga orang putri raja. Melihat kecantikan putri bersaudara itu, ia seketika jatuh dinta. Kepada ibunya ia mendesak, agar mempersunting salah seorang putri cantik itu. Tentu saja ibunya menolak, karena kecantikan putri itu tidak sepadan dengan Joko Kendil yang berwajah buruk. Namun karena desakan yang bertubi-tubi, akhirnya sang ibu mau juga melamar putri raja itu ke istana.
Dalam hati, sang raja menolak lamaran itu. Namun raja yang bijaksana itu tidak mau menyakiti ibu Joko Kendil.
''Siapa pun boleh melamar putriku, tetapi harus memenuhi sejumlah syarat,'' jawab raja. ''Pertama, calon mempelai pria harus datang ke istana dengan diantar oleh binatang-binatang hutan. Kedua, harus menyediakan bidadari-bidadari dari kayangan yang akan mengiringi calon mempelai wanita. Ketiga, upacara pernikahan harus diramaikan oleh gamelan yang berbunyi sendiri. Keempat, tempat duduk mempelai harus diapit bunga-bungaan yang dipetik dari kayangan.''
Ibu Joko Kendil sangat sedih. Persyaratan yang sangat berat itu tidak mungkin terpenuhi. Tetapi ternyata, Joko si Periuk Nasi itu menyanggupi segala persyaratan itu. Ia bertekad untuk mempersunting putri raja dengan segala usaha. Ia meninggalkan rumah lalu pergi bertapa di sebuah gua.
Setelah berbulan-bulan berdoa dan memohon, tapa Joko Kendil berhasil. Berkat bantuan seorang tua gaib, kemudian berdatangan binatang-binatang hutan, bidadari, gamelan dan bunga-bungaan dari kayangan. Lihat, calon mempelai pria itu mengendarai seekor gajah, lalu menuju istana diiringkan arak-arakan yang panjang dan megah!
Raja terheran-heran. Betapa malunya kalau Baginda Raja yang bijaksana itu tidak memenuhi janji. Saat itu pula raja memelas putri-putrinya agar salah seorang di antaranya bersedia menikah dengan Joko Kendil. Putri tertua dan kedua menolak mentah-mentah. Tetapi putri bungsu yang bernama Retna Melati bersedia menerima lamaran itu.
''Demi bakti terhadap Ayahanda, hamba bersedia menikah dengan Joko Kendil,'' jawab putri bungsu.
Pesta pernikahan dilangsungkan di istana. Setiap malam dipertunjukkan kesenian yang menarik. Di sebuah panggung tampak ketiga putri raja menyaksikan pertunjukan itu. Putri tertua dan kedua tak henti-hentinya menyindir dan mengejek adiknya yang bersuamikan periuk nasi. Retna Melati diam saja. Pikirannya bertanya-tanya mengapa Joko Kendil, sang suami, tidak mau menonton pertunjukan yang menarik itu. Benarkah ia sakit atau malu memperlihatkan diri?
Tiba-tiba dari tengah keramaian itu muncul seorang pemuda tampan menunggang seekor kuta putih. Pemuda yang gagah itu sengaja menonton di dekat panggung. Matanya tak lepas-lepas menatap wajah Retna Melati.
Pada malam berikutnya Joko Kendil juga tidak mau menonton. Yang datang adalah pemuda tampan penunggang kuda putih yang selalu mencari tempat dekat panggung. Retna Melati tambah curiga, apa sesungguhnya yang terjadi atas suaminya. Kecurigaan itu memuncak pada malam ketiga. Dengan alasan sakit, Joko Kendil juga tidak mau menonton. Kesempatan itu digunakan Retna Melati untuk menyelidiki keadaan yang sebenarnya. Malam itu ia pura-pura meninggalkan kamar. Setelah itu ia segera balik lalu bersembunyi di balik pintu. Apa yang terlihat?
Dari periuk nasi itu perlahan-lahan keluar pemuda tampan yang selalu menonton dekat panggung. Pemuda itu meloncat ke luar jendela lalu melecut kuda putihnya. Retna Melati sangat gemas. Ia tidak ingin pemuda tampan itu menjelma kembali menjadi periuk nasi. Diambilnya periuk itu lalu dicampakkannya ke lantai. Braaak...! Hancur berantakan.
Sesaat kemudian terdengar kecipak kuda mendekati kamarnya. Pemuda itu terkejut mendapati periuk nasi itu hancur berantakan. Renta Melati mengira pemuda itu akan marah. Tidak! Pemuda itu tersenyum lalu memeluk istrinya dengan mesra.
''Jadi kaulah jodohku!'' seru pemuda itu. Sebenarnya lelaki tampan itu adalah keturunan seorang raja. Karena kutukan nenek sihir, ia diubah menjadi periuk nasi. Kutukan itu akan berakhir kalau laki-laki itu berjumpa dengan seorang jodoh yang kelak menjadi istrinya.
Kak Made Taro - Bali Post
Sunday
Cindelaras
Dongeng Anak Indonesia - Kerajaan Jenggala dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raden Putra. Ia didampingi oleh seorang permaisuri yang baik hati dan seorang selir yang memiliki sifat iri dan dengki. Raja Putra dan kedua istrinya tadi hidup di dalam istana yang sangat megah dan damai. Hingga suatu hari selir raja merencanakan sesuatu yang buruk pada permaisuri raja. Hal tersebut dilakukan karena selir Raden Putra ingin menjadi permaisuri.
Selir baginda lalu berkomplot dengan seorang tabib istana untuk melaksanakan rencana tersebut. Selir baginda berpura-pura sakit parah. Tabib istana lalu segera dipanggil sang Raja. Setelah memeriksa selir tersebut, sang tabib mengatakan bahwa ada seseorang yang telah menaruh racun dalam minuman tuan putri. "Orang itu tak lain adalah permaisuri Baginda sendiri," kata sang tabib. Baginda menjadi murka mendengar penjelasan tabib istana. Ia segera memerintahkan patih untuk membuang permaisuri ke hutan dan membunuhnya.
Sang Patih segera membawa permaisuri yang sedang mengandung itu ke tengah hutan belantara. Tapi, patih yang bijak itu tidak mau membunuh sang permaisuri. Rupanya sang patih sudah mengetahui niat jahat selir baginda. "Tuan putri tidak perlu khawatir, hamba akan melaporkan kepada Baginda bahwa tuan putri sudah hamba bunuh," kata patih. Untuk mengelabui raja, sang patih melumuri pedangnya dengan darah kelinci yang ditangkapnya. Raja merasa puas ketika sang patih melapor kalau ia sudah membunuh permaisuri.
Setelah beberapa bulan berada di hutan, sang permaisuri melahirkan seorang anak laki-laki. Anak itu diberinya nama Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas dan tampan. Sejak kecil ia sudah berteman dengan binatang penghuni hutan. Suatu hari, ketika sedang asyik bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir telur ayam. Cindelaras kemudian mengambil telur itu dan bermaksud menetaskannya. Setelah 3 minggu, telur itu menetas menjadi seekor anak ayam yang sangat lucu. Cindelaras memelihara anak ayamnya dengan rajin. Kian hari anak ayam itu tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang gagah dan kuat. Tetapi ada satu yang aneh dari ayam tersebut. Bunyi kokok ayam itu berbeda dengan ayam lainnya. "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra...", kokok ayam itu
Cindelaras sangat takjub mendengar kokok ayamnya itu dan segera memperlihatkan pada ibunya. Lalu, ibu Cindelaras menceritakan asal usul mengapa mereka sampai berada di hutan. Mendengar cerita ibundanya, Cindelaras bertekad untuk ke istana dan membeberkan kejahatan selir baginda. Setelah di ijinkan ibundanya, Cindelaras pergi ke istana ditemani oleh ayam jantannya. Ketika dalam perjalanan ada beberapa orang yang sedang menyabung ayam. Cindelaras kemudian dipanggil oleh para penyabung ayam. "Ayo, kalau berani, adulah ayam jantanmu dengan ayamku," tantangnya. "Baiklah," jawab Cindelaras. Ketika diadu, ternyata ayam jantan Cindelaras bertarung dengan perkasa dan dalam waktu singkat, ia dapat mengalahkan lawannya. Setelah beberapa kali diadu, ayam Cindelaras tidak terkalahkan.
Berita tentang kehebatan ayam Cindelaras tersebar dengan cepat hingga sampai ke Istana. Raden Putra akhirnya pun mendengar berita itu. Kemudian, Raden Putra menyuruh hulubalangnya untuk mengundang Cindelaras ke istana. "Hamba menghadap paduka," kata Cindelaras dengan santun. "Anak ini tampan dan cerdas, sepertinya ia bukan keturunan rakyat jelata," pikir baginda. Ayam Cindelaras diadu dengan ayam Raden Putra dengan satu syarat, jika ayam Cindelaras kalah maka ia bersedia kepalanya dipancung, tetapi jika ayamnya menang maka setengah kekayaan Raden Putra menjadi milik Cindelaras.
Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya. "Baiklah aku mengaku kalah. Aku akan menepati janjiku. Tapi, siapakah kau sebenarnya, anak muda?" Tanya Baginda Raden Putra. Cindelaras segera membungkuk seperti membisikkan sesuatu pada ayamnya. Tidak berapa lama ayamnya segera berbunyi. "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra...," ayam jantan itu berkokok berulang-ulang. Raden Putra terperanjat mendengar kokok ayam Cindelaras. "Benarkah itu?" Tanya baginda keheranan. "Benar Baginda, nama hamba Cindelaras, ibu hamba adalah permaisuri Baginda."
Bersamaan dengan itu, sang patih segera menghadap dan menceritakan semua peristiwa yang sebenarnya telah terjadi pada permaisuri. "Aku telah melakukan kesalahan," kata Baginda Raden Putra. "Aku akan memberikan hukuman yang setimpal pada selirku," lanjut Baginda dengan murka. Kemudian, selir Raden Putra pun di buang ke hutan. Raden Putra segera memeluk anaknya dan meminta maaf atas kesalahannya Setelah itu, Raden Putra dan hulubalang segera menjemput permaisuri ke hutan.. Akhirnya Raden Putra, permaisuri dan Cindelaras dapat berkumpul kembali. Setelah Raden Putra meninggal dunia, Cindelaras menggantikan kedudukan ayahnya. Ia memerintah negerinya dengan adil dan bijaksana.
Sember : ceritaanak.org
Selir baginda lalu berkomplot dengan seorang tabib istana untuk melaksanakan rencana tersebut. Selir baginda berpura-pura sakit parah. Tabib istana lalu segera dipanggil sang Raja. Setelah memeriksa selir tersebut, sang tabib mengatakan bahwa ada seseorang yang telah menaruh racun dalam minuman tuan putri. "Orang itu tak lain adalah permaisuri Baginda sendiri," kata sang tabib. Baginda menjadi murka mendengar penjelasan tabib istana. Ia segera memerintahkan patih untuk membuang permaisuri ke hutan dan membunuhnya.
Sang Patih segera membawa permaisuri yang sedang mengandung itu ke tengah hutan belantara. Tapi, patih yang bijak itu tidak mau membunuh sang permaisuri. Rupanya sang patih sudah mengetahui niat jahat selir baginda. "Tuan putri tidak perlu khawatir, hamba akan melaporkan kepada Baginda bahwa tuan putri sudah hamba bunuh," kata patih. Untuk mengelabui raja, sang patih melumuri pedangnya dengan darah kelinci yang ditangkapnya. Raja merasa puas ketika sang patih melapor kalau ia sudah membunuh permaisuri.
Setelah beberapa bulan berada di hutan, sang permaisuri melahirkan seorang anak laki-laki. Anak itu diberinya nama Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas dan tampan. Sejak kecil ia sudah berteman dengan binatang penghuni hutan. Suatu hari, ketika sedang asyik bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir telur ayam. Cindelaras kemudian mengambil telur itu dan bermaksud menetaskannya. Setelah 3 minggu, telur itu menetas menjadi seekor anak ayam yang sangat lucu. Cindelaras memelihara anak ayamnya dengan rajin. Kian hari anak ayam itu tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang gagah dan kuat. Tetapi ada satu yang aneh dari ayam tersebut. Bunyi kokok ayam itu berbeda dengan ayam lainnya. "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra...", kokok ayam itu
Cindelaras sangat takjub mendengar kokok ayamnya itu dan segera memperlihatkan pada ibunya. Lalu, ibu Cindelaras menceritakan asal usul mengapa mereka sampai berada di hutan. Mendengar cerita ibundanya, Cindelaras bertekad untuk ke istana dan membeberkan kejahatan selir baginda. Setelah di ijinkan ibundanya, Cindelaras pergi ke istana ditemani oleh ayam jantannya. Ketika dalam perjalanan ada beberapa orang yang sedang menyabung ayam. Cindelaras kemudian dipanggil oleh para penyabung ayam. "Ayo, kalau berani, adulah ayam jantanmu dengan ayamku," tantangnya. "Baiklah," jawab Cindelaras. Ketika diadu, ternyata ayam jantan Cindelaras bertarung dengan perkasa dan dalam waktu singkat, ia dapat mengalahkan lawannya. Setelah beberapa kali diadu, ayam Cindelaras tidak terkalahkan.
Berita tentang kehebatan ayam Cindelaras tersebar dengan cepat hingga sampai ke Istana. Raden Putra akhirnya pun mendengar berita itu. Kemudian, Raden Putra menyuruh hulubalangnya untuk mengundang Cindelaras ke istana. "Hamba menghadap paduka," kata Cindelaras dengan santun. "Anak ini tampan dan cerdas, sepertinya ia bukan keturunan rakyat jelata," pikir baginda. Ayam Cindelaras diadu dengan ayam Raden Putra dengan satu syarat, jika ayam Cindelaras kalah maka ia bersedia kepalanya dipancung, tetapi jika ayamnya menang maka setengah kekayaan Raden Putra menjadi milik Cindelaras.
Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya. "Baiklah aku mengaku kalah. Aku akan menepati janjiku. Tapi, siapakah kau sebenarnya, anak muda?" Tanya Baginda Raden Putra. Cindelaras segera membungkuk seperti membisikkan sesuatu pada ayamnya. Tidak berapa lama ayamnya segera berbunyi. "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra...," ayam jantan itu berkokok berulang-ulang. Raden Putra terperanjat mendengar kokok ayam Cindelaras. "Benarkah itu?" Tanya baginda keheranan. "Benar Baginda, nama hamba Cindelaras, ibu hamba adalah permaisuri Baginda."
Bersamaan dengan itu, sang patih segera menghadap dan menceritakan semua peristiwa yang sebenarnya telah terjadi pada permaisuri. "Aku telah melakukan kesalahan," kata Baginda Raden Putra. "Aku akan memberikan hukuman yang setimpal pada selirku," lanjut Baginda dengan murka. Kemudian, selir Raden Putra pun di buang ke hutan. Raden Putra segera memeluk anaknya dan meminta maaf atas kesalahannya Setelah itu, Raden Putra dan hulubalang segera menjemput permaisuri ke hutan.. Akhirnya Raden Putra, permaisuri dan Cindelaras dapat berkumpul kembali. Setelah Raden Putra meninggal dunia, Cindelaras menggantikan kedudukan ayahnya. Ia memerintah negerinya dengan adil dan bijaksana.
Sember : ceritaanak.org
Saturday
Lutung Kasarung
Dongeng Anak Indonesia - Dahulu ada seorang raja yang adil dan bijaksana Prabu Tapa Agung namanya. Beliau dianugrahi tujuh orang putri. Berturut-turut mereka itu adalah Purbararang, Purbadewata, Purbaendah, Purbakancana, Purbamanik, Purbaleuih, dan si bungsu Purbasari. Ketujuh putri itu sudah menikah remaja dan semuanya cantik-cantik. Yang paling cantik dan paling manis budinya adalah Purbasari. Ia menjadi buah hati seluruh rakyat Kerajaan Pasir Batang.
Putri sulung Purbararang sudah bertunangan dengan Raden Indrajaya, putra salah seorang mentri kerajaan. Kepada Purbararang dan Indrajayalah seharusnya Prabu Tapa Agung dapat mempercayakan kerajaan. Akan tetapi, walaupun beliau sudah lanjut usia dan sudah waktunya turun tahta, beliau belum leluasa untuk menyerahkan mahkota. Karena, baik Purbararang maupun Indrajaya belum dapat beliau percaya sepenuhnya.
Sang Prabu merasa sebagai putri sulung, Perangai Purbararang tidak sesuai dengan yang diharapkan dari seorang pemimpin kerajaan. Purbararang mempunyai sifat angkuh dan kejam, sedangkan Indrajaya adalah seorang pesolek. Bangsawan muda itu akan lebih banyak memikirkan pakaian dan perhiasan dirinya daripada mengurus keamanan dan kesejahteraan rakyat kerajaan.
Menghadapi masalah seperti itu, Prabu Tapa Agung sering bermuram durja. Demikian pula permaisurinya, ibunda ketujuh putri itu. Mereka sering membicarakan masalah itu, tetapi tidak ada jalan keluar yang ditemukan.
Namun, kiranya kerisauan dan kebingungan raja yang baik itu diketahui oleh Sunan Ambu yang bersemayam di kahyangan atau Buana Pada. Pada suatu malam, ketika Prabu Tapa Agung tidur, beliau bermimpi. Di dalam mimpinya itu Sunan Ambu berkata, “Wahai Raja yang baik, janganlah risau. Sudah saatnya kamu beristirahat. Tinggalkanlah istana. Tinggalkanlah tahta kepada putri bungsu Purbasari. Laksanakanlah keinginanmu untuk jadi pertapa.”
Setelah beliau bangun, hilanglah kerisauan beliau. Petunjuk dari khayangan itu benar-benar melegakan hati beliau dan permaisuri.
Keesokan harinya sang Prabu mengumpulkan ketujuh putri beliau, pembantu, penasehat beliau yang setia, yaitu Uwak Batara Lengser, patih, para menteri dan pembesar-pembesar kerajaan lainnya.
Beliau menyampaikan perintah Sunan Ambu dari Kahyangan bahwa sudah saatnya beliau turun tahta dan menyerahkan kerajaan kepada Putri Purbasari.
Berita itu diterima dengan gembira oleh kebanyakan isi istana, kecuali oeh Purbararang dan Indrajaya. Mereka pura-pura setuju, walaupun didalam hati mereka marah dan mulai mencari akal bagaimana merebut tahta dari Purbasari.
Akal itu segera mereka dapatkan. Sehari setelah ayah bunda mereka tidak berada di istana, Purbararang dengan bantuan Indrajaya menyemburkan boreh, yaitu zat berwara hitam yang dibuat dari tumbuh-tumbuhan, ke wajah dan badan Purbasari.
Akibatnya Purbasari menjadi hitam kelam dan orang Pasir Batang tidak mengenalinya lagi. Itulah sebabnya putri bungsu itu tidak ada yang menolong ketika diusir dari istana.
Tak ada yang percaya ketika dia mengatakan bahwa ia Purbasari, Ratu Pasir Batang yang baru. Di samping itu, mereka yang tahu dan menduga bahwa gadis hitam kelam itu adalah Purbasari, tidak berani pula menolong.
Mereka takut akan Purbararang yang terkenal kejam. Bahkan Uwak Batara Lengser tidak berdaya mencegah tindakan Purbararang itu.
Ketika ia disuruh membawa Purbasari ke hutan, ia menurut. Akan tetapi setiba di hutan, Uwak Batara Lengser membuatkan gubuk yang kuat bagi putri bungsu itu. Ia pun menasehatinya dengan kata-kata lembut, “Tuan Putri bersabarlah. Jadikanlah pembuangan ini sebagai kesempatan bertapa untuk memohon perlindungan dan kasih sayang para penghuni kahyangan. “Nasehat Uwak Batara Lengser itu mengurangi kesedihan Putri Purbasari. Ia setuju bahwa ia akan melakukan tapa. “Bagus, Tuan Putri. Janganlah khawatir, Uwak akan sering datang kesini menengok dan mengirim persediaan.”
Selagi didunia atau Buana Panca Ttengah terjadi peristiwa pengusiran dan pembuangan Purbasari kedalam hutan, di Kahyangan atau Buana Pada terjadi peristiwa lain.
Berhari-hari Sunan Ambu gelisah karena putranya Guruminda tidak muncul. Maka Sunan Ambu pun meminta para penghuni kahyangan baik pria maupun wanita untuk mencarinya.
Tidak lama kemudian seorang pujangga datang dan memberitakan bahwa Guruminda berada ditaman Kahyangan. Ditambahkan bahwa Guruminda tampak bermuram durja. Sunan Ambu meminta kepada pelayan kahyangan agar Guruminda dipanggil, diminta menghadap.
Agak lama Guruminda tidak memenuhi panggilan itu sehingga ia dipanggil kembali. Akhirnya dia muncul dihadapan ibundanya, Sunan Ambu.
Akan tetapi, ia bertingkah laku lain dari pada biasanya. Ia terus menunduk seakan-akan malu memandang wajah ibunya sendiri. Namun, kalau Sunan Ambu sedang tidak melihat, ia mencuri-curi pandang.
“Guruminda, anakku, apakah yang kau sedihkan?Ceritalah kepada Ibu,” ujar Sunan Ambu dengan lembut dan penuh kasih sayang. Guruminda tidak menjawab. Demikian pula ketika Sunan Ambu mengulang pertanyaan beliau. Karena Sunan Ambu seorang wanita yang arif, beliau segera menyadari apa yang terjadi dengan putranya.
Beliau berkata, “Ibu sadar, sekarang kau sudah remaja. Usiamu tujuh belas tahun. Adakah bidadari yang menarik hatimu. Katakanlah pada Ibu siapa dia. Nanti Ibu akan memperkenalkanmu kepadanya.” Untuk beberapa lama Guruminda diam saja. “Guruminda, berkatalah, “ujar Sunan Ambu.
Guruminda pun berkata, walaupun perlahan-lahan sekali, “Saya tidak ingin diperkenalkan dengan bidadari manapun, kecuali yang secantik Ibunda,” katanya.
Mendengar perkataan putranya itu Sunan Ambu terkejut. Akan tetapi, sebagai wanita yang arif beliau tidak kehilangan akal apalagi marah. Beliau arif bahwa putranya sedang menghadapi persoalan. Beliau pun berkata, “Guruminda, gadis yang serupa dengan Ibunda tidak ada di Buana Pada ini. Ia berada di Buana Panca Tengah. Pergilah kamu ke sana. Akan tetapi tidak sebagai Guruminda. Kamu harus menyamar sebagai seekor kera atau lutung.”
Setelah Sunan Ambu berkata begitu, berubahlah Guruminda menjadi seekor kera atau lutung. “Pergilah anakku, ke Buana Panca Tengah, kasih sayangku akan selalu bersamamu. Kini namamu Lutung Kasarung.”
Guruminda sangat terkejut dan sedih ketika menyadari bahwa dia sudah menjadi lutung. Ia beranggapan bahwa ia telah dihukum oleh Ibunda Sunan Ambu karena kelancangannya. Ia cuma menunduk. “Pergilah, Anakku. Gadis, itu menunggu disana dan memerlukan bantuanmu.” ujar Sunan Ambu pula.
Guruminda sadar bahwa menjadi lutung adalah sudah nasibnya dan ia pun mengundurkan diri dari hadapan ibundanya. Dengan harapan akan bertemu gadis yang serupa dengan ibundanya, ia meninggalkan Buana Pada. Ia melompat dari awan ke awan hingga akhirnya tiba di bumi. Guruminda mencari tempat yang cocok untuk turun. Ketika melihat sebuah hutan, ia pun melompat ke bumi. Ia melompat dari pohon ke pohon. Lutung-lutung dan monyet-monyet mengelilinginya. Karena mereka menyadari bahwa Guruminda, yang berganti nama menjadi Lutung Kasarung, lebih besar dan cerdas, mereka menerimanya sebagai pemimpin. Demikianlah Lutung Kasarung mengembara di dalam hutan belantara, mencari gadis yang sama cantiknya dengan ibunda Sunan Ambu.
Tersebutlah di kerajaan Pasir Batang, Ratu Purbararang hendak melaksanakan upacara. Dalam upacara itu diperlukan kurban binatang. Ratu Purbararang memanggil Aki Panyumpit. “Aki!” katanya, “Tangkaplah seekor hewan untuk dijadikan kurban dalam upacara. Kalau kamu tidak mendapatkannya nanti siang, kamu sendiri jadi gantinya.”
Dengan ketakutan yang luar biasa Aki Panyumpit tergesa-gesa masuk hutan belantara. Akan tetapi, tidak seekor bajingpun ia temukan. Binatang-binatang sudah diberi tahu oleh Lutung Kasarung agar bersembunyi. Lalu, berjalanlah Aki Panyumpit kian kemari di dalam hutan itu hingga kelelahan.
Ia pun duduk dibawah pohon dan menangis karena putus asa. Pada saat itulah Lutung Kasarung turun dari pohon dan duduk dihadapan Aki Panyumpit. Aki Panyumpit segera mengambil sumpitnya dan membidik kearah Lutung Kasarung.
Namun Lutung Kasarung berkata, “Janganlah menyumpit saya karena saya tidak akan mengganggumu. Saya datang kesini karena melihat kakek bersedih.”
Aki Panyumpit terkejut mendengar lutung dapat berbicara. “Mengapa kakek bersedih?” tanya Lutung Kasarung.
Ditanya demikian, Aki Panyumpit menceritakan apa yang dialaminya. “Kalau begitu bawalah saya ke istana,kakek,” ujar Lutung Kasarung.
“Tetapi kamu akan dijadikan kurban!” kata Aki Panyumpit yang menyukai Lutung Kasarung.
“Saya tidak rela kamu dijadikan kurban,” lanjut Aki Pannyumpit.
“Tetapi kalau kakek tidak berhasil membawa hewan, kakek sendiri yang akan disembelih sebagai kurban,” jawab Lutung Kasarung.
Aki Panyumpit tidak dapat berkata-kata lagi karena bingung.
“Oleh karena itu, bawalah saya ke istana. Janganlah khawatir,” Kata Lutung Kasarung.
“Baiklah, kalau begitu”, kata Aki Panyumpit. Mereka pun keluar dari hutan menuju kerajaan Pasir Batang.
Setiba di alun-alun kerajaan, beberapa prajurit memegang dan mengikat Lutung Kasarung. Prajurit lain mengasah pisau untuk menyembelihnya.
Lutung Kasarung yang sudah di ikat dibawa ketengah alun-alun. Di sana Purbararang dan Indrajaya serta para pembesar kerajaan sudah hadir. Demikian pula lima putri adik-adik Purbararang.
Saat itu segala perlengkapaan upacara sudah disiapkan. Seorang pendeta sudah mulai menyalakan kemenyan dan berdoa. Seorang prajurit dengan pisau yang sangat tajam berjalan akan melaksanakan tugasnya. Ia memegang kepala Lutung Kasarung. Akan tetapi, tiba-tiba Lutung Kasarung menggeliat.
Tambang-tambang ijuk yang mengikat tubuhnya satu persatu mulai putus dan kemudian Ia pun bebas. Ia lalu memporak-porandakan perlengkapan upacara. Para putri dan wanita-wanita bangsawan menjerit ketakutan. Para prajurit mencabut senjata dan berusaha membunuh Lutung Kasarung. Namun, tidak seorang pun sanggup mendekatinya.
Lutung Kasarung sangat lincah dan tangkas. Ia melompat- lompat kesana kemari, di tengah-tengah hadirin yang berlari menyelamatkan diri.
Lutung Kasarung sengaja merusak barang-barang dan perlengkapan. Di melompat ke panggung tempat para putri menenun dan merusak perlengkapan tenun.
Setelah hadirin melarikan diri dan prajurit-prajurit kelelahan, Lutung Kasarung duduk di atas benteng yang mengelilingi halaman dalam istana .
Dari dalam istana, Purbararang dan adik-adiknya memandanginya dengan keheranan dan ketakutan. Indrajaya ada pula disana, ikut sembunyi dengan putri-putri dan para wanita.
Purbararang kemudian menjadi marah, “Bunuh! Ayo bunuh lutung itu!” teriaknya. Beberapa orang prajurit maju akan mengepung Lutung Kasarung lagi. Akan tetapi, Lutung Kasarung segera menyerang mereka dan membuat mereka lari ketakutan ke berbagai arah.
Uwak Batara Lengser adalah orang tua yang bijaksana, walaupun sudah tua tetap gagah berani. Ia berjalan menuju Lutung Kasarung dan berdiri di dekatnya. Ternyata, Lutung Kasarung tidak memperlihatkan sikap permusuhan kepadanya. “Kemarilah Lutung, janganlah kamu nakal dan menakut-nakuti orang, kamu anak yang baik.”
Pada saat itu beberapa orang prajurit mencoba menyergap Lutung Kasarung. Namun, Lutung Kasarung selalu waspada. Ia menyerang balik, mencakar, dan menggigit mereka. Mereka tunggang langgang melarikan diri dan tidak berani muncul kembali. Setelah itu Lutung Kasarung kembali kepada Uwak Batara Lengser dan seperti seorang anak yang baik, duduk didekat kaki orang tua itu.
Purbararang yang melihat pemandangan itu dari jauh, timbul niat jahatnya. Lutung yang besar dan jahat itu sebaiknya dikirim kehutan tempat Purbasari berada, pikirnya. Kalau Purbasari tewas diterkam lutung itu, maka ia akan tenang menduduki tahta Kerajaan Pasir Batang. Cara mengirim lutung itu tampaknya dapat dilaksanakan melalui Uwak Batara Lengser karena lutung itu tidak memperlihatkan sikap permusuhan terhadap Uwak Batara Lengser.
Berkatalah Purbararang kepada Uwak Batara Lengser, meminta orang tua itu mendekat. Orang tua itu menurut, “Uwak Batara Lengser, singkirkan lutung galak itu kehutan. Tempatkan bersama Purbasari. Kalau sudah jinak, kita kurbankan nanti.” Uwak Batara Lengser tahu maksud Purbararang, tetapi ia menurut saja. Ia pun tidak yakin apakah lutung itu akan mencederai Purbasaari. Ia melihat sesuatu yang aneh pada lutung itu. Itulah sebabnya ia mengulurkan tangan pada lutung itu sambil berkata, “Marilah kita pergi, lutung. Kamu saya bawa ketempat yang lebih cocok bagimu.” Lutung itu menurut. Uwak Batara Lengser pun menuntunnya meninggalkan tempat itu dan menuju ke hutan.
Sampai di hutan, Uwak Batara Lengser berseru kepada Purbasari memberitahukan kedatangannya. Purbasari keluar dari gubuk dengan gembira. Lutung Kasarung melihat seorang gadis yang kulitnya hitam kelam di celup boreh. Ia tertegun sejenak sehingga Uwak Batara Lengser berkata kepadanya, “Itu Putri Purbasari. Ia gadis yang manis dan baik hati. Kamu harus menjaganya.”
“Ya,” kata Lutung Kasarung.
Uwak Batara Lengser dan Purbasari keheranan. Akan tetapi, Uwak Batara Lengser berkata, “Semoga kedatanganmu ke Pasir Batang dikirim Kahyangan untuk kebaikan semua.”
Setelah Uwak Batara Lengser pergi, Lutung Kasarung meminta bantuan kawan-kawannya untuk mengumpulkan buah-buahan dan bunga-bungaan untuk Purbasari. Putri itu benar-benar terhibur dalam kesedihannya. Ia pun tidak kesunyian lagi. Bukan saja Lutung Kasarung selalu ada didekatnya, tetapi binatang-binatang lain seperti rusa, bajing, dan burung-burung berbagai jenis, berkumpul dekat gubuknya.
Ketika malam tiba, Lutung Kasarung berdoa, memohon kepada Ibunda Sunan Ambu agar membantunya. Sunan Ambu mendengar doanya dan memerintahkan kepada beberapa orang pujangga dan pohaci agar turun ke bumi untuk membantu Lutung Kasarung.
Ketika para pujangga tiba dihutan itu, Lutung Kasarung meminta kepada mereka agar dibuatkan tempat mandi bagi Purbasari. Para pujangga yang sakti itu membantu Lutung Kasarung membuat jamban salaka, tempat mandi dengan pancuran emas dan lantai serta dinding pualam. Airnya dialirkan dari mata air yang jernih yang ditampung dulu dalam telaga kecil. Ke dalam telaga kecil itu ditaburkan berbagai bunga-bungaan yang wangi. Sementara itu para pohaci menyiapkan pakaian bagi Purbasari. Pakaian itu bahannya dari awan dan warnanya dari pelangi. Tak ada pakaian seindah itu di bumi.
Keesokan harinya Purbasari sangat terkejut melihat Jamban Salaka itu. Akan tetapi, Lutung Kasarung mengatakan kapadanya bahwa ia tidak perlu heran. Kabaikan hati Purbasari telah menimbulkan kasih sayang Kahyangan kepadanya.
“Jamban Salaka dan pakaian yang tersedia di dalamnya adalah hadiah dari Buana Pada bagi Tuan Putri,” kata Lutung Kasarung
“Kau sendiri adalah hadiah dari Buana Pada bagiku, Lutung,” kata Purbasari, lalu memasuki Jamban Salaka. Ternyata, air di Jamban Salaka memiliki khasiat yang tidak ada pada air biasa dipergunakan Purbasari.
Ketika air itu dibilaskan, hanyutlah boreh dari kulit Purbasari. Kulitnya yang kuning langsat muncul kembali bahkan lebih cemerlang. Dalam kegembiraannya, Purbasari tidak putus-putusnya mengucapkan syukur kepada Kahyangan yang telah mengasihinya.
Selesai mandi, ia mengambil pakaian buatan para pohaci. Ia terpesona oleh keindahan pakaian yang dilengkapi perhiasan-perhiasan yang indah. Ia pun segera mengenakannya, lalu keluar dari Jamban Salaka. ‘Lutung lihatlah!. Apakah pakaian ini cocok bagiku?”
Lutung Kasarung sendiri terpesona. Dalam hatinya ia berkata, “Putri Purbasari, engkau seperti kembaran Ibunda Sunan Ambu, hanya jauh lebih muda.”
“Lutung, pantaskah pakaian ini bagiku?” tanya Purbasari pula.
“Para pohaci mencocokkannya bagi tuan putri,” jawab Lutung Kasarung seraya bersyukur dalam hatinya dan memuji kebijaksanaan Ibunda Sunan Ambu.
Peristiwa didalam hutan itu akhirnya terdengar oleh Purbararang. Rakyat Kerajaan Pasir Batang yang biasa mencari buah-buahan atau berburu kehutan membawa kabar aneh. Mereka bercerita tentang hutan yang berubah menjadi taman, tentang gubuk gadis hitam yang berubah menjadi istana kecil, tentang tempat mandi yang sangat indah, dan pimpinan seekor lutung yang sangat besar. Seekor lutung besar menyebabkan mereka tidak berani memasuki taman itu.
Kabar aneh itu sampai juga ke telinga Purbararang. Ia menduga ada bangsawan-bangsawan Pasir Batang yang diam-diam membantu Purbasari. Ia pun menjadi marah dan berpikir mencari jalan untuk mencelakakan Purbasari. Ia segera menemukan jalan untuk mecelakakan adik bungsunya itu.
Purbararang berpendapat bahwa para bangsawan Pasir Batang yang berpihak pada Purbasari tidak akan berani membantu adiknya itu secara terang-terangan. Oleh karena itu, Purbasari harus ditantang dalam pertandingan terbuka.
Para bangsawan dapat membuatkan Purbasari taman, istana kecil, dan Jamban Salaka. Itu mereka lakukan sembunyi-sembunyi dalam waktu yang lama, pikir Purbararang. Kalau Purbasari diharuskan membuat huma dalam satu hari seluas lima ratus depa, tak ada yang berani atau dapat membantunya. Ia sendiri dengan mudah akan dapat membuka huma ribuan depa dengan bantuan para prajurit.
Maka ia pun memanggil Uwak Batara Lengser dan berkata, “Uwak, berangkatlah ke hutan. Sampaikan pada Purbasari bahwa saya menantangnya berlomba membuat huma. Purbasari harus membuat huma seluas lima ratus depa dan harus selesai sebelum fajar besok. Kalau tidak dapat menyelesaikannya, atau tidak dapat mendahului saya maka ia akan dihukum pancung.”
Uwak Batara Lengser segera pergi kehutan. Ia disambut oleh Purbasari dan Lutung Kasarung. Ketika mendengar berita yang menakutkan itu, Purbasari pun menangis. ‘Kalau nasib saya harus mati muda, saya rela. Yang menyebabkan saya menangis adalah tindakan kakanda Purbararang. Begitu besarkah kebenciannya kepada saya?”
Lutung Kasarung berkata, “Jangan khawatir Tuan Putri, Kahiangan tidak akan melupakan orang yang tidak bersalah.”
Sementara ketiga sahabat itu sedang berbicara didalam hutan, Purbararang tidak menyia-nyiakan waktu. Ia memanggil seratus orang prajurit dan memerintahkan agar mereka membuka hutan untuk huma didekat tempat tinggal Purbasari. Huma harus selesai keesokan harinya. Kalau tidak selesai, para prajurit itu akan dihukum pancung. Para prajurit yang ketakutan segera berangkat ke hutan dan langsung bekerja keras membuka hutan. Mereka terus bekerja walaupun malam turun dan mulai gelap. Mereka terpaksa menggunakan obor yang banyak jumlahnya.
Sementara itu Lutung Kasarung mempersilahkan Purbasari masuk kedalam istana kcilnya untuk beristirahat. “Serahkanlah pekerjaan membuat huma itu kepada saya, Tuan Putri,’ katanya.
Ketika Purbasari sudah masuk kedalam istana kecilnya, Lutung Kasarung segera berdoa, memohon bantuan Ibunda Sunan Ambu dari Buana Pada. Doanya didengar dan Sunan Ambu mengutus empat puluh orang pujangga untuk membuat huma. Lahan yang dipilih adalah sebidang huma yag sudah terbuka dan cocok untuk ditanami padi. Huma itu letaknya tidak jauh dari hutan yang sedang dibuka oleh prajurit-prajurit Pasir Batang.
Keesokan harinya ketika matahari terbit, berangkatlah rombongan dari istana Pasir Batang menuju hutan. Purbararang duduk diatas tandu yang dihiasi sutra dan permata yang gemerlapan. Sementara itu tunangannya, Indrajaya, menunggang kuda di sampingnya. Lima orang putri bersaudara ada pula dalam rombongan bersama sejumlah bangsawan. Ratusan prajurit mengawal. Tak ketinggalan seorang algojo dengan kapak besarnya. Purbararang yakin bahwa hari itu ia akan dapat menghukum pancung adiknya, Purbasari. Akan tetapi, ia dan rombongan terkejut sebab disamping huma yang dibuka para prajurit telah ada pula huma lain yang lebih bagus.
Di tengah huma itu berdiri Uwak Batara Lengser dan Lutung Kasarung. “Gusti Ratu,” kata Uwak Batara Lengser, “Inilah huma Putri Purbasari.”
Purbararang benar-benar kecewa, malu,dan marah. Ia berteriak, “Baik, tetapi sekarang saya menantang Purbasari bertanding kecantikan denganku. Kalian yang menilai,” katanya seraya berpaling pada khalayak.
Purbararang menyangka Purbasari masih hitam kelam karena boreh. “Uwak, suruh dia keluar dari rumahnya!”
Uwak Batara Lengser mempersilahkan Purbasari keluar dari istana kecilnya. Purbasari muncul dan orang-orang memadangnya dengan takjub. Banyak yang lupa bernapas dan berkedip. Banyak pula yang lupa menutup mulutnya.
Begitu cantiknya Purbasari sehingga seorang bangsawan berkata, “Saya seakan-akan melihat Sunan Ambu turun ke Bumi.”
Melihat hal itu mula-mula Purbararang kecut. Akan tetapi dia ingat, bahwa dia masih punya harapan untuk menang. Ia berteriak, “Purbasari, marilah kita bertanding rambut. Siapa yang lebih panjang, dia menang. Lepas sanggulmu!” Sambil berkata begitu Purbararang berdiri dan melepas sanggulnya. Rambutnya yang hitam dan lebat terurai hingga kepertengahan betisnya.
Purbasari terpaksa menurut. Ia pun melepas sanggulnya. Rambutnya yang hitam berkilat dan halus bagai sutra bergelombang bagaikan air terjun hingga ketumitnya. Purbararang terpukul kembali. Akan tetapi, dia tidak kehabisan akal. Ia ingat bahwa ia mempunyai pinggang yang sangat ramping.. Ia berkata, “Lihat semua. Ikat pinggang yang kupakai ini bersisa lima lubang. Kalau Purbasari menyisakan kurang dari lima lubang, ia dihukum pancung.” Seraya berkata begitu ia melepas ikat pinggang emas bertahta permata dan melemparkannya kepada Purbasari. Purbasari memakainya dan ternyata tersisa tujuh lubang
.
Sekarang Purbararang menjadi kalap. Ia berteriak, “Hai orang-orang Pasir Batang, masih ada satu pertandingan yang tidak mungkin dimenangkan oleh Purbasari. Pertandingan apa itu? Coba tebak!” katanya seraya melihat wajah-wajah bangsawan Pasir Batang yang berdiri didekatnya. Ia tertawa karena yakin ia akan menang dalam pertandingan terakhir ini.
“Pertandingan apa, Kakanda?” kata salah seorang di antara adiknya.
Purbararang tersenyum. “Dengarkan!” katanya pula, “Dalam pertandingan ini kalian harus membandingkan siapa di antara calon suami kami yang lebih tampan. Lihat kepada tunangan saya, Indrajaya. Bagaimana pendapat kalian? Tampankah ia?”
Untuk beberapa lama tidak ada yang menjawab. Mereka bingung dan terkejut. Purbararang membentak, “Jawab! Tampankah dia?” Orang-orang menjawab, “Tampan, Gusti Ratu!” Purbararang tidak puas, “Lebih nyaring!”
“Tampan Gusti Ratu!”
Sambil tersenyum Purbararang melihat kearah Purbasari yang berdiri dekat Uwak Batara Lengser dan Lutung Kasarung. “Dengarkanlah, Purbasari. Sekarang kamu tidak bisa lolos. Kita akan bertanding membandingkan ketampanan calon suami. Calon suamiku adalah Indrajaya yang tampan dan gagah itu. Siapakah calon suamimu itu?” Purbasari kebingungan. “Siapa lagi calon suamimu kecuali lutung besar itu?” teriak Purbararang seraya menunjuk ke arah Lutung Kasarung. Lalu ia tertawa.
Purbasari terdiam. Ia memandang ke arah Lutung Kasarung. Semuanya terdiam. Algojo melangkah ke arah Purbasari seraya memutar-mutar kapaknya yang lebar dan tebal. Seraya memandang ke arah Lutung Kasarung dan sambil tersenyum sayu Purbasari berkata, “Memang seharusnya kamu menjadi calon suamiku, Lutung.”
Mendengar apa yang diucapkan Purbasari itu gembiralah Purbararang. Sekarang ia dapat membinasakan Purbasari. Akan tetapi, sesuatu terjadi. Mendengar perkataan Purbasari itu, Lutung Kasarung berubah, kembali ke asalnya sebagai Guruminda yang gagah dan tampan. Semua terheran-heran dan terpesona oleh ketampanan Guruminda. Guruminda sendiri memegang tangan Purbasari dan berkata, “Ratu kalian yang sebenarnya, Purbasari, telah mengatakan bahwa saya sudah seharusnya menjadi calon suaminya. Sebagai calon suaminya, saya harus melindungi dan membantunya. Tahtanya telah direbut oleh Purbararang. Sebagai tunangan Purbararang, Anda harus berada di pihaknya, Indrajaya. Oleh karena itu, marilah kita berperang tanding.”
Indrajaya bukannya siap berperang tanding, tetapi malah berlutut dan menyembah kepada Guruminda, mohon ampun dan dikasihani. Purbararang menangis dan minta maaf kepada Purbasari. Sementara itu para bangsawan dan prajurit serta rakyat justru bergembira. Mereka akan bebas dari ketakutan dan tekanan para pendukung Purbararang.
Pada hari itu juga Ratu purbasari kembali ke Kerajaan didampingi oleh suaminya, Guruminda. Purbararang dan Indrajaya dihukum dan dipekerjakan sebagai tukang sapu di taman istana. Rakyat merasa lega. Mereka kembali bekerja dengan rajin seperti di jaman pemerintahan Prabu Tapa Agung. Berkat bantuan Guruminda, Purbasari memerintah dengan cakap dan sangat bijaksana. Rakyat Kerajaan Pasir Batang merasa terlindungi, suasana aman dan tentram sehingga mereka bisa bekerja dengan tenang pada akhirnya kemakmuran dapat mereka peroleh secara nyata dan merata.
Sumber : bali-directory.com
Putri sulung Purbararang sudah bertunangan dengan Raden Indrajaya, putra salah seorang mentri kerajaan. Kepada Purbararang dan Indrajayalah seharusnya Prabu Tapa Agung dapat mempercayakan kerajaan. Akan tetapi, walaupun beliau sudah lanjut usia dan sudah waktunya turun tahta, beliau belum leluasa untuk menyerahkan mahkota. Karena, baik Purbararang maupun Indrajaya belum dapat beliau percaya sepenuhnya.
Sang Prabu merasa sebagai putri sulung, Perangai Purbararang tidak sesuai dengan yang diharapkan dari seorang pemimpin kerajaan. Purbararang mempunyai sifat angkuh dan kejam, sedangkan Indrajaya adalah seorang pesolek. Bangsawan muda itu akan lebih banyak memikirkan pakaian dan perhiasan dirinya daripada mengurus keamanan dan kesejahteraan rakyat kerajaan.
Menghadapi masalah seperti itu, Prabu Tapa Agung sering bermuram durja. Demikian pula permaisurinya, ibunda ketujuh putri itu. Mereka sering membicarakan masalah itu, tetapi tidak ada jalan keluar yang ditemukan.
Namun, kiranya kerisauan dan kebingungan raja yang baik itu diketahui oleh Sunan Ambu yang bersemayam di kahyangan atau Buana Pada. Pada suatu malam, ketika Prabu Tapa Agung tidur, beliau bermimpi. Di dalam mimpinya itu Sunan Ambu berkata, “Wahai Raja yang baik, janganlah risau. Sudah saatnya kamu beristirahat. Tinggalkanlah istana. Tinggalkanlah tahta kepada putri bungsu Purbasari. Laksanakanlah keinginanmu untuk jadi pertapa.”
Setelah beliau bangun, hilanglah kerisauan beliau. Petunjuk dari khayangan itu benar-benar melegakan hati beliau dan permaisuri.
Keesokan harinya sang Prabu mengumpulkan ketujuh putri beliau, pembantu, penasehat beliau yang setia, yaitu Uwak Batara Lengser, patih, para menteri dan pembesar-pembesar kerajaan lainnya.
Beliau menyampaikan perintah Sunan Ambu dari Kahyangan bahwa sudah saatnya beliau turun tahta dan menyerahkan kerajaan kepada Putri Purbasari.
Berita itu diterima dengan gembira oleh kebanyakan isi istana, kecuali oeh Purbararang dan Indrajaya. Mereka pura-pura setuju, walaupun didalam hati mereka marah dan mulai mencari akal bagaimana merebut tahta dari Purbasari.
Akal itu segera mereka dapatkan. Sehari setelah ayah bunda mereka tidak berada di istana, Purbararang dengan bantuan Indrajaya menyemburkan boreh, yaitu zat berwara hitam yang dibuat dari tumbuh-tumbuhan, ke wajah dan badan Purbasari.
Akibatnya Purbasari menjadi hitam kelam dan orang Pasir Batang tidak mengenalinya lagi. Itulah sebabnya putri bungsu itu tidak ada yang menolong ketika diusir dari istana.
Tak ada yang percaya ketika dia mengatakan bahwa ia Purbasari, Ratu Pasir Batang yang baru. Di samping itu, mereka yang tahu dan menduga bahwa gadis hitam kelam itu adalah Purbasari, tidak berani pula menolong.
Mereka takut akan Purbararang yang terkenal kejam. Bahkan Uwak Batara Lengser tidak berdaya mencegah tindakan Purbararang itu.
Ketika ia disuruh membawa Purbasari ke hutan, ia menurut. Akan tetapi setiba di hutan, Uwak Batara Lengser membuatkan gubuk yang kuat bagi putri bungsu itu. Ia pun menasehatinya dengan kata-kata lembut, “Tuan Putri bersabarlah. Jadikanlah pembuangan ini sebagai kesempatan bertapa untuk memohon perlindungan dan kasih sayang para penghuni kahyangan. “Nasehat Uwak Batara Lengser itu mengurangi kesedihan Putri Purbasari. Ia setuju bahwa ia akan melakukan tapa. “Bagus, Tuan Putri. Janganlah khawatir, Uwak akan sering datang kesini menengok dan mengirim persediaan.”
Selagi didunia atau Buana Panca Ttengah terjadi peristiwa pengusiran dan pembuangan Purbasari kedalam hutan, di Kahyangan atau Buana Pada terjadi peristiwa lain.
Berhari-hari Sunan Ambu gelisah karena putranya Guruminda tidak muncul. Maka Sunan Ambu pun meminta para penghuni kahyangan baik pria maupun wanita untuk mencarinya.
Tidak lama kemudian seorang pujangga datang dan memberitakan bahwa Guruminda berada ditaman Kahyangan. Ditambahkan bahwa Guruminda tampak bermuram durja. Sunan Ambu meminta kepada pelayan kahyangan agar Guruminda dipanggil, diminta menghadap.
Agak lama Guruminda tidak memenuhi panggilan itu sehingga ia dipanggil kembali. Akhirnya dia muncul dihadapan ibundanya, Sunan Ambu.
Akan tetapi, ia bertingkah laku lain dari pada biasanya. Ia terus menunduk seakan-akan malu memandang wajah ibunya sendiri. Namun, kalau Sunan Ambu sedang tidak melihat, ia mencuri-curi pandang.
“Guruminda, anakku, apakah yang kau sedihkan?Ceritalah kepada Ibu,” ujar Sunan Ambu dengan lembut dan penuh kasih sayang. Guruminda tidak menjawab. Demikian pula ketika Sunan Ambu mengulang pertanyaan beliau. Karena Sunan Ambu seorang wanita yang arif, beliau segera menyadari apa yang terjadi dengan putranya.
Beliau berkata, “Ibu sadar, sekarang kau sudah remaja. Usiamu tujuh belas tahun. Adakah bidadari yang menarik hatimu. Katakanlah pada Ibu siapa dia. Nanti Ibu akan memperkenalkanmu kepadanya.” Untuk beberapa lama Guruminda diam saja. “Guruminda, berkatalah, “ujar Sunan Ambu.
Guruminda pun berkata, walaupun perlahan-lahan sekali, “Saya tidak ingin diperkenalkan dengan bidadari manapun, kecuali yang secantik Ibunda,” katanya.
Mendengar perkataan putranya itu Sunan Ambu terkejut. Akan tetapi, sebagai wanita yang arif beliau tidak kehilangan akal apalagi marah. Beliau arif bahwa putranya sedang menghadapi persoalan. Beliau pun berkata, “Guruminda, gadis yang serupa dengan Ibunda tidak ada di Buana Pada ini. Ia berada di Buana Panca Tengah. Pergilah kamu ke sana. Akan tetapi tidak sebagai Guruminda. Kamu harus menyamar sebagai seekor kera atau lutung.”
Setelah Sunan Ambu berkata begitu, berubahlah Guruminda menjadi seekor kera atau lutung. “Pergilah anakku, ke Buana Panca Tengah, kasih sayangku akan selalu bersamamu. Kini namamu Lutung Kasarung.”
Guruminda sangat terkejut dan sedih ketika menyadari bahwa dia sudah menjadi lutung. Ia beranggapan bahwa ia telah dihukum oleh Ibunda Sunan Ambu karena kelancangannya. Ia cuma menunduk. “Pergilah, Anakku. Gadis, itu menunggu disana dan memerlukan bantuanmu.” ujar Sunan Ambu pula.
Guruminda sadar bahwa menjadi lutung adalah sudah nasibnya dan ia pun mengundurkan diri dari hadapan ibundanya. Dengan harapan akan bertemu gadis yang serupa dengan ibundanya, ia meninggalkan Buana Pada. Ia melompat dari awan ke awan hingga akhirnya tiba di bumi. Guruminda mencari tempat yang cocok untuk turun. Ketika melihat sebuah hutan, ia pun melompat ke bumi. Ia melompat dari pohon ke pohon. Lutung-lutung dan monyet-monyet mengelilinginya. Karena mereka menyadari bahwa Guruminda, yang berganti nama menjadi Lutung Kasarung, lebih besar dan cerdas, mereka menerimanya sebagai pemimpin. Demikianlah Lutung Kasarung mengembara di dalam hutan belantara, mencari gadis yang sama cantiknya dengan ibunda Sunan Ambu.
Tersebutlah di kerajaan Pasir Batang, Ratu Purbararang hendak melaksanakan upacara. Dalam upacara itu diperlukan kurban binatang. Ratu Purbararang memanggil Aki Panyumpit. “Aki!” katanya, “Tangkaplah seekor hewan untuk dijadikan kurban dalam upacara. Kalau kamu tidak mendapatkannya nanti siang, kamu sendiri jadi gantinya.”
Dengan ketakutan yang luar biasa Aki Panyumpit tergesa-gesa masuk hutan belantara. Akan tetapi, tidak seekor bajingpun ia temukan. Binatang-binatang sudah diberi tahu oleh Lutung Kasarung agar bersembunyi. Lalu, berjalanlah Aki Panyumpit kian kemari di dalam hutan itu hingga kelelahan.
Ia pun duduk dibawah pohon dan menangis karena putus asa. Pada saat itulah Lutung Kasarung turun dari pohon dan duduk dihadapan Aki Panyumpit. Aki Panyumpit segera mengambil sumpitnya dan membidik kearah Lutung Kasarung.
Namun Lutung Kasarung berkata, “Janganlah menyumpit saya karena saya tidak akan mengganggumu. Saya datang kesini karena melihat kakek bersedih.”
Aki Panyumpit terkejut mendengar lutung dapat berbicara. “Mengapa kakek bersedih?” tanya Lutung Kasarung.
Ditanya demikian, Aki Panyumpit menceritakan apa yang dialaminya. “Kalau begitu bawalah saya ke istana,kakek,” ujar Lutung Kasarung.
“Tetapi kamu akan dijadikan kurban!” kata Aki Panyumpit yang menyukai Lutung Kasarung.
“Saya tidak rela kamu dijadikan kurban,” lanjut Aki Pannyumpit.
“Tetapi kalau kakek tidak berhasil membawa hewan, kakek sendiri yang akan disembelih sebagai kurban,” jawab Lutung Kasarung.
Aki Panyumpit tidak dapat berkata-kata lagi karena bingung.
“Oleh karena itu, bawalah saya ke istana. Janganlah khawatir,” Kata Lutung Kasarung.
“Baiklah, kalau begitu”, kata Aki Panyumpit. Mereka pun keluar dari hutan menuju kerajaan Pasir Batang.
Setiba di alun-alun kerajaan, beberapa prajurit memegang dan mengikat Lutung Kasarung. Prajurit lain mengasah pisau untuk menyembelihnya.
Lutung Kasarung yang sudah di ikat dibawa ketengah alun-alun. Di sana Purbararang dan Indrajaya serta para pembesar kerajaan sudah hadir. Demikian pula lima putri adik-adik Purbararang.
Saat itu segala perlengkapaan upacara sudah disiapkan. Seorang pendeta sudah mulai menyalakan kemenyan dan berdoa. Seorang prajurit dengan pisau yang sangat tajam berjalan akan melaksanakan tugasnya. Ia memegang kepala Lutung Kasarung. Akan tetapi, tiba-tiba Lutung Kasarung menggeliat.
Tambang-tambang ijuk yang mengikat tubuhnya satu persatu mulai putus dan kemudian Ia pun bebas. Ia lalu memporak-porandakan perlengkapan upacara. Para putri dan wanita-wanita bangsawan menjerit ketakutan. Para prajurit mencabut senjata dan berusaha membunuh Lutung Kasarung. Namun, tidak seorang pun sanggup mendekatinya.
Lutung Kasarung sangat lincah dan tangkas. Ia melompat- lompat kesana kemari, di tengah-tengah hadirin yang berlari menyelamatkan diri.
Lutung Kasarung sengaja merusak barang-barang dan perlengkapan. Di melompat ke panggung tempat para putri menenun dan merusak perlengkapan tenun.
Setelah hadirin melarikan diri dan prajurit-prajurit kelelahan, Lutung Kasarung duduk di atas benteng yang mengelilingi halaman dalam istana .
Dari dalam istana, Purbararang dan adik-adiknya memandanginya dengan keheranan dan ketakutan. Indrajaya ada pula disana, ikut sembunyi dengan putri-putri dan para wanita.
Purbararang kemudian menjadi marah, “Bunuh! Ayo bunuh lutung itu!” teriaknya. Beberapa orang prajurit maju akan mengepung Lutung Kasarung lagi. Akan tetapi, Lutung Kasarung segera menyerang mereka dan membuat mereka lari ketakutan ke berbagai arah.
Uwak Batara Lengser adalah orang tua yang bijaksana, walaupun sudah tua tetap gagah berani. Ia berjalan menuju Lutung Kasarung dan berdiri di dekatnya. Ternyata, Lutung Kasarung tidak memperlihatkan sikap permusuhan kepadanya. “Kemarilah Lutung, janganlah kamu nakal dan menakut-nakuti orang, kamu anak yang baik.”
Pada saat itu beberapa orang prajurit mencoba menyergap Lutung Kasarung. Namun, Lutung Kasarung selalu waspada. Ia menyerang balik, mencakar, dan menggigit mereka. Mereka tunggang langgang melarikan diri dan tidak berani muncul kembali. Setelah itu Lutung Kasarung kembali kepada Uwak Batara Lengser dan seperti seorang anak yang baik, duduk didekat kaki orang tua itu.
Purbararang yang melihat pemandangan itu dari jauh, timbul niat jahatnya. Lutung yang besar dan jahat itu sebaiknya dikirim kehutan tempat Purbasari berada, pikirnya. Kalau Purbasari tewas diterkam lutung itu, maka ia akan tenang menduduki tahta Kerajaan Pasir Batang. Cara mengirim lutung itu tampaknya dapat dilaksanakan melalui Uwak Batara Lengser karena lutung itu tidak memperlihatkan sikap permusuhan terhadap Uwak Batara Lengser.
Berkatalah Purbararang kepada Uwak Batara Lengser, meminta orang tua itu mendekat. Orang tua itu menurut, “Uwak Batara Lengser, singkirkan lutung galak itu kehutan. Tempatkan bersama Purbasari. Kalau sudah jinak, kita kurbankan nanti.” Uwak Batara Lengser tahu maksud Purbararang, tetapi ia menurut saja. Ia pun tidak yakin apakah lutung itu akan mencederai Purbasaari. Ia melihat sesuatu yang aneh pada lutung itu. Itulah sebabnya ia mengulurkan tangan pada lutung itu sambil berkata, “Marilah kita pergi, lutung. Kamu saya bawa ketempat yang lebih cocok bagimu.” Lutung itu menurut. Uwak Batara Lengser pun menuntunnya meninggalkan tempat itu dan menuju ke hutan.
Sampai di hutan, Uwak Batara Lengser berseru kepada Purbasari memberitahukan kedatangannya. Purbasari keluar dari gubuk dengan gembira. Lutung Kasarung melihat seorang gadis yang kulitnya hitam kelam di celup boreh. Ia tertegun sejenak sehingga Uwak Batara Lengser berkata kepadanya, “Itu Putri Purbasari. Ia gadis yang manis dan baik hati. Kamu harus menjaganya.”
“Ya,” kata Lutung Kasarung.
Uwak Batara Lengser dan Purbasari keheranan. Akan tetapi, Uwak Batara Lengser berkata, “Semoga kedatanganmu ke Pasir Batang dikirim Kahyangan untuk kebaikan semua.”
Setelah Uwak Batara Lengser pergi, Lutung Kasarung meminta bantuan kawan-kawannya untuk mengumpulkan buah-buahan dan bunga-bungaan untuk Purbasari. Putri itu benar-benar terhibur dalam kesedihannya. Ia pun tidak kesunyian lagi. Bukan saja Lutung Kasarung selalu ada didekatnya, tetapi binatang-binatang lain seperti rusa, bajing, dan burung-burung berbagai jenis, berkumpul dekat gubuknya.
Ketika malam tiba, Lutung Kasarung berdoa, memohon kepada Ibunda Sunan Ambu agar membantunya. Sunan Ambu mendengar doanya dan memerintahkan kepada beberapa orang pujangga dan pohaci agar turun ke bumi untuk membantu Lutung Kasarung.
Ketika para pujangga tiba dihutan itu, Lutung Kasarung meminta kepada mereka agar dibuatkan tempat mandi bagi Purbasari. Para pujangga yang sakti itu membantu Lutung Kasarung membuat jamban salaka, tempat mandi dengan pancuran emas dan lantai serta dinding pualam. Airnya dialirkan dari mata air yang jernih yang ditampung dulu dalam telaga kecil. Ke dalam telaga kecil itu ditaburkan berbagai bunga-bungaan yang wangi. Sementara itu para pohaci menyiapkan pakaian bagi Purbasari. Pakaian itu bahannya dari awan dan warnanya dari pelangi. Tak ada pakaian seindah itu di bumi.
Keesokan harinya Purbasari sangat terkejut melihat Jamban Salaka itu. Akan tetapi, Lutung Kasarung mengatakan kapadanya bahwa ia tidak perlu heran. Kabaikan hati Purbasari telah menimbulkan kasih sayang Kahyangan kepadanya.
“Jamban Salaka dan pakaian yang tersedia di dalamnya adalah hadiah dari Buana Pada bagi Tuan Putri,” kata Lutung Kasarung
“Kau sendiri adalah hadiah dari Buana Pada bagiku, Lutung,” kata Purbasari, lalu memasuki Jamban Salaka. Ternyata, air di Jamban Salaka memiliki khasiat yang tidak ada pada air biasa dipergunakan Purbasari.
Ketika air itu dibilaskan, hanyutlah boreh dari kulit Purbasari. Kulitnya yang kuning langsat muncul kembali bahkan lebih cemerlang. Dalam kegembiraannya, Purbasari tidak putus-putusnya mengucapkan syukur kepada Kahyangan yang telah mengasihinya.
Selesai mandi, ia mengambil pakaian buatan para pohaci. Ia terpesona oleh keindahan pakaian yang dilengkapi perhiasan-perhiasan yang indah. Ia pun segera mengenakannya, lalu keluar dari Jamban Salaka. ‘Lutung lihatlah!. Apakah pakaian ini cocok bagiku?”
Lutung Kasarung sendiri terpesona. Dalam hatinya ia berkata, “Putri Purbasari, engkau seperti kembaran Ibunda Sunan Ambu, hanya jauh lebih muda.”
“Lutung, pantaskah pakaian ini bagiku?” tanya Purbasari pula.
“Para pohaci mencocokkannya bagi tuan putri,” jawab Lutung Kasarung seraya bersyukur dalam hatinya dan memuji kebijaksanaan Ibunda Sunan Ambu.
Peristiwa didalam hutan itu akhirnya terdengar oleh Purbararang. Rakyat Kerajaan Pasir Batang yang biasa mencari buah-buahan atau berburu kehutan membawa kabar aneh. Mereka bercerita tentang hutan yang berubah menjadi taman, tentang gubuk gadis hitam yang berubah menjadi istana kecil, tentang tempat mandi yang sangat indah, dan pimpinan seekor lutung yang sangat besar. Seekor lutung besar menyebabkan mereka tidak berani memasuki taman itu.
Kabar aneh itu sampai juga ke telinga Purbararang. Ia menduga ada bangsawan-bangsawan Pasir Batang yang diam-diam membantu Purbasari. Ia pun menjadi marah dan berpikir mencari jalan untuk mencelakakan Purbasari. Ia segera menemukan jalan untuk mecelakakan adik bungsunya itu.
Purbararang berpendapat bahwa para bangsawan Pasir Batang yang berpihak pada Purbasari tidak akan berani membantu adiknya itu secara terang-terangan. Oleh karena itu, Purbasari harus ditantang dalam pertandingan terbuka.
Para bangsawan dapat membuatkan Purbasari taman, istana kecil, dan Jamban Salaka. Itu mereka lakukan sembunyi-sembunyi dalam waktu yang lama, pikir Purbararang. Kalau Purbasari diharuskan membuat huma dalam satu hari seluas lima ratus depa, tak ada yang berani atau dapat membantunya. Ia sendiri dengan mudah akan dapat membuka huma ribuan depa dengan bantuan para prajurit.
Maka ia pun memanggil Uwak Batara Lengser dan berkata, “Uwak, berangkatlah ke hutan. Sampaikan pada Purbasari bahwa saya menantangnya berlomba membuat huma. Purbasari harus membuat huma seluas lima ratus depa dan harus selesai sebelum fajar besok. Kalau tidak dapat menyelesaikannya, atau tidak dapat mendahului saya maka ia akan dihukum pancung.”
Uwak Batara Lengser segera pergi kehutan. Ia disambut oleh Purbasari dan Lutung Kasarung. Ketika mendengar berita yang menakutkan itu, Purbasari pun menangis. ‘Kalau nasib saya harus mati muda, saya rela. Yang menyebabkan saya menangis adalah tindakan kakanda Purbararang. Begitu besarkah kebenciannya kepada saya?”
Lutung Kasarung berkata, “Jangan khawatir Tuan Putri, Kahiangan tidak akan melupakan orang yang tidak bersalah.”
Sementara ketiga sahabat itu sedang berbicara didalam hutan, Purbararang tidak menyia-nyiakan waktu. Ia memanggil seratus orang prajurit dan memerintahkan agar mereka membuka hutan untuk huma didekat tempat tinggal Purbasari. Huma harus selesai keesokan harinya. Kalau tidak selesai, para prajurit itu akan dihukum pancung. Para prajurit yang ketakutan segera berangkat ke hutan dan langsung bekerja keras membuka hutan. Mereka terus bekerja walaupun malam turun dan mulai gelap. Mereka terpaksa menggunakan obor yang banyak jumlahnya.
Sementara itu Lutung Kasarung mempersilahkan Purbasari masuk kedalam istana kcilnya untuk beristirahat. “Serahkanlah pekerjaan membuat huma itu kepada saya, Tuan Putri,’ katanya.
Ketika Purbasari sudah masuk kedalam istana kecilnya, Lutung Kasarung segera berdoa, memohon bantuan Ibunda Sunan Ambu dari Buana Pada. Doanya didengar dan Sunan Ambu mengutus empat puluh orang pujangga untuk membuat huma. Lahan yang dipilih adalah sebidang huma yag sudah terbuka dan cocok untuk ditanami padi. Huma itu letaknya tidak jauh dari hutan yang sedang dibuka oleh prajurit-prajurit Pasir Batang.
Keesokan harinya ketika matahari terbit, berangkatlah rombongan dari istana Pasir Batang menuju hutan. Purbararang duduk diatas tandu yang dihiasi sutra dan permata yang gemerlapan. Sementara itu tunangannya, Indrajaya, menunggang kuda di sampingnya. Lima orang putri bersaudara ada pula dalam rombongan bersama sejumlah bangsawan. Ratusan prajurit mengawal. Tak ketinggalan seorang algojo dengan kapak besarnya. Purbararang yakin bahwa hari itu ia akan dapat menghukum pancung adiknya, Purbasari. Akan tetapi, ia dan rombongan terkejut sebab disamping huma yang dibuka para prajurit telah ada pula huma lain yang lebih bagus.
Di tengah huma itu berdiri Uwak Batara Lengser dan Lutung Kasarung. “Gusti Ratu,” kata Uwak Batara Lengser, “Inilah huma Putri Purbasari.”
Purbararang benar-benar kecewa, malu,dan marah. Ia berteriak, “Baik, tetapi sekarang saya menantang Purbasari bertanding kecantikan denganku. Kalian yang menilai,” katanya seraya berpaling pada khalayak.
Purbararang menyangka Purbasari masih hitam kelam karena boreh. “Uwak, suruh dia keluar dari rumahnya!”
Uwak Batara Lengser mempersilahkan Purbasari keluar dari istana kecilnya. Purbasari muncul dan orang-orang memadangnya dengan takjub. Banyak yang lupa bernapas dan berkedip. Banyak pula yang lupa menutup mulutnya.
Begitu cantiknya Purbasari sehingga seorang bangsawan berkata, “Saya seakan-akan melihat Sunan Ambu turun ke Bumi.”
Melihat hal itu mula-mula Purbararang kecut. Akan tetapi dia ingat, bahwa dia masih punya harapan untuk menang. Ia berteriak, “Purbasari, marilah kita bertanding rambut. Siapa yang lebih panjang, dia menang. Lepas sanggulmu!” Sambil berkata begitu Purbararang berdiri dan melepas sanggulnya. Rambutnya yang hitam dan lebat terurai hingga kepertengahan betisnya.
Purbasari terpaksa menurut. Ia pun melepas sanggulnya. Rambutnya yang hitam berkilat dan halus bagai sutra bergelombang bagaikan air terjun hingga ketumitnya. Purbararang terpukul kembali. Akan tetapi, dia tidak kehabisan akal. Ia ingat bahwa ia mempunyai pinggang yang sangat ramping.. Ia berkata, “Lihat semua. Ikat pinggang yang kupakai ini bersisa lima lubang. Kalau Purbasari menyisakan kurang dari lima lubang, ia dihukum pancung.” Seraya berkata begitu ia melepas ikat pinggang emas bertahta permata dan melemparkannya kepada Purbasari. Purbasari memakainya dan ternyata tersisa tujuh lubang
.
Sekarang Purbararang menjadi kalap. Ia berteriak, “Hai orang-orang Pasir Batang, masih ada satu pertandingan yang tidak mungkin dimenangkan oleh Purbasari. Pertandingan apa itu? Coba tebak!” katanya seraya melihat wajah-wajah bangsawan Pasir Batang yang berdiri didekatnya. Ia tertawa karena yakin ia akan menang dalam pertandingan terakhir ini.
“Pertandingan apa, Kakanda?” kata salah seorang di antara adiknya.
Purbararang tersenyum. “Dengarkan!” katanya pula, “Dalam pertandingan ini kalian harus membandingkan siapa di antara calon suami kami yang lebih tampan. Lihat kepada tunangan saya, Indrajaya. Bagaimana pendapat kalian? Tampankah ia?”
Untuk beberapa lama tidak ada yang menjawab. Mereka bingung dan terkejut. Purbararang membentak, “Jawab! Tampankah dia?” Orang-orang menjawab, “Tampan, Gusti Ratu!” Purbararang tidak puas, “Lebih nyaring!”
“Tampan Gusti Ratu!”
Sambil tersenyum Purbararang melihat kearah Purbasari yang berdiri dekat Uwak Batara Lengser dan Lutung Kasarung. “Dengarkanlah, Purbasari. Sekarang kamu tidak bisa lolos. Kita akan bertanding membandingkan ketampanan calon suami. Calon suamiku adalah Indrajaya yang tampan dan gagah itu. Siapakah calon suamimu itu?” Purbasari kebingungan. “Siapa lagi calon suamimu kecuali lutung besar itu?” teriak Purbararang seraya menunjuk ke arah Lutung Kasarung. Lalu ia tertawa.
Purbasari terdiam. Ia memandang ke arah Lutung Kasarung. Semuanya terdiam. Algojo melangkah ke arah Purbasari seraya memutar-mutar kapaknya yang lebar dan tebal. Seraya memandang ke arah Lutung Kasarung dan sambil tersenyum sayu Purbasari berkata, “Memang seharusnya kamu menjadi calon suamiku, Lutung.”
Mendengar apa yang diucapkan Purbasari itu gembiralah Purbararang. Sekarang ia dapat membinasakan Purbasari. Akan tetapi, sesuatu terjadi. Mendengar perkataan Purbasari itu, Lutung Kasarung berubah, kembali ke asalnya sebagai Guruminda yang gagah dan tampan. Semua terheran-heran dan terpesona oleh ketampanan Guruminda. Guruminda sendiri memegang tangan Purbasari dan berkata, “Ratu kalian yang sebenarnya, Purbasari, telah mengatakan bahwa saya sudah seharusnya menjadi calon suaminya. Sebagai calon suaminya, saya harus melindungi dan membantunya. Tahtanya telah direbut oleh Purbararang. Sebagai tunangan Purbararang, Anda harus berada di pihaknya, Indrajaya. Oleh karena itu, marilah kita berperang tanding.”
Indrajaya bukannya siap berperang tanding, tetapi malah berlutut dan menyembah kepada Guruminda, mohon ampun dan dikasihani. Purbararang menangis dan minta maaf kepada Purbasari. Sementara itu para bangsawan dan prajurit serta rakyat justru bergembira. Mereka akan bebas dari ketakutan dan tekanan para pendukung Purbararang.
Pada hari itu juga Ratu purbasari kembali ke Kerajaan didampingi oleh suaminya, Guruminda. Purbararang dan Indrajaya dihukum dan dipekerjakan sebagai tukang sapu di taman istana. Rakyat merasa lega. Mereka kembali bekerja dengan rajin seperti di jaman pemerintahan Prabu Tapa Agung. Berkat bantuan Guruminda, Purbasari memerintah dengan cakap dan sangat bijaksana. Rakyat Kerajaan Pasir Batang merasa terlindungi, suasana aman dan tentram sehingga mereka bisa bekerja dengan tenang pada akhirnya kemakmuran dapat mereka peroleh secara nyata dan merata.
Sumber : bali-directory.com
Friday
Tomcat Yang Bersedih
Dongeng Anak Indonesia - Seekor Tomcat duduk di atas rumput. Wajahnya begitu tampak murung. Kesedihan yang begitu mendalam tak dapat ditutupinya. Kemudian datanglah seekor burung pipit menghampiri.
"Hai, sahabatku Tomcat, ada apa denganmu, kelihatannya kamu begitu bersedih" Tanya burung pipit.
"Iya Pipit aku bersedih. beberapa hari lalu adikku mati, ketika mendatangi lampu di rumah salah seorang penduduk. Dia kan sudah capek seharian mencari makan di sawah. Nah malam itu dia ingin beristirahat dengan mencari cahaya di rumah salah satu manusia. Nah ketika asyik bermain dekat cahaya itu, ia terpeleset lalu jatuh diatas tubuh manusia, terus dia dipencet dan mati" Kata Tomcat menjelaskan.
"Ma'afkan aku Tomcat, aku tidak tahu. Aku turut bersedih ya.." Sahut pipit.
" Iya pipit. Tapi ada yang membuatku lebih sedih lagi. Seperti kamu ketahui, tubuh kami kalau dipencet kan selalu mengeluarkan cairan racun, nah cairan itu mengenai kulit manusia tersebut, dan terbakar deh. Sekarang semua manusia jadi membenci kaumku. Padahal selama ini kami membantu manusia memusuhi wereng yang suka merusak tanaman manusia" Lanjut Tomcat.
"Wah, kok jadi gawat ya Tom,..." Ujar pipit.
"Iya, pipit. Malah aku mendengar tadi dari petani, bahwa akan ada pembasmian Tomcat besar-besaran. Aku takut pipit, kalau aku dan teman-temanku mati semua. Padahal itu kan bukan salah kami...." Kata Tomcat sambil menitikkan air mata.
"Sabar ya Tom. Ini cobaan padamu, kamu harus sabar. Coba aku cari berita tentang kebenaran itu ya".. Hibur pipit pada Tomcat.
Pipit pun segera terbang ke perumahan manusia. Dia hinggap di dekat orang-orang yang membicarakan tentang Tomcat. Dan akhirnya dia mendapat kabar dari Balai Desa...
"Tom, aku dapat kabar yang menyenangkan" Teriak pipit menghampiri Tomcat.
"Apa, pipit... kabar apa ?" Kata Tomcat ingin tahu.
"Ternyata, tidak semua manusia membenci kamu. Para petani justru membela kamu, dan mereka tidak ingin kamu dibasmi."
"Betulkah itu, Pipit ?" Tanya Tomcat.
"Iya, betul Tom. Pimpinan manusia di balai desa itu juga bilang bahwa ia tidak setuju kalau Tomcat dibasmi, sebab kamu itu membantu petani memerangi wereng yang jahat" Jelas dari pipit.
"Syukurlah. Terima kasih pipit" Kata Tom.
"Iya, tom. Tapi tadi mereka bilang bahwa akan mengusir teman-temanmu jika bermain kerumah-rumah penduduk, agar tidak ada lagi penduduk yang terkena racun dari tomcat yang berterbangan di rumah-rumah mereka. Jadi kasih tahu saja teman-temanmu, agar tidak ke rumah-rumah penduduk ya Tom." Lanjut pipit.
"Owh, begitu ya pit. Baiklah, aku akan kasih tahu semua teman-teman agar tidak bermain di rumah-rumah penduduk"
Tomcat pun akhirnya memberi tahu teman-temannya agar tidak bermain di rumah-rumah penduduk, apalagi hinggap di tubuh mereka, agar tidak ada lagi salah arti dan mereka memencet tomcat terus keracunan.
Tapi karena jumlah teman Tomcat sangat banyak, maka tidak semua mendengar anjuran Tomcat, masih saja ada yang bermain-main di rumah penduduk, utamanya waktu malam ketika mereka melihat ada cahaya dari penerangan di rumah-rumah manusia. - Didongengkan oleh Kak Yuyun
"Hai, sahabatku Tomcat, ada apa denganmu, kelihatannya kamu begitu bersedih" Tanya burung pipit.
"Iya Pipit aku bersedih. beberapa hari lalu adikku mati, ketika mendatangi lampu di rumah salah seorang penduduk. Dia kan sudah capek seharian mencari makan di sawah. Nah malam itu dia ingin beristirahat dengan mencari cahaya di rumah salah satu manusia. Nah ketika asyik bermain dekat cahaya itu, ia terpeleset lalu jatuh diatas tubuh manusia, terus dia dipencet dan mati" Kata Tomcat menjelaskan.
"Ma'afkan aku Tomcat, aku tidak tahu. Aku turut bersedih ya.." Sahut pipit.
" Iya pipit. Tapi ada yang membuatku lebih sedih lagi. Seperti kamu ketahui, tubuh kami kalau dipencet kan selalu mengeluarkan cairan racun, nah cairan itu mengenai kulit manusia tersebut, dan terbakar deh. Sekarang semua manusia jadi membenci kaumku. Padahal selama ini kami membantu manusia memusuhi wereng yang suka merusak tanaman manusia" Lanjut Tomcat.
"Wah, kok jadi gawat ya Tom,..." Ujar pipit.
"Iya, pipit. Malah aku mendengar tadi dari petani, bahwa akan ada pembasmian Tomcat besar-besaran. Aku takut pipit, kalau aku dan teman-temanku mati semua. Padahal itu kan bukan salah kami...." Kata Tomcat sambil menitikkan air mata.
"Sabar ya Tom. Ini cobaan padamu, kamu harus sabar. Coba aku cari berita tentang kebenaran itu ya".. Hibur pipit pada Tomcat.
Pipit pun segera terbang ke perumahan manusia. Dia hinggap di dekat orang-orang yang membicarakan tentang Tomcat. Dan akhirnya dia mendapat kabar dari Balai Desa...
"Tom, aku dapat kabar yang menyenangkan" Teriak pipit menghampiri Tomcat.
"Apa, pipit... kabar apa ?" Kata Tomcat ingin tahu.
"Ternyata, tidak semua manusia membenci kamu. Para petani justru membela kamu, dan mereka tidak ingin kamu dibasmi."
"Betulkah itu, Pipit ?" Tanya Tomcat.
"Iya, betul Tom. Pimpinan manusia di balai desa itu juga bilang bahwa ia tidak setuju kalau Tomcat dibasmi, sebab kamu itu membantu petani memerangi wereng yang jahat" Jelas dari pipit.
"Syukurlah. Terima kasih pipit" Kata Tom.
"Iya, tom. Tapi tadi mereka bilang bahwa akan mengusir teman-temanmu jika bermain kerumah-rumah penduduk, agar tidak ada lagi penduduk yang terkena racun dari tomcat yang berterbangan di rumah-rumah mereka. Jadi kasih tahu saja teman-temanmu, agar tidak ke rumah-rumah penduduk ya Tom." Lanjut pipit.
"Owh, begitu ya pit. Baiklah, aku akan kasih tahu semua teman-teman agar tidak bermain di rumah-rumah penduduk"
Tomcat pun akhirnya memberi tahu teman-temannya agar tidak bermain di rumah-rumah penduduk, apalagi hinggap di tubuh mereka, agar tidak ada lagi salah arti dan mereka memencet tomcat terus keracunan.
Tapi karena jumlah teman Tomcat sangat banyak, maka tidak semua mendengar anjuran Tomcat, masih saja ada yang bermain-main di rumah penduduk, utamanya waktu malam ketika mereka melihat ada cahaya dari penerangan di rumah-rumah manusia. - Didongengkan oleh Kak Yuyun
Thursday
Petaka Harta Raja Hutan
Dongeng Anak Indonesia - Pada suatu masa hiduplah Singa Sang Raja Hutan yang sudah tua. Ia sakit-sakitan dan umurnya sudah tidak lama lagi. Sang singa tidak memiliki anak, dan saudara tapi hartanya berlimpah ruah, sehingga banyak yang mengincar dan ingin memiliki. Mengetahui hal ini singa tidak senang, dan ia berencana membagi hartanya pada binatang-binatang lain yang miskin. Tapi belum sempat keinginanya itu terwujud, Singa telah menghembuskan nafas terakhir.
Oleh : Kak Yuyun
Setelah menguburkan Singa, binatang-binatang semua ribut rebutan harta, hingga timbullah kekacaun di hutan belantara, tidak ada lagi ketenangan karena binatang-binatang saling bermusuhan. Semakin lama keadaan semakin kacau, hingga mereka saling serang satu sama lain. Dan jatuhnya korban pun tak dapat dihindarkan, banyak binatang tewas karena pertikaian merebutkan harta Singa.
Kerusuhan yang terjadi itu berlangsung terus dan sangat lama, sehingga jumlah binatang sangat menyusut bahkan pada puncaknya tinggal Macan yang hidup, sebab binatang lain telah punah.
Macan merasa bangga karena telah berhasil merebut semua harta singa, dan harta semua binatang-binatang di hutan tersebut. Beberapa hari dia berpesta seorang diri, sambil tertawa-tawa puas karena merasa dirinya yang paling hebat.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Macan merasa kesepian. Harta yang bertumpuk tidak bisa dia ajak bicara. Selama ini ia biasa bertemu dengan srigala, badak, gajah dan teman-teman lain untuk diajak curhat, namun sekarang mereka sudah tidak ada lagi.
Macan pun stres, dan ia jatuh sakit. Semakin lama sakitnya semakin parah, tapi tidak ada yang menolong apalagi peduli, karena tidak ada lagi binatang di hutan itu. Macan pun menangis sesenggukkan menyesali apa yang telah terjadi, gara-gara harta semua temannya hilang dan ia kini sendirian.
Harta-harta itu ternyata tidak bisa menolong sakit macan, setelah jatuh sakit selama satu bulan, macan pun akhirnya menyusul teman-temannya. Ia mati dalam keadaan menyedihkan.
Begitulah akhirnya hutan pun jadi sepi. Tak ada lagi tawa dan canda para binatang. Harta telah membuat mereka semua binasa. Padahal harta itu tidaklah membuat hidup mereka bahagia. Justru mereka kehilangan sahabat dan kehidupannya.
Oleh : Kak Yuyun
Wednesday
Buto Bajul Mutung
Dongeng Anak Indonesia - Di suatu kerajaan yang begitu makmur, tersebutlah berita mengenai Raja yang gundah gulana, karena dihadapkan pada dua pilihan sulit yaitu antara memenuhi tuntutan Buto Bajul Mutung yang selama ini memberi harta pada negeri itu namun saat ini dia minta tumbal rakyatnya setiap hari sebagai korban pengganti harta yang diberikan Buto Bajul Mutung, atau memenuhi permintaan rakyatnya untuk tidak mengorbankan mereka satu per satu setiap hari demi Buto Bajul Mutung.
Sebenarnya raja ingin mengikuti rakyatnya, tapi kalau dia ikut pendapat rakyatnya maka kerajaan akan sengsara karena tidak lagi mendapat limpahan harta dari Buto Bajul Mutung, sedang kalau dia ikut Buto Bajul Mutung, rakyatnya akan semakin menderita. Pusinglah sang raja memikirkan masalah ini.
"Hai Raja, jangan sekali-kali kamu pergi dari aku, atau kerajaanmu ini akan hancur" Begitu ancam Buto Bajul Mutung suatu hari yang membuat raja semakin terjepit. Dalam keadaan seperti itu, menghadaplah seorang anak muda dari rakyatnya.
"Paduka yang mulia, sungguh kejam hatimu. Bukannya melindungi rakyat, justru paduka mengorbankan rakyat demi harta. Kami dulu memilihmu karena kami menganggap kamu bisa melindungi kami. Tapi ternyata tidak. Justru Paduka Raja mengorbankan kami untuk Buto Bajul Mutung. Andai paduka tahu apa derita rakyat paduka, tentu paduka tidak akan melakukan hal ini. Kami rindu paduka mau bersama kami lagi, membangun kerajaan ini, bukan menjadikan kami tumbal" Kata Pemuda tadi.
Raja tampak semakin bingung. "Wahai pemuda, kalau aku memenuhi tuntutan kalian, apakah kalian mau berjuang bersamaku membangun negeri ini" Tanya raja memecah keheningan ruang istana.
"Tentu paduka. Kami seluruh rakyat akan bersama paduka. Bukankah kerajaan ini akan jaya jika kita bersatu" Jawaban pemuda dengan yakin.
Mendengar jawaban itu, raja langsung berdiri dari singgahsana, dan berteriak dengan lantang hingga menggemparkan isi istana dan terdengar oleh Buto Bajul Mutung, bahwa mulai saat itu ia sudah tidak mau lagi mengorbankan rakyatnya demi Buto Bajul Mutung.
Mendengar perkataan raja, Buto Bajul Mutung marah, dan langsung menyerang istana dan melenyapkan semua harta yang telah dia berikan. Namun rakyat yang telah bersatu dengan raja berhasil melawan dan mengalahkan Buto Bajul Mutung, walau akhirnya semua harta kekayaan kerajaan hilang punah.
Sejak kekalahan Buto Bajul Mutung itu, raja dan rakyatnya kemudian bahu membahu mengolah tanah diseluruh kerajaan dengan sungguh-sungguh dan penuh kebersamaan. Hingga tak lama setelah itu, kerajaan pun kembali makmur, namun bukan karena Buto Bajul Mutung, tapi karena raja dan rakyatnya bersatu membangun kerajaan dengan tangan dan keringat mereka sendiri.
Oleh Kak Yuyun
Sebenarnya raja ingin mengikuti rakyatnya, tapi kalau dia ikut pendapat rakyatnya maka kerajaan akan sengsara karena tidak lagi mendapat limpahan harta dari Buto Bajul Mutung, sedang kalau dia ikut Buto Bajul Mutung, rakyatnya akan semakin menderita. Pusinglah sang raja memikirkan masalah ini.
"Hai Raja, jangan sekali-kali kamu pergi dari aku, atau kerajaanmu ini akan hancur" Begitu ancam Buto Bajul Mutung suatu hari yang membuat raja semakin terjepit. Dalam keadaan seperti itu, menghadaplah seorang anak muda dari rakyatnya.
"Paduka yang mulia, sungguh kejam hatimu. Bukannya melindungi rakyat, justru paduka mengorbankan rakyat demi harta. Kami dulu memilihmu karena kami menganggap kamu bisa melindungi kami. Tapi ternyata tidak. Justru Paduka Raja mengorbankan kami untuk Buto Bajul Mutung. Andai paduka tahu apa derita rakyat paduka, tentu paduka tidak akan melakukan hal ini. Kami rindu paduka mau bersama kami lagi, membangun kerajaan ini, bukan menjadikan kami tumbal" Kata Pemuda tadi.
Raja tampak semakin bingung. "Wahai pemuda, kalau aku memenuhi tuntutan kalian, apakah kalian mau berjuang bersamaku membangun negeri ini" Tanya raja memecah keheningan ruang istana.
"Tentu paduka. Kami seluruh rakyat akan bersama paduka. Bukankah kerajaan ini akan jaya jika kita bersatu" Jawaban pemuda dengan yakin.
Mendengar jawaban itu, raja langsung berdiri dari singgahsana, dan berteriak dengan lantang hingga menggemparkan isi istana dan terdengar oleh Buto Bajul Mutung, bahwa mulai saat itu ia sudah tidak mau lagi mengorbankan rakyatnya demi Buto Bajul Mutung.
Mendengar perkataan raja, Buto Bajul Mutung marah, dan langsung menyerang istana dan melenyapkan semua harta yang telah dia berikan. Namun rakyat yang telah bersatu dengan raja berhasil melawan dan mengalahkan Buto Bajul Mutung, walau akhirnya semua harta kekayaan kerajaan hilang punah.
Sejak kekalahan Buto Bajul Mutung itu, raja dan rakyatnya kemudian bahu membahu mengolah tanah diseluruh kerajaan dengan sungguh-sungguh dan penuh kebersamaan. Hingga tak lama setelah itu, kerajaan pun kembali makmur, namun bukan karena Buto Bajul Mutung, tapi karena raja dan rakyatnya bersatu membangun kerajaan dengan tangan dan keringat mereka sendiri.
Oleh Kak Yuyun
Tuesday
Kancil Karo Monyet
Dongeng Anak Indonesia - Biyen nalika eyang esih urip, lan aku esih alit, nanging saiki eyang uwis seda. Meh saben , nalika arep mapan turu, eyang mesti nyeritakaken cerita, mbuh kue cerita sejarah jamane perang utawa dongeng kewan. Saiki aku arep nyeritakake doneng sing wis diceritakake eyang sing esih aku eling-eling, crita Kancil karo Monyet. Ora sranta serune... mayu wacanen crita ng ngisor iki. Mayo diwaca maning seru banget critane.
Ing sawijine dina ing rimba, ana akeh jenise kewan sing urip tentrem lan akur siji lan sijine. Kabeh kewan nduweni keuripan lah lakune dewe-dewe. Nanging ana siji kewan sing anane gawe drusila lan paling licik, arane Kancil. Kelicikane utek lan pintere ngomong nipu kanca batir. Kancil wis dikenal kaya dene kewan sing duweni sayuto tipu daya. Nah iki sing dadi sasarane Monyet.
Ing sawijining dina, ana Monyet lagi penekan ing ngisor wit pring. Singsot, ndendang karo ngrasani roti. Kancil teka, weruh Monyet sing agi asik karo rotine. Utek licike muncul pingin jukut roti kang tangane Monyet.
"Nyet..Nyet..," undnag Kancil marang Monyet.
Monyet maringi Kancil, "Ana apa Cil? Keo ngundang aku?," takon Monyet.
Kancil : "Nyet.. aku wei setitik rotine, setitik baen aja akeh-akeh," jaluke Kancil
Monyet : "Iya.. aku kan apikan, kiye separoan karo aku,"
Kancil : "Suwun ya Nyet... koe mancen apikan, nanging aku baen sing maro," jaluke Kancil.
Monyet aweh roti nggo diparo maring Kancil ora nduweni rasa curiga karo Kancil. "Kiye... koe paro sing adil," penjalukane Monyet karo aweh rotine marang kancil.
Kancil maro rotine karo utek licike, siji gede siji cilik, nanging Monyet ora ngerti. Sawise diparo Kancil aweh bagean sing cilik maring Monyet, bagean sing gede dicekel dewek.
"Cil... nang ngapa ka gede gone ko?," takon Monyet.
Kancil : "Mrene gawa mrene, tak gawe pada.," banjur Kacil mangan setitik rotine sing gecel dewek, "Iki wis pada," Kancil aweh rotine meng Monyet.
Monyet : "urung Cil!! kue esih gede gone aku,"
Kancil njiot roti sing nang tangane Monyet, banjur dipangan setitik, kaya kue seteruse kanti rotine entek dipangan Kancil. hihihihi
Ahire Kancil mangan rotine kabeh, Monyet ulih kesuh karo Kancil wong Monyet sing duweni roti malah ora tampa. Mancen Kancil licik ora patut ditiru, urip nang masyarakat kue kudu brayan urip lan sinambi rewang siji lan siji liane. Urip bakal rukun ora kaya jaman saiki urip pada karepe dewek-dewek.
Ing sawijine dina ing rimba, ana akeh jenise kewan sing urip tentrem lan akur siji lan sijine. Kabeh kewan nduweni keuripan lah lakune dewe-dewe. Nanging ana siji kewan sing anane gawe drusila lan paling licik, arane Kancil. Kelicikane utek lan pintere ngomong nipu kanca batir. Kancil wis dikenal kaya dene kewan sing duweni sayuto tipu daya. Nah iki sing dadi sasarane Monyet.
Ing sawijining dina, ana Monyet lagi penekan ing ngisor wit pring. Singsot, ndendang karo ngrasani roti. Kancil teka, weruh Monyet sing agi asik karo rotine. Utek licike muncul pingin jukut roti kang tangane Monyet.
"Nyet..Nyet..," undnag Kancil marang Monyet.
Monyet maringi Kancil, "Ana apa Cil? Keo ngundang aku?," takon Monyet.
Kancil : "Nyet.. aku wei setitik rotine, setitik baen aja akeh-akeh," jaluke Kancil
Monyet : "Iya.. aku kan apikan, kiye separoan karo aku,"
Kancil : "Suwun ya Nyet... koe mancen apikan, nanging aku baen sing maro," jaluke Kancil.
Monyet aweh roti nggo diparo maring Kancil ora nduweni rasa curiga karo Kancil. "Kiye... koe paro sing adil," penjalukane Monyet karo aweh rotine marang kancil.
Kancil maro rotine karo utek licike, siji gede siji cilik, nanging Monyet ora ngerti. Sawise diparo Kancil aweh bagean sing cilik maring Monyet, bagean sing gede dicekel dewek.
"Cil... nang ngapa ka gede gone ko?," takon Monyet.
Kancil : "Mrene gawa mrene, tak gawe pada.," banjur Kacil mangan setitik rotine sing gecel dewek, "Iki wis pada," Kancil aweh rotine meng Monyet.
Monyet : "urung Cil!! kue esih gede gone aku,"
Kancil njiot roti sing nang tangane Monyet, banjur dipangan setitik, kaya kue seteruse kanti rotine entek dipangan Kancil. hihihihi
Ahire Kancil mangan rotine kabeh, Monyet ulih kesuh karo Kancil wong Monyet sing duweni roti malah ora tampa. Mancen Kancil licik ora patut ditiru, urip nang masyarakat kue kudu brayan urip lan sinambi rewang siji lan siji liane. Urip bakal rukun ora kaya jaman saiki urip pada karepe dewek-dewek.
Misteri Gunung Bromo
Jaman bien nalika Dewa-Dewa esih seneng mudun marang dunia saka kayangan, nalika kui kerajaan Majapait lagi kena serangan saka daerah-daerah. Wargane pada bingung golet panggonan kanggo ngungsi, pada wae karo para Dewa. Wektu kui Dewa mulai lunga marang sawijining panggonan, nang sekitare Gunung Bromo.
Gunung Bromo esih tenang, ngadek dislimuti kabut putih. Dewa-dewa sing teka marang panggonan kui ing sekitare Gunung Bromo, semayam ing lereng Gunung Pananjakan. ing panggona kui bisa weruh Srengenge munggah seka wetan lan Srengenge sirep seka kulon. Sekitare Gunung Pananjakan, panggonan Dewa-Dewa semayam, ana uga panggona kanggo pertapa. Pertapa kui mau saben dina pahalane megur muja lan ngening cipta. Sawijine dina sing mbahagiakake, bojo kui lairake anak lanang. Raine ganteng, cahyane terang. Mertandakake anak sing lair saka titisane jiwa sing suci. Wiwit lair anak kui keton sehat lan kuat sing luar biasa. Wiwit lair, anak Pertapa kui wis bisa ngetokake suara seru. Gegeman tangane seret banget, tendangan sikile uga kuat. Ora kaya anak lia umume, bayi kui diarani Joko Seger, sing artine sing sehat lan kuat.
Ing panggonan lia sekitare Gunung Pananjakan, wektu kui ana anak wadon lair saka titisan Dewa. Raine ayu lan elok. Siji-sijine anak sing paling ayu dewek ing panggonan kui. Wiwit dilairake, udu umume bayi lair, meneng ora nangis wektu dilairake seka rahim beyunge. Merga kui, wongtuane ngarani bayi iku Rara Anteng.
Rara Anteng sengsaya dina sengsaya dadi anak remaja sing ayu. Garis-garis ayune metu jelas saka raine. Rara Anteng terkenal tekan daerah-daerah. Akeh putera raja pada nglamar Rara Anteng, nanging ditolak, amarga Rara Anteng wis kepincut karo Joko seger. Sawijining dina Rara anteng dilamar Bajak sing sekti lan kuat. bajak kui terkenal jahat banget. Rara Anteng terkenal alus atine ora wani nolak pelamar sekti kui. Merga kui Rara anteng njaluk supaya di gawekna segara ing tengah-tengahing gunung. Dikira penjalukan sing aneh supaya pelamar sekti mau ora bisa nyanggupi. Segara kui mau kudu di gawe ing sewengi, yaiku diwiwiti srengenge sirep tekane srengenge munggah. Disanggupi penjalukan Rara Anteng kui.
Bajak sekti mau mulai gawe segara nganggo batok saka krambil lan meh rampung. Weruh kenyataan sing kaya kui, atine Rara Anteng gelisah ora tenang. Kepriwe carane gagalaken lautan sing agi di gawe Bajak kui? Rara Anteng mikir nasibe, Rara Anteng ora bisa urip karo wong sing ora disenengi. Banjur Rara Anteng golet cara supaya bisa gagalaken usahane Bajak mau. Banjur Rara bisa nemu cara yaiku nutu pari ing tengah wengi. alon-alon suara alu nangekake jago sing pada turu. Kluruk jago saut-sautan, kaya fajar wis metu, nanging wargane durung nglakoni kegiatan esuk. Bajak rungu jago kluruk, nanging benang putih saka wetan urung metu. Berati fajar teka urung wektune. Mikir nasib siale, banjur batok sing dinggo kanggo gawe lautan mau di buang, gigal tengkurep nang jejere Gunung Bromo lan malih dadi gunung diarani gunung Batok.
Gagale Bajak gawe laut ing tengah-tengah gunung Bromo, ati Rara Anteng seneng banget. Rara Anteng nerusake hubungane karo Joko seger. Banjur Rara Anteng lan Joko Seger dadi pasangan sing bagya,amarga lorone pada senenge. Pasangan Rara Anteng lan Joko Seger gawe panggonan lan mimpin ing kawasan Tengger utawa Purbawasesa Mangkurat Ing Tengger, sing aweh pengerti "Panguasane
Tengger sing Budiman". Aran Tengger di jimot saka akhire suku kata aran Rara Anteng lan Joko Seger. Tengger uga nduweni makna Tenggering Budi Luhur utawa menehi ngerti babagan moral sing duwur, simbul ketenangan sing abadi. Saka wektu meng wektu warga Tengger urip makmur lan dame, nanging panguasa ora ngrasa bagya. amarga wis suwe mbina umah tangga urung nduweni momongan. Banjur nduweni keputusan munggah meng pusuke gunung Bromo kanggo semedi nggudi percaya karo sing Kuasa supaya diwei momongan.
Ijig-ijig ana suara gaib sing ngomong semedine arep dikabulaken nanging kanggo syarat wis olih momongan, anak sing bungsu kudu dikorbanaken meng kawah gunung Bromo. Pasangan Rara Anteng lan Joko Seger nyanggupi banjur olih momongan 25 anak lanang wadon, nanging naluri wong tua tetep ora tega enggane kelangan anakae. Carane Rara anteng lan Joko Seger ngingkari janjine, Dewa murka lan ngancem arep gawe malapetaka, banjur langit dadi peteng kawah gunung Bromo nyemburake geni.
Kesuma anak bungsune ilang nang geni lan mlebu meng kawah Bromo, banjur ana suara gaib:"Sedulur-sedulurku sing aku tresnani, aku wis dikorbanaken meng wong tuane dewek lan Hyang Widi nyelametake koe pada. Urip sing dame lan tentrem,sembahen Hyang Widi. Aku elingaken supayane aben wulan Kasada ing dina ke-14 nganakake sesajen kanggo Hyang Widi ing kawah Bromo.
Upacara rutin kui dilakoni turun temurun marang warga Tengger lan aben taune dianakake upacara Kasada ing Poten lautan pasir lan kawah gunung Bromo.
Gunung Bromo esih tenang, ngadek dislimuti kabut putih. Dewa-dewa sing teka marang panggonan kui ing sekitare Gunung Bromo, semayam ing lereng Gunung Pananjakan. ing panggona kui bisa weruh Srengenge munggah seka wetan lan Srengenge sirep seka kulon. Sekitare Gunung Pananjakan, panggonan Dewa-Dewa semayam, ana uga panggona kanggo pertapa. Pertapa kui mau saben dina pahalane megur muja lan ngening cipta. Sawijine dina sing mbahagiakake, bojo kui lairake anak lanang. Raine ganteng, cahyane terang. Mertandakake anak sing lair saka titisane jiwa sing suci. Wiwit lair anak kui keton sehat lan kuat sing luar biasa. Wiwit lair, anak Pertapa kui wis bisa ngetokake suara seru. Gegeman tangane seret banget, tendangan sikile uga kuat. Ora kaya anak lia umume, bayi kui diarani Joko Seger, sing artine sing sehat lan kuat.
Ing panggonan lia sekitare Gunung Pananjakan, wektu kui ana anak wadon lair saka titisan Dewa. Raine ayu lan elok. Siji-sijine anak sing paling ayu dewek ing panggonan kui. Wiwit dilairake, udu umume bayi lair, meneng ora nangis wektu dilairake seka rahim beyunge. Merga kui, wongtuane ngarani bayi iku Rara Anteng.
Rara Anteng sengsaya dina sengsaya dadi anak remaja sing ayu. Garis-garis ayune metu jelas saka raine. Rara Anteng terkenal tekan daerah-daerah. Akeh putera raja pada nglamar Rara Anteng, nanging ditolak, amarga Rara Anteng wis kepincut karo Joko seger. Sawijining dina Rara anteng dilamar Bajak sing sekti lan kuat. bajak kui terkenal jahat banget. Rara Anteng terkenal alus atine ora wani nolak pelamar sekti kui. Merga kui Rara anteng njaluk supaya di gawekna segara ing tengah-tengahing gunung. Dikira penjalukan sing aneh supaya pelamar sekti mau ora bisa nyanggupi. Segara kui mau kudu di gawe ing sewengi, yaiku diwiwiti srengenge sirep tekane srengenge munggah. Disanggupi penjalukan Rara Anteng kui.
Bajak sekti mau mulai gawe segara nganggo batok saka krambil lan meh rampung. Weruh kenyataan sing kaya kui, atine Rara Anteng gelisah ora tenang. Kepriwe carane gagalaken lautan sing agi di gawe Bajak kui? Rara Anteng mikir nasibe, Rara Anteng ora bisa urip karo wong sing ora disenengi. Banjur Rara Anteng golet cara supaya bisa gagalaken usahane Bajak mau. Banjur Rara bisa nemu cara yaiku nutu pari ing tengah wengi. alon-alon suara alu nangekake jago sing pada turu. Kluruk jago saut-sautan, kaya fajar wis metu, nanging wargane durung nglakoni kegiatan esuk. Bajak rungu jago kluruk, nanging benang putih saka wetan urung metu. Berati fajar teka urung wektune. Mikir nasib siale, banjur batok sing dinggo kanggo gawe lautan mau di buang, gigal tengkurep nang jejere Gunung Bromo lan malih dadi gunung diarani gunung Batok.
Gagale Bajak gawe laut ing tengah-tengah gunung Bromo, ati Rara Anteng seneng banget. Rara Anteng nerusake hubungane karo Joko seger. Banjur Rara Anteng lan Joko Seger dadi pasangan sing bagya,amarga lorone pada senenge. Pasangan Rara Anteng lan Joko Seger gawe panggonan lan mimpin ing kawasan Tengger utawa Purbawasesa Mangkurat Ing Tengger, sing aweh pengerti "Panguasane
Tengger sing Budiman". Aran Tengger di jimot saka akhire suku kata aran Rara Anteng lan Joko Seger. Tengger uga nduweni makna Tenggering Budi Luhur utawa menehi ngerti babagan moral sing duwur, simbul ketenangan sing abadi. Saka wektu meng wektu warga Tengger urip makmur lan dame, nanging panguasa ora ngrasa bagya. amarga wis suwe mbina umah tangga urung nduweni momongan. Banjur nduweni keputusan munggah meng pusuke gunung Bromo kanggo semedi nggudi percaya karo sing Kuasa supaya diwei momongan.
Ijig-ijig ana suara gaib sing ngomong semedine arep dikabulaken nanging kanggo syarat wis olih momongan, anak sing bungsu kudu dikorbanaken meng kawah gunung Bromo. Pasangan Rara Anteng lan Joko Seger nyanggupi banjur olih momongan 25 anak lanang wadon, nanging naluri wong tua tetep ora tega enggane kelangan anakae. Carane Rara anteng lan Joko Seger ngingkari janjine, Dewa murka lan ngancem arep gawe malapetaka, banjur langit dadi peteng kawah gunung Bromo nyemburake geni.
Kesuma anak bungsune ilang nang geni lan mlebu meng kawah Bromo, banjur ana suara gaib:"Sedulur-sedulurku sing aku tresnani, aku wis dikorbanaken meng wong tuane dewek lan Hyang Widi nyelametake koe pada. Urip sing dame lan tentrem,sembahen Hyang Widi. Aku elingaken supayane aben wulan Kasada ing dina ke-14 nganakake sesajen kanggo Hyang Widi ing kawah Bromo.
Upacara rutin kui dilakoni turun temurun marang warga Tengger lan aben taune dianakake upacara Kasada ing Poten lautan pasir lan kawah gunung Bromo.
Penipu Yang Handal
Pada suatu hari yang amat cerah terdapat seekor hewan yang kelihatannya sedang kelaparan, ia sedang bingung harus kemana lagi ia akan mencari makanan . Tak jauh dari situ terdapat sebuah sungai yag di seberangnya terdapat perkebunan yang memiliki sayur dan buah-buahan yang segar ia pun sampai menetaskan air liurnya . Ia berfikir bagaiama caranya agar ia dapat sampai ke seberang jalan . Tak jauh dari situpun ia melihat ada seekor buaya , kemudan ia mendapat ide . Dipanggilnya buaya itu ,dan kemudan ia menawarkan daging sapi yang segar dan besar , tetapi dengan syarat ia harus menyuruh teman -temannya berbaris .kemudian buayapun menuruti syarat tersebut......
sesampainya di seberang ia pun langsung kabur tanpa melihat kebelakang . dan langasung memakan buah-buahan yang ada di perkebuanan yang ia lihat tadi , ia makan terus menerus hingga ia tertidur pulas sampai malam . Pada pagi harinya pemilik kebun itu marah besar karena tanaman yang ia rawat telah musnah tanpa ada jejak , dan akhirnya sang pemilik itu pun menemukan pelakunya sedang tertidur pulas dengan posisi terlentang dengan mulut penuh dengan buah . Sang pemiik itu pun langsung menyeret dan memasukkannya kedalam kurungan.
Ketika terbangun ia sangat terkejut karena tinba-tiba saja ia berada di dalam kurungan .ia harus berfikir lagi bagaimana agar ia dapat lolos dari kurungan itu. Tak lama kemudian ia melihat seekor anjing duduk tak jauh dari kurungannya , dan ia pun mendapat ide . Ia membohongi si anjing agar si anjing mau menggatikan ia di dalam kurungan . Akhirnya tipuan itu berhasil kabur.
sesampainya di seberang ia pun langsung kabur tanpa melihat kebelakang . dan langasung memakan buah-buahan yang ada di perkebuanan yang ia lihat tadi , ia makan terus menerus hingga ia tertidur pulas sampai malam . Pada pagi harinya pemilik kebun itu marah besar karena tanaman yang ia rawat telah musnah tanpa ada jejak , dan akhirnya sang pemilik itu pun menemukan pelakunya sedang tertidur pulas dengan posisi terlentang dengan mulut penuh dengan buah . Sang pemiik itu pun langsung menyeret dan memasukkannya kedalam kurungan.
Ketika terbangun ia sangat terkejut karena tinba-tiba saja ia berada di dalam kurungan .ia harus berfikir lagi bagaimana agar ia dapat lolos dari kurungan itu. Tak lama kemudian ia melihat seekor anjing duduk tak jauh dari kurungannya , dan ia pun mendapat ide . Ia membohongi si anjing agar si anjing mau menggatikan ia di dalam kurungan . Akhirnya tipuan itu berhasil kabur.
Mengungkap Misteri
Pagi telah datang,matahari dan udara sejuk kembali menyapa.Saatnya semua orang untuk melakukan aktifitas,begitupun dengan Olivia yang harus siap-siap berangkat ke sekolah.Olivia anak kelas 9 yang terkenal pemberani,kuat dan mempunyai percaya diri yang sangat tinggi ini membuat teman-temannya takut pada disrinya. Olivia mempunyai sebuah kelompok,yang diberi nama “Geng The Roses”. Geng The Roses ini terdiri dari 3 orang anak cewek,yakni : Olivia,Christy dan Feli. Feli adalah anak yang baik,pendiam,kutu buku tapi ia sangat judes, sedangkan Christy anak yang konyol,ceroboh,penakut,humoris dan juga ramah.
Suatu hari di sekolah..Bel istirahat berbunyi di SMPN 1 Magelang tempat Geng The Roses bersekolah. Olivia berjalan menuju bangku teman-temannya sambil membuka lolipop,mengajak teman-temannya untuk nongkrok ke kantin. Akhirnya mereka berangkat ke kantin bersama-sama, tapi pada saat mereka baru menginjak kantin. Tiba-tiba suara Wakil Kepala Sekolah menggema di Speaker.
“Diumumkan kepada seluruh siswa kelas IX wajib berkumpul di aula sekarang.Terima kasih.”
Ujar Wakil Kepala Sekolah. Christy yang sangat sebel karena perutnya laper dan pikirannya blank,tapi sudah di suruh kumpul, sampai-sampai Christy membuang permen karet yang dimakannya ke buku Feli. Feli yang saat itu sedang asyik membaca buku, tiba-tiba ia membentak Christy karena telah membuang permen karet ke buku kesayangannya dan mereka berdua debat sendiri. Saking jenuhnya,Olivia jalan ke aula terlebih dahulu tanpa menghiraukan Christy & Feli. Akhirnya Christy & Feli menghentikan perdebatannya dan mengikuti Olivia yang telah terlebih dahulu menuju ke aula.
Saat di dalam aula,salah seorang guru menjelaskan tentang tugas liburang yang harus dikerjakan oleh kelas IX.
“Karena Wakil Kepala Sekolah sedang ada kepentingan mendadak, jadi saya disini menggantikan beliau untuk menyampaikan tugas akhir semester kalian. Perkenalkan saya Linggar Radya Wilangan.” Ucap guru peengganti kepala sekolah itu.
Christy yang sangat kecewa tidak jadi pergi ke Eropa untuk menghabiskan liburan akhir semester karena harus mengerjakan tugas yang diberikan Wakil Kepala Sekolah.
“Tugas kalian saat liburan akhir semester ini adalah kalian harus memecahkan mitos yang ada di suatu daerah. Mungkin ini semua memang agak sulit,tapi kalian harus mengerjakannya untuk membantu nilai kalian agar bisa lulus.” Jelas Bu Linggar.
Setelah Bu Linggar menjelaskan banyak kepada murid-murid kelas IX, akhirnya Bu Linggar kembali ke Kantor dan murid-muridpun dipersilahkan untuk bubar. Geng The Roses kembali ke kantin dan mereka berfikir tentang tempat yang akan mereka kunjungi untuk menyelesaikan tugas. Saat mereka sedang berfikir, tiba-tiba datanglah seorang wanita yang tidak begitu asing lagi, orang itu adalah Bu Linggar.
“Desa Kuncup saja, katanya disana ada rumah yang misterius,
umurnya ±75 tahun.” Ungkap Bu Linggar kepada Geng The Roses.
Geng The Roses yang sangat kaget, karena tiba-tiba Bu Linggar datang dan memberikan sebuah alamat kepada mereka. Sebenarnya mereka juga tidak begitu mempercayai Bi Linggar, tapi karena mereka tidak mengetahui tempat misterius yang menantang ,akhirnya mereka percaya kepada Bu Linggar.
Liburan akhir semesterpun telah tiba. Olivia,Christy, dan Feli sudah bersiap-siap akan berangkat ke Desa Kuncup.Mereka semua diantar oleh sopir pribadinya Olivia dan merekapun naik kedalam mobil. Perjalananpun dimulai, melewati tanjakan-tanjakan curam dan pepohonan yang tinggi.
“Betul ya kata Bu Linggar,jalannya aja udah nyeremin, apalagi rumahnya...
Hiiii.....bulu kudukku udah berdiri.” Ucap Olivia kepada kedua temannya.
Sesampainya didepan Gang (sebuah jalanan kecil), Olivia,Christy dan Feli turun dan sopir Olivia beranjak untuk kembali pulang.
“Akhirnya,sampai juga. Ye..ye..ye.” Ungkap Olivia dengan perasaan gembira.
“Aku jadi takut nih...” tambah Feli.
tapi Olivia & Christy menyakinkan Feli agar jangan takut dan tetap semangat.
“Saatnya jadi Detektif.” Ucap Christy dengan semangat.
Lalu tanpa basa-basi, Olivia,Christy & Feli pergi ke kantor kepala desa untuk mendapatkan izin dan informasi. Sesampainya di Kantor Desa, ternyata tidak ada satu orangpun disana. Akhirnya Geng The Roses memutuskan untuk bertanya kepada salah satu penduduk. Setelah bertanya merekapun segera menuju ke rumah Kepala Desa.
Sesampainya didepan pagar rumah Pak Kepala Desa....
“Assalamu’alaikum....??” ungkap Olivia.
Beberapa saat kemudian, ada seorang wanita yang membuka pintu gerbang rumah Pak Kepala Desa.
“Wa’alaikumsalam....Monggo..!!” Jawab wanita itu.
Christy pun langsung bertanya kepada wanita itu, apakah Pak kepala Desa ada dirumah ?.. wanita itu menjelaskan bahwa Bapaknya masih pergi keluar kota dan ia menyuruh Geng The Roses untuk masuk kedalam rumahnya.
Setelah duduk, Felipun mengisi data yang diberikan oleh Timey,dia adalah teman dekat Tania. Beberapa saat kemudian Feli menyodorkan data isian tadi kepada Tania karena ia tlah selesai mengisinya.
Taniapun bertanya tentang nama-nama Geng The Roses dan Oliviapun menjelaskan nama satu-persatu dari Geng The Roses. Tak lupa, Taniapun juga memperkenalkan dirinya dan Timey.
Tidak lama kemudian, Timey datang sambil membawa nampan dan teh hangat.
“Diminum dulu mbak, mumpung masih anget.” Ujar Timey sambil
meletakkan minuman itu ke atas meja.
Geng The Roses yang berasal dari Kota dan sudah terbiasa menggunakan bahasa Indonesia, mereka tidak mengetahui arti dan maksud perkataan Timey, karena Timey menggunakan bahasa Jawa.
“Hahahah.......Timey, kalau ngomong jangan pake bahasa jawa,
temen-temen nggak mudeng...” ungkap Olivia.
Akhirnya Timey meminta maaf kepada Geng The Roses dan tiba-tiba Tania bertanya kepada Geng The Roses .
“Ngomong-ngomong mbak-mbak ini mau kemana ya ?..”
“Ke rumah tua punyanya Mbah Wilangan..!!” jawab Feli.
Taniapun kaget setelah mendengar jawaban dari Feli, karena rumah itu sangat angker dan jarang penduduk Desa Kuncup datang ke tempat itu, tapi mereka yang datang jauh dari kota malah ingin pergi kerumah itu.
Christy menyenggol lengan Feli , dan Feli cukup berucap “Takut” untuk Christy. Christy hanya manggut-manggut saja.
Hari semakin siang, Geng The Roses masih berada dirumah Pak Kades untuk menggali lebih banyak informasi. Akhirnya Tania menyarankan kepada mereka agar mereka mau menginap dirumahnya dan mereka akhirnya mau.
Setelah mereka berbincang-bincang cukup lama. Tak terasa sore hari tlah tiba. Geng The Roses hendak menelusuri Desa Kuncup untuk memulai Misi mereka. Jalan yang dilalui mereka sangatlah sepi, seperti jalanan yang jarang dipakai orang. Tanpa sengaja Olivia melihat rumah kuno yang terletak di Ujung Jalan.
“Eh coba lihat, rumah itu serem banget ya. Masa’ rumah itu yang dimaksud
oleh Bu Linggar ?” tanya Olivia sambil menunjuk rumah di ujung jalan.
“Mungkin aja.” Jawab Feli dengan penuh penasaran.
Geng The Roses menjadi penasaran dengan rumah tua itu, akhirnya mereka masuk kedalam rumah itu, saat berada didalam rumah, tiba-tiba terdengar suara “Braaakk...” ..Suara itu membuat Geng The Roses takut dan kabur sambil lari terbirit-birit.
Merekapun lari menuju kearah jalanan yang mereka lewati tadi.
“Kenapa kita lari ? kitakan mau jadi Detektif ..” Tanya Olivia dengan penuh
penyesalan.
“Sereeeem Mbah Broow..kamu itu bisanya Cuma marah-marah doang sih.”
Jawab Christy dan Feli.
Saking takutnya, mereka memutuskan untuk kembali ke rumah Pak Kepala Desa untuk beristirahat.
Malam telah tiba, Geng The Roses berada di rumah pak Kepala Desa dan sedang Makan malam. Lagi-lagi Timey bicara bahasa jawa yang membuat Geng The Roses tidak mengerti. Saat makan-makan, Olivia bercerita tentang kejadian tadi sore.
“Eh Tan, tadi sore aku ngeliat ada rumah tua yang kotor dan nggak terurus,
pada tau nggak ?” Tanya Olivia kepada Tania.
Sesaat Tania & Timey saling berpandangan.
“Ummm.....Mungkin rumah tua yang ada di ujung sana.!.” Tambah Timey.
Seketika bulu kuduk Olivia langsung berdiri.
“Serem ya, bekas apaan sih ?” Tanya Olivia.
“Rumah kok, Dulunya sih rumah Mbah Lang, dukun yang terkenal di
Desa ini.” Jawab Timey.
“Terus, orangtuanya kemana ? dan kenapa kok nggak ada yang ngurus,
anak cucunya ?..” Tanya Christy.
“Orangnya meninggal. Kalau cucunya saya tidak tau, lebih lengkapnya
lagi tanya aja ke Bapak.” Jawab Tania.
Tania menyarankan kepada Geng The Roses untuk bertanya tentang rumah itu kepada Pak Kepala Desa, tapi mereka menolaknya karena mereka malu dan mereka ingin mengupas fakta-fakta itu sendiri saja.
Malam pun telah tiba ....
“Dah malem Coy, malah bicarain yang begituan.Nggak bisa tidur kapok
Loe....” Sindir Christy kepada teman-temannya.
Makan malampun telah selesai, Olivia segera beranjak tidur. Berbeda dengan Christy yang masih mendengarkan musik dan makan permen karet. Timey dan Tania juga segera tidur. Sedang Feli, masih asik dengan komik barunya, yang baru dibelinya kemarin.
Haripun telah berganti Pagi. Timey memasak tempe dan sambal dengan diganggu celotehan Christy....
“Hmmm..... Mak Nyoos ya.?” Ucap Christy.
Timey pun kaget saat menoleh kehadapan Christy, karena mata Christy memerah, semalam nggak bisa tidur. Tiba-tiba Tania muncul dari kamar mandi,,sehabis mandi..!!!
“Eh Chris, mata pean.....?” Tanya Tania.
“Ya, merah toh..? nggak papa kok..” Jawab Christy dengan percaya diri.
“Nggak bisa tidur tuh ! Matanya merem melek doang...!” Tambah Olivia.
“Betul Vi, Gua nggak bisa tidur..Kualat..” Jawab Christy.
Perdebatan itu berakhir setelah Tania membawa mendoan dan teh hangat ke ruang makan dengan dibantu Timey.
Sarapan pagi itu telah selesai. Christy dan Feli beranjak untuk mandi, sedangkan Olivia berkemas mempersiapkan barang bawaan untuk berangkat memulai perjalanannya menuju rumah tua.
Setelah Christy dan Feli selesai mandi, Oliviapun segera mandi. Untuk menunggu Olivia yang sedang mandi. Christy,Feli,Timey dan Tania mengobrol di teras depan. Feli bercerita kepada Timey dan Tania bahwa mereka akan pergi menelusuri rumah tua itu.
Setelah beberapa menit, Olivia pun selesai mandi dan bersiap-siap untuk berangkat.
“Hati-hati ya. Pesan dari Bapak jangan neko-neko dan tujuannya yang baik
karena itu bukan rumah sembarangan.!!” Tutur Tania.
“Sip deh.. Do’ain ya moga-moga nggak ada apa-apa pulang pergi.”
Jawab Feli.
Akhirnya Geng The Roses keluar dari pelataran Joglo rumah Tania.Perlahan mereka menyusuri hutan jati di sebelah rumah Tania untuk mencapai tujuan rumah tua lebih cepat karena jalan utamanya lebih jauh jika ditempuh dengan jalan kaki. Ditengah perjalanan, terlihat ada seorang perempuan berkerudung dibalik rimbunnya pohon jati. Christy tanpa diketahui oleh teman-temannya sedang komat-kamit membaca do’a karena melihat sosok perempuan tersebut. Berbeda dengan Olivia yang langsung berlari mendekati perempuan tersebut…
“Ehm… Mbak sapa ya?” Tanya Olivia.
Perempuan itu menoleh pada Olivia…
“Rumahnya disebelah sana. Ada pohon beringin besar, langsung masuk aja.
Nggak dikunci kok!” Jawab Perempuan itu.
“Loh… Loh… Bu… kok…????” Jawab Feli.
“Oh… Saya memang sudah menunggu kalian disini. Supaya kalian nggak
tersesat! Hati-hati ya, luarnya memang menyeramkan tapi bagian
dalamnya nyaman.” Jawab perempuan itu sambil tersenyum dan berlalu.
Ternyata perempuan itu, tidak lain adalah Bu Linggar. Guru yang waktu itu memberi pentunjuk tentang alamat rumah tua itu. Akhirnya setelah mendapat petunjuk dari Bu Linggar, mereka melanjutkan perjalanan mereka.
Feli hanya diam sambil mengetuk-ngetuk kepalanya menggunakan jari telunjuknya. Sedang Christy langsung mengikuti langkah kaki Olivia lalu diikuti Feli yang masih terbengong-bengong ria.
Detik berlalu… Mereka sudah sampai didepan rumah tua disamping pohon beringin sesuai dengan petunjuk Bu Linggar. Ternyata rumahnya sangat misterius, sampai-sampai membuat merinding Chisty. Saking penasarannya, Olivia mengajak temn-temannya untuk masuk dan beristirahat diruang tengah.
“Ni foto unik ya… Eh, lihat, lihat, tanda lahir di tangan anak kecil yang ada di
foto itu kok mirip Bu Linggar ya???” Ujar Christy
“Kebetulan kali…” jawab Olivia.
“Kok perasaanku nggak enak banget ya sama Bu Linggar? Kalian pada curiga
nggak? Kok Bu Linggar bisa tau banget tentang rumah ini, terus tanda
lahirnya mirip lagi sama foto itu. Besar kemungkinan, Bu Linggar yang ada
di foto itu!!!” Tambah Feli.
Tiba-tiba terdengar suara.....Kreeeeeeeekkkk.... itu semua membuat Feli takut setengah mati, tapi Olivia malah membentak’i Feli.
“Kalo penakut bilang aja! Huuu, cemen loe!!” Ucap Olivia.
“Loe yang budek, periksa ke THT sana!” Jawab Feli.
“Woy… Ni bukan rumah biasa, don’t be macem-macem!!” tambah Christy.
Olivia merasa nggak ada yang aneh dengan rumah ini! Luarnya doang, dalemnya, enak..dan olivia usul gimana kalo mereka tinggal disini, karena rumahnya Tania kan jauh dan males untuk kembali kesana, dan juga makanan dirumah Timey nggak sip!
Setelah Usul kepada teman-temannya, akhirnya Christy & Feli setuju untuk tinggal dirumah itu, siapa tau mereka bisa nemuin fakta-fakta baru dirumah itu.
Sambil makan snack-snack dari rumah dan bersantai di ruang tengah, mereka tak sadar waktu berlalu cepat. Sore pun tiba, Feli yang sangat suka kebersihan segera bersih diri di kamar mandi belakang. Christy, yang paling males memilih nongkrong di kamar dan tidur pulas. Sedang Olivia berjalan-jalan di belakang pekarangan rumah. Tiba-tiba hujan turun sangat deras…
“Eh, BTW Busway, si budek mana ya? Ujan-ujan gini belum nongol?”
Ungkap Christy dengan sinis.
“Eh, iya ya… Kemana tu anak? Tadi pamitnya sih keluar sebentar,
tapi sampai sekarang belum balik juga?” jawab Feli.
Tiba-tiba terdengar suara pintu mengetuk, dan Feli segera berlari untuk membuka pintu tersebut.
Ternyata yang datang adalah Bu Linggar..
“Bu…? What happen…?” tanya Christy dengan penuh penasaran.
“Naza mati di pohon jati, udah dikubur sekarang!” jawab Bu Linggar
dengan Tergesa-gesa.
Christy pun sangat kaget dengan perkataan Bu Linggar barusan..
Tiba-tiba Shifa muncul…
“Olivia… Mati… Olivia…??? Ternyata bisa mati ya…?” ejek Feli.
“Please deh, Felll… Ini tu seriuussss!!!!” jengkel Christy
“Ouh… Ternyata kamu bisa serius…?? Haaaaaahhhhh???!!! Chisty… Ayo
kita kesana… Kita banyak dosa sama dia… Oliviaaaaaaaa…” jawab Feli.
tiba-tiba Feli menangis dan tak sadarkan diri.
Karena cuaca sedang hujan, Bu Linggar menyarankan kepada Christy untuk pergi ke makam Olivia esok hari, akhirnya Christy pun setuju dan besok akan diantar oleh Bu Linggar.
Christy membawa Feli ke ruang tengah dan tanpa mereka sadari, Bu Linggar sudah beranjak pergi dari rumah tua tersebut…
Esok paginya… Karena Bu Linggar tidak kunjung datang, Christy dan Feli memilih untuk ke makam Olivia duluan.Ketika sampai di makam Olivia, tiba-tiba mata Feli menangkap sosok wanita sedang tergeletak disamping makam Olivia bersama sebuah tas disampingnya. Feli langsung bisa mengenali sosok tersebut ....
Felipun langsung mendekati tubuh wanita yang tak bernyawa itu dan diikuti Christy yang hanya bisa diam melihat pemandangan menyeramkan didepan matanya. Ternyata wanita itu adalah Bu Linggar.
“Feell... Bu linggar bunuh diri!” ungkap Christy.
“Christy... kita harus gimana..??” lanjut Feli dengan wajah pucat.
“Timey & Tania...” ungkap christy sambil berlari menggandeng tangan Feli.
Sesampainya di joglo rumah Tania..Christy langsung membuat keributan dengan berteriak-teriak.
“Tania...Timey ..Tolong kami..!!!!” Gupuh Christy.
Feli hanya diam melihat tingkah sahabatnya yang biasanya kocak dan konyol, kini telah berubah 180’ menjadi kalang kabut menghadapi masalah ini. Tania pun keluar bersama Timey yang kebetulan ada dirumah Tania.
“Ada apa mbak ?” tanya Tania.
“Olivia meninggal kemarin sore, dan jasadnya sudah dimakamkan.
guru kami yang menjadi pembimbing kami di Desa Ini juga kami temukan
meninggal bunuh diri disamping makam Olivia.” Jelas Christy.
Semua yang ada disitu langsung Sock setelah mendengar cerita dari Christy.. sebenarnya Feli ingin menghubungi keluarga yang ada di kota, tapi sayangnya, di Desa itu tak ada sinyal dan Listrik.Akhirya Tania , Christy dan Feli pergi ketempat kejadian..sedangkan Timey mengadukan kejadian ini ke Pak kepala Desa agar bapak dan penduduk desa membantu mereka.”
Tak berapa lama kemudian mereka bergegas menjalankan tugas mereka masing-masing. Dan tak lama kemudian semua sudah berkumpul dimakam Alm.Olivia..
“Loh, itukan mbak Linggar,dia sering datang kesini, apa beliau tidak cerita
sama kalian ...?.” Ucap Tania kaget.
“Ooo...Ternyata Bu Linggar sering kesini ? terus ngapain ia kesini, apa
hubungannya Bu Linggar sama Mbah Wilangan..?” jawab Christy
dengan penuh penasaran.
“Itulah..tak ada yang tau, tapi katanya dia Cuma mau surfey rumah itu
buat balai kesehatan.!” Jelas Tania.
Selesai Bu Linggar dimandikan, semua kembali kemakam Olivia.....
“Eh, bukti fisik apa yang bisa kita gunain buat tugas ? masak Cuma foto
kuburan dan berita koran sih ? kan gak lucu.!” Sebel Christy.
tiba-tiba Timey menemukan sesuatu dan langsung diberikan kepada Christy,siapa tau dalamnya bisa digunakan oleh christy & Feli sebagai bukti..setelah itu Christy pun memeriksanya.
Setelah beberapa saat kemudian...
“Eh, aku nemu buku diary , biar aku baca ya isinya...!!!” senang Feli.
Setelah dibaca Feli, dapat disimpulkan kehidupan Bu Linggar penuh bayang-bayang dendam. Ternyata Bu Linggar adalah cucu mbah wilangan dan ingin membalas dendam pada pak wijaya kakek Olivia.
Dan pada bagian terakhir...
“18 Desember 2009 malam ini sungguh bagaikan surga bagiku, walau
mungkin ini adalah hari terakhirku.Tapi aku sangat senang karena
dendamku sudah terbalas. Aku tau, Bu Linggar ingin membalaskan
dendamnya pada Pak Wijaya tetapi beliau sudah meningal.Dan anaknya
ada diluar negeri. Jadi dia ngalihin sasarannya ke Olivia. Menurut buku
diary ini Bertahun-tahun yang lalu..Di suatu desa terpencil yang bernama
Desa Kuncup, ada seorang nenek yang bernama Mbah Wilangan. Beliau
adalah seorang paranormal yang tersohor di desa tersebut. Sayangnya,
beliau hanya tinggal berdua dengan cucunya yang masih duduk di kelas 3
SD. Pada suatu hari, seluruh warga desa terserang penyakit aneh yang sulit
disembuhkan. Lalu ada seorang pengusaha kaya yang bernama Pak Wijaya
datang ke desa tersebut. Beliau memprovokasi warga yang menyebarkan
penyakit aneh tersebut adalah Mbah Wilangan. Serentak warga Desa
Kuncup marah dan langsung menggrebek rumah Mbah Wilangan. Dalam
tragedi itu Mbah Wilangan meninggal dunia karena serangan jantung.
Tanpa sengaja peristiwa tersebut dilihat oleh cucu Mbah Wilangan… dan
ternyata Cucunya adalah....Bu Linggar.” Ungkap Feli sambil membaca
buku diary yang ia temukan tadi.
Ternyata Olivia adalah cucu dari Pak Wijaya, dan ini semua merupakan bukti fisik yang cukup meyakinkan..
Setelah semua prosesi pemakaman usai, semua kembali pulang. Karena Tania & Timey telah banyak membantu mereka, akhirnya Christy dan feli merasa hutang budi kepada Tania & Timey. Sebagai tanda terima kasihnya, Christy & Feli ingin jika Timey & Tania bisa bersekolah dan ikut mereka ke Kota.dan ternyata Orangtua Timey & Tania menyetujuinya.
“Nah,kalian tinggal minta surat REKOMENDASI DESA untuk sekolah
di Kota.” Jelas Feli.
“Oke”. Jawab Timey & Tania serempak.
Pagipun datang, matahari dan udara sejuk kembali menyapa. Mobil jemputan sudah datang. Suasana baru terpancar, Christy & Felu sedih harus meninggalkan sahabatnya, dan Timey serta Tania bersedih meninggalkan kampung halaman.
Pukul 15.30 mereka sampai dirumah orangtua Olivia, ternyata keluarga sudah mengetahuinya, tapi mereka tidak sempat menengok Christy & Feli karena tidak ada Kontak. Jadi mereka tidak tau dimana Christy & Feli. Setelah keluar mereka senang karena akhirnya surat Rekomendasi Timey & Tania diterima.
Timey & Tania pun sekarang tinggal dirumah Alm.Olivia, karena Ibu Olivia telah banyak berhutang budi pada mereka berdua. Semua biaya sekolah,makan dan kebutuhan Timey & Tania ditanggung oleh Keluarga Olivia.
“Alhamdulillah..akhirnya sekolah juga.” Ungkap Timey.
“Jangan senang dulu deh, masih ada tugas lagi buat kalian.
do’ain kita lulus dan bisa masuk SMAN ALTAVIA JAKARTA..” jawab Christy.
Semua serentak tertawa kecil.
Akhirnya Tugas merekapun telah selesai meskipun harus kehilangan salah satu sahabatnya, yaitu Olivia.
Setelah mereka Lulus, mereka bersekolah di SMA ALTAVIA JAKARTA. Begitupun dengan Timey & Tania yang juga mulai bersekolah di SMA ALTAVIA JAKARTA. Akhirnya , mereka berempat kembli membentuk Geng, yaitu Geng The Roses yang selama ini sempat sirna.
Olivia..selamat jalan..kami disini akan selalu mengenangmu. Semoga perjuangan olivia selama ini diterima oleh Allah S.W.T . amiiin..!!
.!!
Suatu hari di sekolah..Bel istirahat berbunyi di SMPN 1 Magelang tempat Geng The Roses bersekolah. Olivia berjalan menuju bangku teman-temannya sambil membuka lolipop,mengajak teman-temannya untuk nongkrok ke kantin. Akhirnya mereka berangkat ke kantin bersama-sama, tapi pada saat mereka baru menginjak kantin. Tiba-tiba suara Wakil Kepala Sekolah menggema di Speaker.
“Diumumkan kepada seluruh siswa kelas IX wajib berkumpul di aula sekarang.Terima kasih.”
Ujar Wakil Kepala Sekolah. Christy yang sangat sebel karena perutnya laper dan pikirannya blank,tapi sudah di suruh kumpul, sampai-sampai Christy membuang permen karet yang dimakannya ke buku Feli. Feli yang saat itu sedang asyik membaca buku, tiba-tiba ia membentak Christy karena telah membuang permen karet ke buku kesayangannya dan mereka berdua debat sendiri. Saking jenuhnya,Olivia jalan ke aula terlebih dahulu tanpa menghiraukan Christy & Feli. Akhirnya Christy & Feli menghentikan perdebatannya dan mengikuti Olivia yang telah terlebih dahulu menuju ke aula.
Saat di dalam aula,salah seorang guru menjelaskan tentang tugas liburang yang harus dikerjakan oleh kelas IX.
“Karena Wakil Kepala Sekolah sedang ada kepentingan mendadak, jadi saya disini menggantikan beliau untuk menyampaikan tugas akhir semester kalian. Perkenalkan saya Linggar Radya Wilangan.” Ucap guru peengganti kepala sekolah itu.
Christy yang sangat kecewa tidak jadi pergi ke Eropa untuk menghabiskan liburan akhir semester karena harus mengerjakan tugas yang diberikan Wakil Kepala Sekolah.
“Tugas kalian saat liburan akhir semester ini adalah kalian harus memecahkan mitos yang ada di suatu daerah. Mungkin ini semua memang agak sulit,tapi kalian harus mengerjakannya untuk membantu nilai kalian agar bisa lulus.” Jelas Bu Linggar.
Setelah Bu Linggar menjelaskan banyak kepada murid-murid kelas IX, akhirnya Bu Linggar kembali ke Kantor dan murid-muridpun dipersilahkan untuk bubar. Geng The Roses kembali ke kantin dan mereka berfikir tentang tempat yang akan mereka kunjungi untuk menyelesaikan tugas. Saat mereka sedang berfikir, tiba-tiba datanglah seorang wanita yang tidak begitu asing lagi, orang itu adalah Bu Linggar.
“Desa Kuncup saja, katanya disana ada rumah yang misterius,
umurnya ±75 tahun.” Ungkap Bu Linggar kepada Geng The Roses.
Geng The Roses yang sangat kaget, karena tiba-tiba Bu Linggar datang dan memberikan sebuah alamat kepada mereka. Sebenarnya mereka juga tidak begitu mempercayai Bi Linggar, tapi karena mereka tidak mengetahui tempat misterius yang menantang ,akhirnya mereka percaya kepada Bu Linggar.
Liburan akhir semesterpun telah tiba. Olivia,Christy, dan Feli sudah bersiap-siap akan berangkat ke Desa Kuncup.Mereka semua diantar oleh sopir pribadinya Olivia dan merekapun naik kedalam mobil. Perjalananpun dimulai, melewati tanjakan-tanjakan curam dan pepohonan yang tinggi.
“Betul ya kata Bu Linggar,jalannya aja udah nyeremin, apalagi rumahnya...
Hiiii.....bulu kudukku udah berdiri.” Ucap Olivia kepada kedua temannya.
Sesampainya didepan Gang (sebuah jalanan kecil), Olivia,Christy dan Feli turun dan sopir Olivia beranjak untuk kembali pulang.
“Akhirnya,sampai juga. Ye..ye..ye.” Ungkap Olivia dengan perasaan gembira.
“Aku jadi takut nih...” tambah Feli.
tapi Olivia & Christy menyakinkan Feli agar jangan takut dan tetap semangat.
“Saatnya jadi Detektif.” Ucap Christy dengan semangat.
Lalu tanpa basa-basi, Olivia,Christy & Feli pergi ke kantor kepala desa untuk mendapatkan izin dan informasi. Sesampainya di Kantor Desa, ternyata tidak ada satu orangpun disana. Akhirnya Geng The Roses memutuskan untuk bertanya kepada salah satu penduduk. Setelah bertanya merekapun segera menuju ke rumah Kepala Desa.
Sesampainya didepan pagar rumah Pak Kepala Desa....
“Assalamu’alaikum....??” ungkap Olivia.
Beberapa saat kemudian, ada seorang wanita yang membuka pintu gerbang rumah Pak Kepala Desa.
“Wa’alaikumsalam....Monggo..!!” Jawab wanita itu.
Christy pun langsung bertanya kepada wanita itu, apakah Pak kepala Desa ada dirumah ?.. wanita itu menjelaskan bahwa Bapaknya masih pergi keluar kota dan ia menyuruh Geng The Roses untuk masuk kedalam rumahnya.
Setelah duduk, Felipun mengisi data yang diberikan oleh Timey,dia adalah teman dekat Tania. Beberapa saat kemudian Feli menyodorkan data isian tadi kepada Tania karena ia tlah selesai mengisinya.
Taniapun bertanya tentang nama-nama Geng The Roses dan Oliviapun menjelaskan nama satu-persatu dari Geng The Roses. Tak lupa, Taniapun juga memperkenalkan dirinya dan Timey.
Tidak lama kemudian, Timey datang sambil membawa nampan dan teh hangat.
“Diminum dulu mbak, mumpung masih anget.” Ujar Timey sambil
meletakkan minuman itu ke atas meja.
Geng The Roses yang berasal dari Kota dan sudah terbiasa menggunakan bahasa Indonesia, mereka tidak mengetahui arti dan maksud perkataan Timey, karena Timey menggunakan bahasa Jawa.
“Hahahah.......Timey, kalau ngomong jangan pake bahasa jawa,
temen-temen nggak mudeng...” ungkap Olivia.
Akhirnya Timey meminta maaf kepada Geng The Roses dan tiba-tiba Tania bertanya kepada Geng The Roses .
“Ngomong-ngomong mbak-mbak ini mau kemana ya ?..”
“Ke rumah tua punyanya Mbah Wilangan..!!” jawab Feli.
Taniapun kaget setelah mendengar jawaban dari Feli, karena rumah itu sangat angker dan jarang penduduk Desa Kuncup datang ke tempat itu, tapi mereka yang datang jauh dari kota malah ingin pergi kerumah itu.
Christy menyenggol lengan Feli , dan Feli cukup berucap “Takut” untuk Christy. Christy hanya manggut-manggut saja.
Hari semakin siang, Geng The Roses masih berada dirumah Pak Kades untuk menggali lebih banyak informasi. Akhirnya Tania menyarankan kepada mereka agar mereka mau menginap dirumahnya dan mereka akhirnya mau.
Setelah mereka berbincang-bincang cukup lama. Tak terasa sore hari tlah tiba. Geng The Roses hendak menelusuri Desa Kuncup untuk memulai Misi mereka. Jalan yang dilalui mereka sangatlah sepi, seperti jalanan yang jarang dipakai orang. Tanpa sengaja Olivia melihat rumah kuno yang terletak di Ujung Jalan.
“Eh coba lihat, rumah itu serem banget ya. Masa’ rumah itu yang dimaksud
oleh Bu Linggar ?” tanya Olivia sambil menunjuk rumah di ujung jalan.
“Mungkin aja.” Jawab Feli dengan penuh penasaran.
Geng The Roses menjadi penasaran dengan rumah tua itu, akhirnya mereka masuk kedalam rumah itu, saat berada didalam rumah, tiba-tiba terdengar suara “Braaakk...” ..Suara itu membuat Geng The Roses takut dan kabur sambil lari terbirit-birit.
Merekapun lari menuju kearah jalanan yang mereka lewati tadi.
“Kenapa kita lari ? kitakan mau jadi Detektif ..” Tanya Olivia dengan penuh
penyesalan.
“Sereeeem Mbah Broow..kamu itu bisanya Cuma marah-marah doang sih.”
Jawab Christy dan Feli.
Saking takutnya, mereka memutuskan untuk kembali ke rumah Pak Kepala Desa untuk beristirahat.
Malam telah tiba, Geng The Roses berada di rumah pak Kepala Desa dan sedang Makan malam. Lagi-lagi Timey bicara bahasa jawa yang membuat Geng The Roses tidak mengerti. Saat makan-makan, Olivia bercerita tentang kejadian tadi sore.
“Eh Tan, tadi sore aku ngeliat ada rumah tua yang kotor dan nggak terurus,
pada tau nggak ?” Tanya Olivia kepada Tania.
Sesaat Tania & Timey saling berpandangan.
“Ummm.....Mungkin rumah tua yang ada di ujung sana.!.” Tambah Timey.
Seketika bulu kuduk Olivia langsung berdiri.
“Serem ya, bekas apaan sih ?” Tanya Olivia.
“Rumah kok, Dulunya sih rumah Mbah Lang, dukun yang terkenal di
Desa ini.” Jawab Timey.
“Terus, orangtuanya kemana ? dan kenapa kok nggak ada yang ngurus,
anak cucunya ?..” Tanya Christy.
“Orangnya meninggal. Kalau cucunya saya tidak tau, lebih lengkapnya
lagi tanya aja ke Bapak.” Jawab Tania.
Tania menyarankan kepada Geng The Roses untuk bertanya tentang rumah itu kepada Pak Kepala Desa, tapi mereka menolaknya karena mereka malu dan mereka ingin mengupas fakta-fakta itu sendiri saja.
Malam pun telah tiba ....
“Dah malem Coy, malah bicarain yang begituan.Nggak bisa tidur kapok
Loe....” Sindir Christy kepada teman-temannya.
Makan malampun telah selesai, Olivia segera beranjak tidur. Berbeda dengan Christy yang masih mendengarkan musik dan makan permen karet. Timey dan Tania juga segera tidur. Sedang Feli, masih asik dengan komik barunya, yang baru dibelinya kemarin.
Haripun telah berganti Pagi. Timey memasak tempe dan sambal dengan diganggu celotehan Christy....
“Hmmm..... Mak Nyoos ya.?” Ucap Christy.
Timey pun kaget saat menoleh kehadapan Christy, karena mata Christy memerah, semalam nggak bisa tidur. Tiba-tiba Tania muncul dari kamar mandi,,sehabis mandi..!!!
“Eh Chris, mata pean.....?” Tanya Tania.
“Ya, merah toh..? nggak papa kok..” Jawab Christy dengan percaya diri.
“Nggak bisa tidur tuh ! Matanya merem melek doang...!” Tambah Olivia.
“Betul Vi, Gua nggak bisa tidur..Kualat..” Jawab Christy.
Perdebatan itu berakhir setelah Tania membawa mendoan dan teh hangat ke ruang makan dengan dibantu Timey.
Sarapan pagi itu telah selesai. Christy dan Feli beranjak untuk mandi, sedangkan Olivia berkemas mempersiapkan barang bawaan untuk berangkat memulai perjalanannya menuju rumah tua.
Setelah Christy dan Feli selesai mandi, Oliviapun segera mandi. Untuk menunggu Olivia yang sedang mandi. Christy,Feli,Timey dan Tania mengobrol di teras depan. Feli bercerita kepada Timey dan Tania bahwa mereka akan pergi menelusuri rumah tua itu.
Setelah beberapa menit, Olivia pun selesai mandi dan bersiap-siap untuk berangkat.
“Hati-hati ya. Pesan dari Bapak jangan neko-neko dan tujuannya yang baik
karena itu bukan rumah sembarangan.!!” Tutur Tania.
“Sip deh.. Do’ain ya moga-moga nggak ada apa-apa pulang pergi.”
Jawab Feli.
Akhirnya Geng The Roses keluar dari pelataran Joglo rumah Tania.Perlahan mereka menyusuri hutan jati di sebelah rumah Tania untuk mencapai tujuan rumah tua lebih cepat karena jalan utamanya lebih jauh jika ditempuh dengan jalan kaki. Ditengah perjalanan, terlihat ada seorang perempuan berkerudung dibalik rimbunnya pohon jati. Christy tanpa diketahui oleh teman-temannya sedang komat-kamit membaca do’a karena melihat sosok perempuan tersebut. Berbeda dengan Olivia yang langsung berlari mendekati perempuan tersebut…
“Ehm… Mbak sapa ya?” Tanya Olivia.
Perempuan itu menoleh pada Olivia…
“Rumahnya disebelah sana. Ada pohon beringin besar, langsung masuk aja.
Nggak dikunci kok!” Jawab Perempuan itu.
“Loh… Loh… Bu… kok…????” Jawab Feli.
“Oh… Saya memang sudah menunggu kalian disini. Supaya kalian nggak
tersesat! Hati-hati ya, luarnya memang menyeramkan tapi bagian
dalamnya nyaman.” Jawab perempuan itu sambil tersenyum dan berlalu.
Ternyata perempuan itu, tidak lain adalah Bu Linggar. Guru yang waktu itu memberi pentunjuk tentang alamat rumah tua itu. Akhirnya setelah mendapat petunjuk dari Bu Linggar, mereka melanjutkan perjalanan mereka.
Feli hanya diam sambil mengetuk-ngetuk kepalanya menggunakan jari telunjuknya. Sedang Christy langsung mengikuti langkah kaki Olivia lalu diikuti Feli yang masih terbengong-bengong ria.
Detik berlalu… Mereka sudah sampai didepan rumah tua disamping pohon beringin sesuai dengan petunjuk Bu Linggar. Ternyata rumahnya sangat misterius, sampai-sampai membuat merinding Chisty. Saking penasarannya, Olivia mengajak temn-temannya untuk masuk dan beristirahat diruang tengah.
“Ni foto unik ya… Eh, lihat, lihat, tanda lahir di tangan anak kecil yang ada di
foto itu kok mirip Bu Linggar ya???” Ujar Christy
“Kebetulan kali…” jawab Olivia.
“Kok perasaanku nggak enak banget ya sama Bu Linggar? Kalian pada curiga
nggak? Kok Bu Linggar bisa tau banget tentang rumah ini, terus tanda
lahirnya mirip lagi sama foto itu. Besar kemungkinan, Bu Linggar yang ada
di foto itu!!!” Tambah Feli.
Tiba-tiba terdengar suara.....Kreeeeeeeekkkk.... itu semua membuat Feli takut setengah mati, tapi Olivia malah membentak’i Feli.
“Kalo penakut bilang aja! Huuu, cemen loe!!” Ucap Olivia.
“Loe yang budek, periksa ke THT sana!” Jawab Feli.
“Woy… Ni bukan rumah biasa, don’t be macem-macem!!” tambah Christy.
Olivia merasa nggak ada yang aneh dengan rumah ini! Luarnya doang, dalemnya, enak..dan olivia usul gimana kalo mereka tinggal disini, karena rumahnya Tania kan jauh dan males untuk kembali kesana, dan juga makanan dirumah Timey nggak sip!
Setelah Usul kepada teman-temannya, akhirnya Christy & Feli setuju untuk tinggal dirumah itu, siapa tau mereka bisa nemuin fakta-fakta baru dirumah itu.
Sambil makan snack-snack dari rumah dan bersantai di ruang tengah, mereka tak sadar waktu berlalu cepat. Sore pun tiba, Feli yang sangat suka kebersihan segera bersih diri di kamar mandi belakang. Christy, yang paling males memilih nongkrong di kamar dan tidur pulas. Sedang Olivia berjalan-jalan di belakang pekarangan rumah. Tiba-tiba hujan turun sangat deras…
“Eh, BTW Busway, si budek mana ya? Ujan-ujan gini belum nongol?”
Ungkap Christy dengan sinis.
“Eh, iya ya… Kemana tu anak? Tadi pamitnya sih keluar sebentar,
tapi sampai sekarang belum balik juga?” jawab Feli.
Tiba-tiba terdengar suara pintu mengetuk, dan Feli segera berlari untuk membuka pintu tersebut.
Ternyata yang datang adalah Bu Linggar..
“Bu…? What happen…?” tanya Christy dengan penuh penasaran.
“Naza mati di pohon jati, udah dikubur sekarang!” jawab Bu Linggar
dengan Tergesa-gesa.
Christy pun sangat kaget dengan perkataan Bu Linggar barusan..
Tiba-tiba Shifa muncul…
“Olivia… Mati… Olivia…??? Ternyata bisa mati ya…?” ejek Feli.
“Please deh, Felll… Ini tu seriuussss!!!!” jengkel Christy
“Ouh… Ternyata kamu bisa serius…?? Haaaaaahhhhh???!!! Chisty… Ayo
kita kesana… Kita banyak dosa sama dia… Oliviaaaaaaaa…” jawab Feli.
tiba-tiba Feli menangis dan tak sadarkan diri.
Karena cuaca sedang hujan, Bu Linggar menyarankan kepada Christy untuk pergi ke makam Olivia esok hari, akhirnya Christy pun setuju dan besok akan diantar oleh Bu Linggar.
Christy membawa Feli ke ruang tengah dan tanpa mereka sadari, Bu Linggar sudah beranjak pergi dari rumah tua tersebut…
Esok paginya… Karena Bu Linggar tidak kunjung datang, Christy dan Feli memilih untuk ke makam Olivia duluan.Ketika sampai di makam Olivia, tiba-tiba mata Feli menangkap sosok wanita sedang tergeletak disamping makam Olivia bersama sebuah tas disampingnya. Feli langsung bisa mengenali sosok tersebut ....
Felipun langsung mendekati tubuh wanita yang tak bernyawa itu dan diikuti Christy yang hanya bisa diam melihat pemandangan menyeramkan didepan matanya. Ternyata wanita itu adalah Bu Linggar.
“Feell... Bu linggar bunuh diri!” ungkap Christy.
“Christy... kita harus gimana..??” lanjut Feli dengan wajah pucat.
“Timey & Tania...” ungkap christy sambil berlari menggandeng tangan Feli.
Sesampainya di joglo rumah Tania..Christy langsung membuat keributan dengan berteriak-teriak.
“Tania...Timey ..Tolong kami..!!!!” Gupuh Christy.
Feli hanya diam melihat tingkah sahabatnya yang biasanya kocak dan konyol, kini telah berubah 180’ menjadi kalang kabut menghadapi masalah ini. Tania pun keluar bersama Timey yang kebetulan ada dirumah Tania.
“Ada apa mbak ?” tanya Tania.
“Olivia meninggal kemarin sore, dan jasadnya sudah dimakamkan.
guru kami yang menjadi pembimbing kami di Desa Ini juga kami temukan
meninggal bunuh diri disamping makam Olivia.” Jelas Christy.
Semua yang ada disitu langsung Sock setelah mendengar cerita dari Christy.. sebenarnya Feli ingin menghubungi keluarga yang ada di kota, tapi sayangnya, di Desa itu tak ada sinyal dan Listrik.Akhirya Tania , Christy dan Feli pergi ketempat kejadian..sedangkan Timey mengadukan kejadian ini ke Pak kepala Desa agar bapak dan penduduk desa membantu mereka.”
Tak berapa lama kemudian mereka bergegas menjalankan tugas mereka masing-masing. Dan tak lama kemudian semua sudah berkumpul dimakam Alm.Olivia..
“Loh, itukan mbak Linggar,dia sering datang kesini, apa beliau tidak cerita
sama kalian ...?.” Ucap Tania kaget.
“Ooo...Ternyata Bu Linggar sering kesini ? terus ngapain ia kesini, apa
hubungannya Bu Linggar sama Mbah Wilangan..?” jawab Christy
dengan penuh penasaran.
“Itulah..tak ada yang tau, tapi katanya dia Cuma mau surfey rumah itu
buat balai kesehatan.!” Jelas Tania.
Selesai Bu Linggar dimandikan, semua kembali kemakam Olivia.....
“Eh, bukti fisik apa yang bisa kita gunain buat tugas ? masak Cuma foto
kuburan dan berita koran sih ? kan gak lucu.!” Sebel Christy.
tiba-tiba Timey menemukan sesuatu dan langsung diberikan kepada Christy,siapa tau dalamnya bisa digunakan oleh christy & Feli sebagai bukti..setelah itu Christy pun memeriksanya.
Setelah beberapa saat kemudian...
“Eh, aku nemu buku diary , biar aku baca ya isinya...!!!” senang Feli.
Setelah dibaca Feli, dapat disimpulkan kehidupan Bu Linggar penuh bayang-bayang dendam. Ternyata Bu Linggar adalah cucu mbah wilangan dan ingin membalas dendam pada pak wijaya kakek Olivia.
Dan pada bagian terakhir...
“18 Desember 2009 malam ini sungguh bagaikan surga bagiku, walau
mungkin ini adalah hari terakhirku.Tapi aku sangat senang karena
dendamku sudah terbalas. Aku tau, Bu Linggar ingin membalaskan
dendamnya pada Pak Wijaya tetapi beliau sudah meningal.Dan anaknya
ada diluar negeri. Jadi dia ngalihin sasarannya ke Olivia. Menurut buku
diary ini Bertahun-tahun yang lalu..Di suatu desa terpencil yang bernama
Desa Kuncup, ada seorang nenek yang bernama Mbah Wilangan. Beliau
adalah seorang paranormal yang tersohor di desa tersebut. Sayangnya,
beliau hanya tinggal berdua dengan cucunya yang masih duduk di kelas 3
SD. Pada suatu hari, seluruh warga desa terserang penyakit aneh yang sulit
disembuhkan. Lalu ada seorang pengusaha kaya yang bernama Pak Wijaya
datang ke desa tersebut. Beliau memprovokasi warga yang menyebarkan
penyakit aneh tersebut adalah Mbah Wilangan. Serentak warga Desa
Kuncup marah dan langsung menggrebek rumah Mbah Wilangan. Dalam
tragedi itu Mbah Wilangan meninggal dunia karena serangan jantung.
Tanpa sengaja peristiwa tersebut dilihat oleh cucu Mbah Wilangan… dan
ternyata Cucunya adalah....Bu Linggar.” Ungkap Feli sambil membaca
buku diary yang ia temukan tadi.
Ternyata Olivia adalah cucu dari Pak Wijaya, dan ini semua merupakan bukti fisik yang cukup meyakinkan..
Setelah semua prosesi pemakaman usai, semua kembali pulang. Karena Tania & Timey telah banyak membantu mereka, akhirnya Christy dan feli merasa hutang budi kepada Tania & Timey. Sebagai tanda terima kasihnya, Christy & Feli ingin jika Timey & Tania bisa bersekolah dan ikut mereka ke Kota.dan ternyata Orangtua Timey & Tania menyetujuinya.
“Nah,kalian tinggal minta surat REKOMENDASI DESA untuk sekolah
di Kota.” Jelas Feli.
“Oke”. Jawab Timey & Tania serempak.
Pagipun datang, matahari dan udara sejuk kembali menyapa. Mobil jemputan sudah datang. Suasana baru terpancar, Christy & Felu sedih harus meninggalkan sahabatnya, dan Timey serta Tania bersedih meninggalkan kampung halaman.
Pukul 15.30 mereka sampai dirumah orangtua Olivia, ternyata keluarga sudah mengetahuinya, tapi mereka tidak sempat menengok Christy & Feli karena tidak ada Kontak. Jadi mereka tidak tau dimana Christy & Feli. Setelah keluar mereka senang karena akhirnya surat Rekomendasi Timey & Tania diterima.
Timey & Tania pun sekarang tinggal dirumah Alm.Olivia, karena Ibu Olivia telah banyak berhutang budi pada mereka berdua. Semua biaya sekolah,makan dan kebutuhan Timey & Tania ditanggung oleh Keluarga Olivia.
“Alhamdulillah..akhirnya sekolah juga.” Ungkap Timey.
“Jangan senang dulu deh, masih ada tugas lagi buat kalian.
do’ain kita lulus dan bisa masuk SMAN ALTAVIA JAKARTA..” jawab Christy.
Semua serentak tertawa kecil.
Akhirnya Tugas merekapun telah selesai meskipun harus kehilangan salah satu sahabatnya, yaitu Olivia.
Setelah mereka Lulus, mereka bersekolah di SMA ALTAVIA JAKARTA. Begitupun dengan Timey & Tania yang juga mulai bersekolah di SMA ALTAVIA JAKARTA. Akhirnya , mereka berempat kembli membentuk Geng, yaitu Geng The Roses yang selama ini sempat sirna.
Olivia..selamat jalan..kami disini akan selalu mengenangmu. Semoga perjuangan olivia selama ini diterima oleh Allah S.W.T . amiiin..!!
.!!
Arsip Dongeng
-
▼
2012
(40)
-
▼
March
(27)
- Asal Mula Pohon Aren
- Harta Karun Raja Hayam Wuruk
- Ikan Mas
- Bawang Putih Bawang Merah
- Legenda Rawa Pening
- Joko Kendil
- Cindelaras
- Lutung Kasarung
- Tomcat Yang Bersedih
- Petaka Harta Raja Hutan
- Buto Bajul Mutung
- Kancil Karo Monyet
- Misteri Gunung Bromo
- Penipu Yang Handal
- Mengungkap Misteri
- Penjahit Tua dan Tikus-Tikus Kecil
- Kakakku Senyumku
- Sangkuriang
- Timun Mas
- Kancil Dan Hutan Gundul
- Beruang dan Kancil
- Induk Bebek Yang Baik Hati
- 9 Lembu
- Kisah Harimau dan Kancil
- Buaya dan Kancil
- Anak dan Bapak
- Siput dan Kancil
-
▼
March
(27)